Chapter 21 [Sendiri-Sendiri]

1.1K 39 0
                                    

Karena tidak bisa menunggu terlalu lama lagi, akhirnya Sandra memutuskan untuk mendatangi Arvind lebih dulu di tempat mereka biasa bertemu tentunya.

"Ada apa, San?" Tanya Arvind pelan karena takut menyinggung perasaan Sandra.

Namun karena pertanyaannya itu benar-benar membuat Sandra mengerlingkan matanya dengan malas. Yang ada di dalam pikiran Sandra kali ini adalah bagaimana bisa Arvind bersikap sesantai itu setelah tidak menghubunginya selama dua hari tanpa bertemu jika saja bukan Sandra yang lebih dulu datang.

"Ada apa kamu bilang?"

Arvind terdiam sesaat mencoba memilah kata-katanya.

"Kamu masih bisa bertanya ada apa setelah sikap kamu."

Arvind sudah tidak punya kesempatan untuk bicara jika semua pembahasan sudah didominasi oleh Sandra sejak awal.

"Dua hari kamu gak ada hubungin aku. Dua hari juga kamu gak ada nemuin aku, padahal kamu sendiri tahu kalau aku butuh."

Entah karena apa, kini Sandra terlihat berkaca-kaca mengutarakan perasaannya. Bahkan dengan jelas terlihat bahwa Sandra juga masih sakit tetapi berani memaksakan kondisinya yang tidak baik itu.

Sandra mengalihkan pandangannya dari Arvind saat tahu bahwa kini Arvind juga sedang menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa ia maknai maksudnya.

"Sandra." Ujar Arvind pelan setelah Sandra tidak berkata-kata lagi.

Sandra tidak menoleh sedikitpun namun masih bisa mendengar dengan jelas apa yang akan dikatakan Arvind selanjutnya.

"Maaf."

"Maaf? Dengan segampang itu kamu minta maaf dengan apa yang kamu lakukan?" Sahut Sandra yang langsung menatap Arvind dengan tajam di balik matanya yang berkaca-kaca.

"Apa menurut kamu semuanya bisa selesai hanya dengan kata maaf?" Tanya Sandra kemudian.

Arvind menarik napas berat berusaha untuk mengerti keadaan Sandra yang sedang dalam situasi yang tidak memungkinkan.

"Jadi, kamu maunya apa?" Ujar Arvind pelan seperti biasa.

"Maunya aku?" Jawab Sandra terputus. "Gak banyak kok setidaknya kamu bisa ngerti dong situasinya gimana, ngerti apa yang harus dilakukan dan tidak harus dilakukan, terlebih lagi jangan suka minta maaf kalau pada akhirnya bakal terulang."

Sandra benar-benar mengutarakan perasaannya selama dua hari tidak mendapat kabar dari Arvind. Sandra benar-benar menyatakan apa yang biasa tidak mampu ia nyatakan, namun kali ini benar-benar bisa.

"Sandra, dengerin aku." Pinta Arvind hati-hati.

"Dengerin apa lagi? Dengerin kamu alasan?"

Arvind memejamkan matanya sedikit lama, rasanya jika terus dicecar dengan hal-hal yang tidak dilakukan bisa membuat Arvind kelepasan.

"Aku ada alasan, kenapa kayak gitu. Makanya aku minta kamu dengerin."

"Alasan? Alasan kamu bilang? Apa segampang itu bahkan kamu harus nambahin alasan?"

"Sandra!!" Ujar Arvind membentak Sandra yang tidak mau mendengarkannya sedari tadi.

Karena hal itu berhasil membuat Sandra terdiam seribu bahasa disertai dengan tatapan tidak percayanya bahwa baru saja Arvind membentaknya. Bentakan yang sudah ditahan namun lepas juga.

"Ka..mu?" Ujar Sandra terbata dengan genangan air matanya yang sudah siap untuk tumpah.

"Bukan gitu, maafin aku."

"Maaf lagi?"

"Sandra tolong."

Sandra sudah tidak bisa lagi menahan perasaan sakit yang ada di dalam dadanya. Rasanya apa yang menyesakkan di dalam sana butuh untuk dinetralkan sementara waktu. Rasanya apa yang tersembunyi di dalam san butuh istirahat untuk tenang setelah apa yang baru saja ia rasakan. Sulit Sandra percayai bahwa Arvind sudah berani bahkan sudah bisa membentaknya dengan ringan.

"Vind, aku gak percaya. Tapi, rasanya mending kali ini kita sendiri-sendiri aja. Mending gak usah ada apa-apa lagi di antara kita. Kita sudahi semuanya sampai di sini." Ujar Sandra dengan perasaan sesaknya.

Sandra sudah tidak nyaman duduk bersama Arvind di tempat itu, rasanya Sandra butuh untuk pergi ke tempat yang berbeda dengan Arvind. Jika bisa Sandra ingin pergi ke alam yang berbeda dengan Arvind agar rasa sakitnya tidak akan menyiksanya.

"Sandra kamu jangan gitu."

"Vind, kita udahan aja." Ujar Sandra pelan. "Aku pergi, terima kasih untuk semuanya termasuk dua hari yang lalu dan hari ini saat kamu bentak aku."

Sandra bergegas cepat berdiri dari tempatnya. Hendak meninggalkan Arvind karena sudah tidak tahan lagi dengan buliran bening yang ingin jatuh dari matanya itu.

"Sandra jangan gitu! Sandra!" Pekik Arvind hingga menarik perhatian memanggil Sandra yang sudah berlalu di depan pintu caffe.

Sandra sudah siap di atas motornya untuk melaju sementara Arvind masih saja berusaha mengejar meski tidak terkejar sama sekali.

Apa yang ditahan oleh Sandra sedari tadi akhirnya jatuh juga mengaliri pipinya diterpa angin di atas motornya. Rasa sesak yang ada di dalam dadanya benar-benar tidak bisa untuk ditahan lagi.

"Sesak banget sih, apa gue salah ya." Gumam Sandra sembari menggenggam erat kemudi motornya.

***

"Sandra, kamu salah paham." Gumam Arvind memperhatikan Sandra yang sudah berlalu dengan motornya.

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa semuanya memang berawal dari kecerobohannya dengan meninggalkan ponselnya di dalam mobil yang dikendarai oleh pegawai papanya.

Tetapi, Arvind juga tidak mengira bahwa Sandra akan mengambil keputusan yang jauh dari pemikirannya. Arvind tidak tahu bahwa Sandra sudah kelewat batas dengan pemikiran negatifnya tentang dirinya.

Ditambah satu kesalahan lagi saat ia kelepasan membentak Sandra yang sedang mengeluarkan semua isi hatinya. Padahal Arvind sendiri tahu bahwa Sandra cenderung tertutup jika menyangkut dengan perasaannya, dan kali ini Sandra mengutarakan dengan suka rela namun ia malahan semakin membuat Sandra jauh dan semakin tidak bisa terbuka padanya.

"Kenapa gue bisa kelepasan gitu sih, kenapa gue sampai-sampai nyakitin gitu." Ujar Arvind sembari meninju meja yang ada di hadapannya.

Dengan perasaan yang amat berat, Arvind bangkit dari tempat duduknya menuju kasir dan segera berlalu. Rasanya Arvind tidak akan pernah lagi berniat untuk datang ke tempat dimana ia berada sekarang.

Baginya tempat yang dulunya menjadi favoritnya bersama Sandra kini sudah menjadi luka besar untuknya, bahkan untuk Sandra sekalipun.

"Sandra, gue bakal nunggu kok." Gumam Arvind menaiki motornya.

Arvind melajukan motornya tanpa tujuan di dalam keramaian jalan siang itu. Bahkan seragam sekolahnya masih melekat lengkap di badannya, mendengar Sandra ingin bertemu dari temannya membuatnya tidak berpikir lagi untuk ke rumah lebih dulu. Arvind lebih memilih untuk datang menemui Sandra di tempat yang mereka bertemu sebelumnya.

"Gue gak pernah ada niat untuk berakhir seperti ini sejak awal gue memulai hubungan kita, Sandra." Ujar Arvind berkaca-kaca mengemudikan motornya. "Tapi gue sendiri gak tahu kenapa, bisa-bisanya semua ini berakhir dengan mudahnya seperti sekarang."

Arvind seolah tidak menyadari bahwa matanya pun kini sudah siap menjatuhkan buliran bening itu dari sana.

***
Part 21 sudah selesai.
Bagaimana kesannya?
Semoga suka.

Salam Kenal
- Katalah

 𝐎𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐊𝐞𝐭𝐢𝐠𝐚 (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang