Chapter 30 [Minimarket]

605 21 0
                                    

"Kita udah sampai. Mau belanja apa aja di dalam?" Tanya Arvind pada Tasya setelah menghentikan mobilnya tepat di depan minimarket.

"Ah mau beli kebutuhan, gak perlu aku jelasinkan kak?" Jawab Tasya sambil terkekeh.

Arvind ikut tertawa pelan seperti yang Tasya lakukan sekarang ini. Arvind keluar lebih dulu karena hendak membantu Tasya berbelanja di dalam. Untuk berjalan saja susah, bagaimana untuk berbelanja sendiri pasti lebih dari susah.

“Ayo! Biar kubantu.” Ujar Arvind setelah membuka pintu mobil yang menunjukkan Tasya masih duduk di dalam mobilnya.

“Eh? Kak Arvind di mobil aja, nanti kalau ada yang lihat gimana?” ujar Tasya sedikit khawatir.

Arvind hanya tersenyum simpul dan masih berdiri menawarkan diri untuk membantu Tasya yang masih kewalahan karena sakit di kakinya.

“Yaudah kak, tapi maaf ya udah ngerepotin.” Ujar Tasya sambil keluar dari dalam mobil.

Sesuai dengan permintaannya, Arvind ikut berbelanja di dalam minimarket untuk mengikuti dan membantu Tasya. Tasya memegangi lengan baju Arvind dari belakang karena takut seniornya itu akan risih  jika ia berpegang langsung di tangannya.

“Mau beli apa?” tanya Arvind setibanya mereka di dalam minimarket.

“Eh mau beli sesuatu, urusan cewek kak. Hehe.” Jawab Tasya sambil menyengir lebar.

Sementara Arvind hanya mangut-mangut saja menemani Tasya, menunggu juniornya itu untuk memilih apa saja yang ingin ia beli. Ia hanya menyandarkan tubuh di salah satu rak yang ada di dalam minimarket untuk menunggu Tasya selesai dengan urusannya di tempat itu.

Berada di dalam minimarket ia jadi tiba-tiba teringat dengan Sandra, karena kebiasaan Sandra yang datang bulan tanpa persiapan membuatnya jadi hafal tentang tata letak apa saja yang dibutuhkan seorang perempuan.

Bukan hanya itu saja, ia jadi lebih hafal semua di mana letak makanan, alat-alat make up, peralatan mandi, alat-alat sekolah dan masih banyak. Karena saat bersama Sandra datang ke minimarket bukan lagi hal lumrah baginya.

Bahkan datang untuk pertama kali ke minimarket hanya untuk membeli pembalut buat Sandra yang tiba-tiba datang bulan.
Tanpa Arvind sadari, ia menghembuskan nafas dengan pelan kemudian terkekeh sendirian di tempat itu mengingat beberapa kejadian lucu bersama Sandra. Sekarang bahkan ia tidak tahu apakah kisah itu masih bisa diteruskan  atau akan berakhir sama sekali.

Siapa pun pasti bisa merasakan bagaimana berharganya kisah yang mereka bangun dengan susah payah, dan merasa takut bilamana kisah itu tidak bisa dilanjutkan lagi. Mungkin sedikit banyak itulah yang dirasakan oleh Arvind, benar-benar menyedihkan saat tahu hubungannya berada di ujung tebing hanya karena kecerobohannya. Ia tidak tahu apakah dengan mengikuti saran konyol sahabatnya bisa menyadarkan Sandra dari keegoisannya, ia takut terlanjur bermain sementara Sandra sudah tidak peduli lagi.

Bahkan sampai saat ini, Arvind tidak bisa mengisi kekosongan yang dikosongkan oleh Sandra bahkan walau sekadar untuk bermain saja.

“Kak Arvind?” panggil Tasya pada Arvind yang sibuk berkutat dengan perasaannya sendiri.
Tidak butuh waktu lama untuk tersadar, ia segera menoleh pada suara yang memanggilnya.

“Udah selesai di sini kak. Aku mau cari camilan dulu.” Ujar Tasya dengan senyuman khasnya dan mengajak Arvind ke tempat berbagai camilan berada.

Arvind hanya bisa tersenyum kecil memandangi setiap sudut tempat itu, semakin lama ia hanya semakin mengingat Sandra di dalam minimarket ini.

“Kak gak mau beli apa-apa gitu?” tanya Tasya tanpa menengok ke arah Arvind sama sekali.

Arvind kembali tersadar bahwa sekarang ini ia tidak bersama Sandra melainkan sedang bersama Tasya, sebisa mungkin ia harus bisa mengesampingkan perasaannya yang begitu rindu dengan Sandra untuk menghargai Tasya. Ia sudah terlanjur bilang bahwa ia dan Sandra sudah tidak menjalin hubungan apa-apa.

“Kak?”

“Ah iya. Kamu beli aja, saya gak lagi mau beli camilan kok.” Jawab Arvind dengan hati-hati.

Tasya tidak menjawab perkataan Arvind lagi karena sedang sibuk untuk mengambil sebungkus makanan jumbo yang letaknya terlihat melampaui tinggi badan Tasya hingga ia sangat kesusahan untuk meraihnya.

Tanpa aba-aba, Arvind mendekati Tasya dan mengambilkan makanan itu tepat di belakangnya tanpa menyuruh Tasya untuk bergeser sedikit pun. Karena tingkah Arvind itu berhasil  membuat Tasya begitu terkejut dengan posisi mereka berdua.

“Nih.” Ujar Arvind seraya menyerahkan sebungkus camilan itu kepada Tasya dan belum juga bergeser dari belakang Tasya.

“Ah iya kak.” Tasya meraih makanan itu dengan kikuk karena salah tingkah.

Selepas itu Arvind bergeser dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa dengan mereka berdua barusan. Arvind merasa bahwa ia memang sudah sewajarnya melakukan yang harus ia lakukan sementara Tasya sudah kesulitan karena detak jantungnya yang tidak stabil.

Arvind mendahului Tasya karena melihat camilan favorite Sandra dan meninggalkan Tasya yang masih sibuk mengatur nafas sambil memperhatikannya.

“Maaf ya kak, sepertinya aku mulai menyukai kakak.” Gumam Tasya menatap sendu kepergian Arvind yang terlihat tidak merasa bersalah itu.

***

“Apa yang gue lihat barusan? Itu gak salahkan?” gumam Diandra seraya melihat kembali foto yang baru saja ia abadikan dengan ponselnya.

“Dia.. bukannya adik kelas ya? Kenapa sama Arvind? Dan Sandra? Jadi benar mereka udah putus.” Sambungnya lagi masih dengan menatap ponselnya itu.

Sekilas ia melirik Arvind dan adik kelas yang bersamanya itu, Arvind sudah berjalan mendahuluinya menuju tempat lain.

Rasanya sakit melihat Arvind dengan orang lain, belum soal Sandra dan sekarang muncul lagi orang baru. Akan ada berapa orang yang akan bermain dengan hubungan ini. Sudah cukup ia bertaruh dengan Sandra jangan ada orang baru lagi.

“Eh? Tunggu.” Ujar Diandra menggantung dan memainkan senyumannya saat menyadari sesuatu. “Gue gak harus terlibat, cukup mereka aja.”

Diandra melirik layar ponselnya kembali dan menampilkan senyuman smirk miliknya.
Diandra merasa ada untungnya ia datang ke minimarket, baru saja ia mendapatkan sesuatu hal yang sangat berguna untuknya. Jika ia tidak bisa memisahkan Arvind dengan Sandra, mungkin adik kelasnya yang datang bersama Arvind hari itu bisa melakukannya untuk dirinya.

Setelah waktu yang lama akhirnya ada seseorang yang bisa membantunya secara tidak langsung.

Diandra meninggalkan tempat setelah memilih camilan yang ingin dibelinya, beberapa orang yang melihatnya menatap dengan heran lantaran terus tersenyum padahal tidak ada hal yang lucu.

Namun, Diandra terus saja berjalan tidak peduli dengan yang mereka pikirkan. Yang intinya ia menemukan sesuatu hal yang baru setidaknya jika ia melakukan apa yang ada di dalam pikirannya bisa sangat menarik.

“Vind, kayaknya lo harus gabung lagi sama gue di vocal.” Ujar Diandra melangkahkan kakinya keluar dari minimarket itu.

Kali ini Diandra benar-benar senang dan puas setelah melihat kejadian barusan, walaupun sedikit kesal namun semuanya sudah terbayar dengan apa yang ada di dalam ponselnya.




***
16.21(14-07-18)

 𝐎𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐊𝐞𝐭𝐢𝐠𝐚 (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang