Sudah dua hari Arvind tidak saling kontek dengan Sandra, namun ia juga merasa gensi untuk menghubungi Sandra lebih dulu karena setiap kali bertengkar belum pernah Sandra mau menghilangkan egoisnya dan menghubungi Arvind lebih dulu.
Semakin lama tidak berbaikan dengan Sandra semakin membuat Arvind gabut, tidak tahu harus berbuat apa. Ingin bermain mageran lebih suka jika teman-temannya saja yang datang, punya adik dan kakak perempuan tapi sama sekali tidak ada yang bisa membantunya agar bisa memahami bagaimana kemauan Sandra jika dalam keadaan seperti.
Sudah jam 3 sore dan Arvind masih tidak tahu harus berbuat apa untuk menghilangkan kegabutannya. Sepulang sekolah tadi ia langsung pulang ke rumah karena malas bergabung dengan anak-anak karena hanya akan menambah bebannya karena anak-anak kepo soal permasalahannya dengan Sandra. Namun jika seperti ini kejadiannya Arvind jadi menyesal sendiri tidak ikut nimbrung dengan yang lain. Jika baru datang sekarang, yang ada ia hanya aka jadi bahan cibiran karena sempat menolak.
"Ah pusing!" Ujar Arvind semakin gusar di tempatnya sambil memandangi setiap sudut kamarnya.
Di tengah-tengah kegusarannya, tiba-tiba saja perutnya bunyi menandakan ia sedang lapar mengingat sedari malam kemarin ia belum makan apapun kecuali meminum segelas air karena nafsu makannya yang ikut menghilang seiring hilangnya kabar Sandra.
Arvind bangkit dari tempatnya berjalan menuju dapur untuk mencari sesuatu yang bisa ia jadikan penjanggal perut lapar itu. Pelan-pelan ia membuka kulkas sambil melirik sekeliling yang tampak sepi. Sepertinya tidak ada orang di rumah kecuali dirinya sendiri. Sudah bisa ditebak kemana semua orang, paling kosong satu akan mengecek proyeknya, kosong dua akan pergi ngerumpi atau belanja, dan kosong tiga alias adik dan kakaknya paing juga jalan dengan temannya.
Ia menggeleng pelan lantaran mengingat saudarinya yang sama sekali tidak berguna, sepersekian detik kemudian mendengus kasar karena tidak melihat ada makanan seperserpun di dalam kulkas. Hanya ada air mineral, mana kenyang jika hanya minum air.
Semakin lama Arvind berkeliling di rumah tanpa menemukan satu pun makanan, akhirnya Arvind memilih untuk makan di luar saja dan segera meraih kunci mobilnya. Setidaknya jangan membuat tubuh semakin kehilangan energi karena terik matahari.
Di dalam mobilnya Arvind mengatur suhu Ac dan memutar radio dengan volume yang agar besar agar bisa menghilangkan kebosanannya. Biasanya ia akan menggunakan mobil jika hendak pergi bersama Sandra, namun kali ini ia harus pergi sendiri karena mereka sedang break.
"Andai aja waktu itu gue gak seceroboh itu mungkin gak bakal kayak gini urusannya." Ujar Arvind seraya mengetuk-ngetukkan jemarinya di kemudi mobil.
Arvind melirik sekeliling mencari warung makan yang tidak ramai dan nyaman untuk ia tempati mengisi perut kosongnya itu tanpa ada keributan yang mengusiknya. Jika bersama Sandra mungkin Arvind akan mau-mau saja makan di manapun, di pinggir jalan sekalipun. Namun harus diperjelas lagi bahwa sekarang ja sedang tidak bersama Sandra.
Ia menggelengkan kepalanya keras karena sedari tadi hanya Sandra yang selalu muncul di dalam pikirannya. Rasanya kesal juga jika sedang lapar seperti itu namun tidak bisa fokus karena seseorang yang selalu mengusik di dalam kepalanya.
Kreaats!
Arvind segera me-rem mendadak mobilnya dan terhuyung dari depan ke belakang. Kemudian segera menatap jalanan karena sepertinya ia telah menabrak seseorang, ia segera turun dari mobilnya untuk melihat siapa yang ada di luar sana. Sekilas Arvind hanya melihat keadaan mobilnya dahulu sebelum akhirnya berlari kecil menuju orang yang baru saja terlibat insiden tabrakan itu.
"Kamu gak apa-apa?" Tanya Arvind sopan pada perempuan yang duduk sambil meringis menatap luka yang ada di lutut dan kakinya.
Perempuan itu mendongak. "Kak Arvind?"
"Lho kamu Tasya, kan?" Ujar Arvind yang juga terkejut telah menabrak adek kelasnya.
"Maafin saya ya. Bener-bener gak sengaja." Ujar Arvind berusaha membantu perempuan bernama Tasya itu untuk berdiri.
Arvind kemudian segera membantu mengangkat motornya yang terbanting karena tabrakan itu. Sambil sesekali melirik Tasya yang berdiri sambil terus menahan sakit.
"Tangan sama kaki kamu luka, dek." Ujar Arvind yang benar-benar terlihat khawatir karena telah membuat anak orang sampai seperti itu.
"Ah gak apa-apa kok kak, hehe." Jawabnya sambil nyengir lebar karena merasa canggung terlibat masalah seperti itu dengan kakak kelasnya.
Namun Arvind tidak bisa diam saja melihat itu karena dialah peyebab semua itu terjadi. Arvind merasa cukup harus bertanggung jawab dengan semua masalah yang disebabkannya, kecuali masalah dengan hati seseorang itu bukan urusannya lagi karena sendiri tidak begitu mengerti.
"Kamu ikut saya ke sana dulu, lukamu butuh diobati." Ujar Arvind menarik Tasya pelan agar mengikutinya ke sebuah taman yang ada di seberang jalan.
Mau tidak mau Tasya hanya mengikut saja lantaran kakak kelasnya itu sudah terlanjur menarik tangannya untuk ikut. Tasya hanya takut dianggap tidak sopan jika menolak niat baik kakak kelasnya itu.
"Kamu duduk sini dulu, saya mau ambil kotak P3K di mobil." Ujar Arvind seraya tersenyum tipis.
"Iya kak." Jawab Tasya seadanya karena merasa tidak enak.
Dan beberapa saat kemudian Arvind kembali dengan kotak berwarna putih di tangannya. "Kalau sakit bilang ya."
Tasya hanya mangut-mangut saja sambil memperhatikan kakak kelasnya itu sedang berusaha menebus kesalahan dengan mengobati lukannya.
"Aduh kenapa dengan jantungku kayaknya mulai gila." Gumam Tasya sembari memperhatikan Arvind mengobati dan membalut luka-lukanya.
Bahkan sampai tidak merasakan sakit sama sekali saking seriusnya ia memperhatikan Arvind yang juga sedang serius mengobatinya.
"Gak jadi makan deh, tiba-tiba laper ilang dapet kejadian gini." Gumam Arvind merutuki dirinya karena sampai terlibat hal-hal seperti itu.
"Sakit gak?" Tanya Arvind kemudian takut Tasya kesakitan tapi takut untuk berbicara.
"Eng.. enggak kok. Btw makasih ya, kak." Jawab Tasya saat tahu Arvind sudah hampir selesai membalut luka-lukanya.
"Ah iya. Toh saya yang salah sampai nabrak kamu. Maaf ya." Ujar Arvind merasa bersalah sementara Tasya hanya tersenyum simpul melihat tingkah kakak kelasnya itu.
"Ada apa lagi sama perasaan gue, jadi aneh gini dekat kak Arvind." Gumam Tasya kemudian sambil menatap kondisi motornya yang benar-benar penyok di bagian depan.
Arvind seolah mengerti bahwa mungkin saja Tasya khawatir dengan keadaan motornya. "Soal motor kamu gak usah pusing. Saya yang bakal perbaikin kok."
"Eh bukan gitu kak, aduh malah ngerepotin." Keluh Tasya.
"Gak apa-apa. Anggap itu tanda penebusan kesalahan, hehe." Jawab Arvind nyengir lebar yang membuat Tasya tertawa kecil.
"Ah yaudah kalau gitu kak."
"Kasih kontak kamu, buat dihubungi kalau motornya udah selesai." Ujar Arvind ramah.
Namun berbeda dengan pemahaman Tasya yang seketika terlihat terkejut namun kembali berusaha terlihat biasa-biasa saja.
"Maafin aku ya, Bagas." Gumam Tasya sambil mengetikkan nomornya di ponsel Arvind yang diberikan barusan. "Nih kak."
"Oh yaudah. Tunggu kabarnya aja ya." Sambung Arvind kemudian.
Arvind menggaruk pelipisnya sambil menatap motor Tasya yang benar-benar penyok yang tak jauh dari tempat mereka duduk, sementara Tasya benar-benar salah paham dengan niat baik Arvind terpancar dari senyuman Tasya sendiri.
***
BAGAIMANA DENGAN PART INI?
MAAF YA GAK BISA UPDATE KEMARIN, TAPI AKU USAHAIN BUAT DUOBLE UPDATE HARI INI DEH SEBAGAI GANTINYA. SEMOGA SUKA YA.
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN.SALAM SAYANG
- KATALAH
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐎𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐊𝐞𝐭𝐢𝐠𝐚 (✔)
Teen Fiction(Complete) Sandra pikir, berpacaran dengan Arvind adalah salah satu kebahagiaan untuknya. Walaupun tahu bagaimana kisahb sang kekasih yang masih sering dikejar masa lalu, tetapi ia masih bisa menerima. Namun hal itu tidak bisa berlangsung lama, samp...