Chapter 1 [Marah]

6.8K 229 6
                                    

SDH
.
.

"Maaf bukan begitu maksud aku San." Ujar Arvind.

Sandra terlihat sangat sebal karena tingkah laku Arvind pagi tadi. Mulai dari chat Sandra yang tidak dibalas, jemput tapi datang terlambat banget sampai-sampai harus bawa motor sendiri. Mengingat hal-hal itu saja sudah membuat Sandra muak dan akhirnya membuat Sandra memutuskan untuk meninggalkan Arvind di parkiran.

Ini bukan kali pertama Arvind melakukan hal itu, melainkan sudah untuk kesekian kalinya. Namun, ia masih bisa menerima dan hanya menyuruh Arvind berubah dan tidak mengulanginya. Saat marah mungkin ia tidak ingin saling berhubungan dengan Arvind, namun ketika berbaikan ia selalu mengingat Arvind dalam segala hal agar lebih bisa menghargainya. Sayangnya, ucapan-ucapannya hanya seperti angin berlalu. Karena sampai sekarang pun Arvind masih saja tetap dengan perilakunya.

"Dia kira aku ini apa? Seenaknya banget perlakuin aku seperti itu," gerutu Sandra.

Setelah sampai di kelas Sandra berusaha bersikap netral dan mengubah ekspresinya walaupun moodnya sedang hancur. Bersikap aneh saat memasuki kelas hanya akan menimbulkan berbagai pertanyaan untuknya. Dan ia juga paling tidak suka dengan hal-hal itu, baginya masalahnya adalah masalahnya orang lain tidak perlu mengurusinya.

Sandra berjalan menuju kursinya dan mendapati seluruh temannya sedang sibuk menulis, mungkin sedang mengerjakan pekerjaan rumah yang seketika menjadi pekerjaan sekolah. Naasnya Sandra juga tidak menyelesaikan PR-nya karena berdebat semalaman dengan Arvind.

"Hmm pinjam dong, bentar doang." Ujar Sandra saat melihat buku yang dipegang oleh Anita.

Anita hanya mangut-mangut mengikuti kemauan Sandra, seolah mengerti bahwa Sandra sedang bermasalah.

Setiap kali Sandra bermasalah dengan Arvind membuatnya bersemangat melampiaskan kekesalannya dengan mengerjakan apa saja. Terlebih lagi jika yang dilakukannya bisa membantunya melupakan hal-hal yang ingin dilupakannya. Hanya saja tidak pernah ada yang bisa membuatnya berhasil melupakan semuanya.

"Permisi." Ujar seseorang memasuki kelasnya dengan membawa tumpukan buku.

Sandra mengernyitkan dahinya melihat siapa yang masuk ke dalam kelasnya. Seseorang yang semakin membuatnya hilang semangat bahkan untuk menulis sekalipun. Sebenarnya ia tidak masalah dengan siapapun jika orang itu tidak mengganggunya lebih dulu, namun akan berbeda lagi ceritanya jika orang itu adalah dia. Ya, dia yang sedang berpura-pura tersenyum manis kepada semua teman kelasnya seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Ia terus melirikkan matanya kepada seorang cewek yang sedang meletakkan buku-buku yang dibawanya di atas meja guru.

"Ada apa, Diandra?" Jawab Ketua kelas Sandra yang kebetulan berdiri di depan papan tulis.

"Ini buku-buku kalian disuruh bagi sama Ibu guru, sekalian kerjain juga tugas yang di halaman 125 katanya." Jawab orang bernama Diandra itu.

"Oke, makasih ya." Jawab Ketua kelas sembari meraih buku-buku itu.

"Gue duluan." Pamitnya pada Ketua kelas Sandra yang masih setia dengan senyumannya.

Orang bernama Diandra itu berjalan keluar sembari melirik sekilas ke arah Sandra yang sedang asik menulis walaupun Sandra sendiri juga ikutan melirik sama dengan yang dilakukan olehnya hingga membuat mereka saling bertemu pandang untuk sesaat sebelum akhirnya mereka saling membuang muka. Diandra menatap tajam pada Sandra ketika mata mereka saling bertemu dalam lirikan masing-masing, Sandra hanya menanggapinya santai walaupun sebenarnya ia lebih kesal dari siapapun pada Diandra.

Sandra mendengus kesal selepas perginya Diandra dari kelasnya. Tidak biasanya Diandra datang nengunjungi kelasnya bahkan ketika disuruh sekalipun, namun sepertinya Diandra sedang memberikan kode bahwa perang dingin di antara mereka telah dimulai. Cukup mengherankan bukan, jika orang yang terlihat tidak suka ambil pusing atau sekedar membuang-buang tenaga mengantar buku padahal ada banyak murid cowok yang bisa disuruh.

 𝐎𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐊𝐞𝐭𝐢𝐠𝐚 (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang