Chapter 17 [Sakit]

1.2K 36 0
                                    

SDH
.
.
.

Sepulang jalan bersama Arvind, Sandra terlihat lelah. Wajahnya sudah pucat, seluruh tubuhnya benar-benar dingin seolah disiram bongkahan es. Sandra tampak memegangi perut kiri bagian atasnya, sepertinya penyakit magh-nya sedang kambuh.

Namun, melihat ekspresi kebahagiaan dari Arvind ia jadi tidak tega untuk berkata jujur. Ia takut Arvind akan merasa khawatir dengan kondisinya, mengingat Arvind adalah tipikal orang yang mudah khawatir dan over protektif.

Sampai Arvind pergi meninggalkan rumahnya, ia tidak berani untuk mengatakan bahwa ada rasa sakit yang melilit pada tubuhnya. Ia tidak bisa mengatakan kalau ia sedang sakit, apalagi sudah terlanjur melihat Arvind yang begitu bahagia. Ada rasa tidak tega melihat senyuman itu luntur begitu saja karenanya.

Sandra berusaha fokus berjalan menaiki tangga dan langsung menuju kamarnya yang berada di ujung. Tidak ada lagi yang menarik perhatian Sandra, ia hanya meringis kesakitan tak bisa menahan rasa nyeri pada lambungnya. Jika diingat Sandra sudah makan banyak hari ini, Sandra juga tidak terlambat makan, atau melanggar pantangannya.

Tunggu!

Ia melanggar pantangan, Sandra terbangun dari posisi tidurnya kemudian menepuk jidat seolah telah melupakan sesuatu yang tidak seharusnya ia lakukannya. Benar, hari ini Sandra tidak telat makan bahkan Sandra sudah makan banyak. Tapi diantara makanan yang Sandra makan ada beberapa pantangan yang tidak seharusnya Sandra makan. Jangankan makan, untuk menyentuh makanan itu saja sudah dilarang. Mau bagaimana lagi kalau sudah lama ia inginkan, tidak bakal tahan. Imbasnya gak bakal tahan juga sakitnya kayak Sandra sekarang.

Baru kali ini ia merasakan sakit magh yang lain dari biasanya. Ia tidak sadar dan tidak tahu akan seperti itu jadinya.

"Kenapa sakit banget, melilit." Ujar Sandra sambil memegangi perutnya dan sesekali menghapus keringat dingin yang mulai mengalir di seluruh tubuhnya.

Ia mengganti posisinya menjadi tidur menyamping. Karena posisinya yang sebelumnya tidak cocok dan hanya membuat perutnya semakin terasa perih.

"Aduh sakit banget." Keluh Sandra sambil melengkungkan tubuhnya.

Sandra tidak dapat membendung air matanya gara-gara rasa sakit  pada bagian lambungnya yang sudah bisa ditahan lagi. Sandra mengguling-gulingkan badannya dengan harapan rasa sakit dan nyeri pada lambungnya dapat berkurang, tapi semuanya semakin parah.

Karena tangisan Sandra yang semakin melengking, ia pikir dengan menangis setidaknya bisa mengurangi rasa sakitnya.

Suara tangis itu terdengar oleh Mama yang berada di lantai satu, Mama tergopoh-gopoh berlari menuju kamar Sandra yang ada di lantai dua.

Mama terkejut bukan main sesampainya di sana saat melihat Sandra sudah terbaring lemah, Sandra sudah melengkungkan badannya menahan rasa sakit.

"Kamu kenapa? Ada ini?"

"Sakit Ma." Sandra semakin mengeraskan suara tangisnya.

"Yang mananya sakit? Astaga. Kita ke rumah sakit aja ya." Ajak Mama yang berusaha mengalihkan perhatian Sandra dari rasa sakit yang ia rasakan.

"Ma! sakit." Lirih Sandra yang tidak bisa menahan lagi rasa sakitnya.

Mama semakin panik, tidak tahu harus berbuat apa. Papa tidak ada di rumah, jadi tidak ada orang yang bisa diminta tolongi.

Tidak ingin melihat Sandra meringis kesakitan lebih lama lagi, Mama segera menghubungi Arvind untuk mengantar mereka ke rumah sakit karena hanya Arvind yang sekiranya bisa membantu mereka. Mama terlihat bingung harus melakukan apa dulu dengan situasi Sandra yang terus menangis kesakitan.

 𝐎𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐊𝐞𝐭𝐢𝐠𝐚 (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang