Chapter 8 [Senam]

1.7K 51 5
                                    

SDH
.
.
.
.


"Oliv.." lirihnya.

Oliv yang mendengar ucapan sendu dari adik kelas yang merangkak menjadi sepupu sekaligus sahabatnya itu sontak menoleh padanya. Menatap dengan lekat, mencari beban apa yang membuatnya seperti itu.

"Lo kenapa lagi Ndra?" Ucapnya tidak kalah sendu.

Melihat sahabatnya seperti itu seakan membuat sebuah luka di dalam hatinya. Sungguh berat namun harus dilaluinya. Wajar bukan saat melihat sahabat sendiri sedang terluka, kita jadi ikut terluka pula.

"Gue gak percaya kalau Arvind bener-bener gak sama gue lagi."Jawabnya yang semakin bersedih setelah hal-hal itu.

"Lo harus lupain dia! Dia udah ninggalin lo!"

"Gak bisa."

"Usaha." Oliv menggantung ucapannya. "Kalau memang Arvind udah ninggalin lo, udah enggak mau sama lo. Ya lo jangan bodoh tetap nunggu dan ngejar dia lagi. Lo itu cantik, bertalenta, bisa dapetin laki-laki yang lebih baik dari Arvin.

"Gak! Gue bakal usahain dan melakukan apa saja untuk mendapatkan dia kembali." Ujarnya bertekad seraya menghapus air matanya.

Oliv yang melihat itu seakan takjub melihat sikap Diandra yang seolah tak ingin kalah begitu saja.

"Kalau Ariana lihat lo sekarang, mungkin dia bakal ketawain lo. Bukan kasih saran lagi." Oliv terkekeh sebelum melanjutkan perkataannya. "Bisa-bisanya lo baru aja nangis terluka, sekarang malah kayak orang yang penuh enggak terjadi apa-apa dan siap perang."

Diandra menggeleng pelan. "Gue juga heran, bisa-bisanya gue nangis. Mulai sekarang gur enggak bakal mau nangis lagi, yang seharusnya nangis itu si pelakorkan? Bukan gue. Gue bakal rebut kembali apa yang udah menjadi hak gue."

"Yaudah sih, tapi jangan gegabah juga kali. Awas lu lemah-lemah. Pokoknya lo gak usah takut, banyak kok laki-laki di luar sana."

Diandra dan Oliv sama-sama terkekeh, yang beberapa detik kemudian kembali terdiam lantaran melihat Sandra yang sedang datang bersama Arvind. Bisa ditebak bukan bagaimana ekspresi Diandra sekarang. Ia langsung memasang wajah datar dan perasaan yang begitu buruk. Ia harus menahan diri jika memang ingin mendapatkan apa yang menjadi miliknya kembali.

"Lo enggak apa-apa?" Tanya Oliv kemudian.

Diandra menoleh. "Apanya yang enggak apa-apa? Nyessek banget tau!"

"Hahaha yang sabar ya." Oliv mengelus pundah sepupunya itu. "Kalau jodoh enggak bakal kemana kok."

"Iya tau. Kalau lihat Sandra atau siapapun yang dekat sama Sandra, bawaannya pengen judes-judes aja. Enggak tau kenapa lihat mereka kayak lihat Sandra semua." Ujar Diandra mengeluh sambil memijat keningnya.

"Haha iyakan temannya sama semua, lo tenang aja. Kan masih ada gue yang ada di pihak lo." Ujar Oliv menyakinkan. "Mending kita ke kantin aja, yok. Daripada di sini cuma bisa lihatin orang yang bikin lo badmood mau olahraga."

Diandra menoleh kemudian mengangguk, ia mengizinkan Oliv membawanya ke kantin. Dengan posisi tangan Oliv yang mengunci tangannya, seperti anak kecil yang dijaga oleh ibunya agar tidak berkeliaran.

Ia sedikit melirik ke arah kelas Arvind, dimana kedua bola matanya menangkap sosok Arvind yang sedang duduk di depan pintu sambil tersenyum. Andai saja senyuman itu masih untuknya, mungkin hari-harinya tidak akan sesuram sekarang.

***

Begitu sampai di sekolah, Sandra tidak begitu memperhatikan Arvind lagi hingga ia beranjak ke kelasnya.

Ia benar-benar terlambat dan harus langsung masuk ke dalam barisan untuk berjaga-jaga agar tidak dihukum, bahkan tasnya dibiarkan tergeletak begitu saja di taman-taman sekolah.

Selain itu, saat sempat berpapasan dengan Diandra pun ia jadi tidak punya kesempatan untuk melirik dan berprasangka. Yang ia pikirkan hanyalah bagaimana agar ia tidak terlambat masuk barisan dan tidak mendapat hukuman.

Begitu malang nasibnya hari itu, ia mendapat urutan ke-5 untuk tampil bersama Gaby, Eza dan Sheila. Keempat remaja itu adalah empat sekawan yang tidak pernah berpisah di kelasnya kecuali dalam urusan-urusan tertentu.

Sheila yang sudah bersamanya sejak masih kecil dan satu sekolah kembali saat menduduki bangku SMA.

Gaby yang sudah menjadi sahabatnya sejak SMP sampai sekarang sehingga mereka tak  bisa terpisahkan begitu saja saja apalagi saat ini mereka sudah sekelas kembali.

Tidak lupa pula Eza yang pertama kali ia  temui saat SMP walaupun belum seakrab saat sekelas dibangku SMA. Mereka mungkin bisa menebar kegilaan pada yang lain jika saja lebih 1dekat dengan mereka. Mereka saja sudah dicap tidak waras karena kalau sudah berkumpul bawaannya selalu bertingkah gila. Pergaulan Sandra memang sangat luas sehingga ia akan kesulitan jika Arvind mulai melarangnya untuk bermain dengan teman-temannya.

Karena baginya, mengatur waktu dan mencari alasan yang tidak melukai perasaan itu sama-sama sulit.

"Wah gue gugup plus nerveous banget nih." Ujar Gaby yang diikuti anggukan Eza.

"Sama. Gue juga, gugup banget nih."

Dan Sheila hanya tersenyum melihat teman-temannya keluhan teman-temannya. Ia tidak mau semuanya jadi semakin rumit jika semuanya harus mengeluh.

"Penampilan 5." Panggil guru penjaskes mereka yang sedang asik mengisi nilai di buku absensi miliknya.

"Penampilan kita nih guys." Panggil Sheila sekaligus mengingatkan.

"Oke nih. Lakukan kayak waktu latihan ya guys. Gak usah pikirin yang lain, atur sebisa mungkin supaya fokus kalian enggak buyar." Sahut Sheila memperingatkan yang lain.

Sandra, Eza, begitu pula dengan Gaby mengangguk mantap dengan maksud perkataan Sheila. Mereka sadar bahwa mereka belum terlalu mahir, namun setidaknya mereka jangan sampai mempermalukan diri sendiri gara-gara hal sepele yang bisa menghancurkan fokus masing-masing.

Sandra dan ketiga temannya itu maju untuk menunjukkan aksinya. Awal yang bagus memulai senam mereka. Sandra menikmati senamnya bersama yang lainnya, gerakan demi gerakan bisa ia selesaikan dengan baik.

"Hitung dalam hati ya teman-teman, jangan sampai salah hitungan. Karena musiknya enggak pakai hitungan." Ujar Sheila lagi berjaga-jaga serta meminimalisir kesalahan yang bisa saja terjadi dalam penilaian senam mereka.

Gaby yang terlihat kaku pun bisa menyesuaikan diri dengan hitungan yang tidak putus. Begitu pula dengan Eza yang saat latihan pun selalu banyak main namun sekarang bisa tampil dengan baik, dan juga Sheila yang sudah mati-matian berlatih dan mengajari yang lain sudah bisa bernapas lega sambil menikmati senam yang mereka lain. Dan juga Sandra yang bisa menyesuaikan diri dengan gerakan apapun.

Sebelum akhirnya fokusnya mulai pecah saat harus mencari-cari sosok Arvind yang tidak terlihat di sekitarnya padahal ia sangat mengharapkan kehadirannya.

Pasti siapapun yang memiliki hubungan spesial, sangat berharap bisa disaksikan oleh kekasih sendiri bukan. Dan itulah yang diharapkan oleh Sandra. Sampai-sampai ia jadi kehilangan fokus dan mulai salah-salah walaupun tidak begitu terlihat.

Entah kenapa, ia jadi membagi fokusnya sendiri. Antara fokus pada gerakan senam dengan mencari keberadaan Arvind yang ia harapkan bisa menyaksikan penampilannya bersama teman-temannya.

Matanya tertuju pada koridor kelas Arvind. Tunggu! Ada Diandra di sana. Yang berjalan anggun di koridor itu.

Brak!






***
Hai guys ini nih chapter untuk hari sabtu ini. Semoga bisa menemani malam minggu kalian.

See you readers
Author💕

 𝐎𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐊𝐞𝐭𝐢𝐠𝐚 (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang