Caitlin melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, saat ini hanya satu tempat yang sangat ingin ia datangi. Sebuah tempat yang akan ia jadikan sebagai persembunyiannya, tempat dimana ia menjadi dirinya yang sebenarnya tanpa sandiwara. Dirinya yang rapuh.
Setibanya di apartemen, Caitlin langsung memasuki sebuah ruangan kosong yang belum pernah ia masuki sebelumnya. Cahaya di ruangan itu sangat minim karena tidak ada lampu yang terpasang dan hanya mendapat penerangan dari cahaya matahari yang masuk melalui jendela.
Caitlin pun terduduk menghadap jendela. Caitlin hanya menatap kosong pemandangan di depannya sambil memeluk dirinya sendiri. Terngiang di pikiran Caitlin tentang hasil pemeriksaannya tadi. Ia belum percaya jika dirinya memiliki penyakit separah itu.
Dari hasil pemeriksaan juga menyatakan jika Caitlin mengidap penyakit Leukemia Stadium 3A. Dan menurut penyebarannya, sel kanker yang ada pada darah Caitlin sudah menyebar ke sebagian sumsumnya. Perkataan dokter Rey tadi terus terngiang di pikiran Caitlin seperti kaset rusak.
"Leukemia?... Stadium 3A?... Separah itukah?" tanya Caitlin pada dirinya sendiri sambil sesekali menghela napas panjang.
"Kenapa Tuhan? Engkau memberiku cobaan yang bahkan aku sendiri pun tidak tau apakah aku mampu menghadapinya?" lirihnya masih dengan tatapan kosong.
"Aku lelah, aku lelah untuk mencoba bertahan sendirian tanpa dukungan orang - orang yang aku sayangi. Selama ini aku mencoba bertahan walau aku harus bersandiwara dan merasakan sakit di setiap sandiwara yang ku buat. Tanpa sadar aku telah membuat diriku semakin lemah. Sampai akhirnya aku tak ingin peduli pada siapapun. Dan memilih sendiri." keluhnya dengan mata yang mulai memanas.
"Seandainya waktu bisa diputar, aku ingin kembali ke waktu dimana hanya ada kebahagiaan dan kasih sayang yang aku dapatkan setiap harinya dari orang - orang yang aku sayangi. Mereka menyayangi ku, melindungi ku, dan sangat mencintaiku. Aku ingin kembali ke waktu itu, dimana diriku merasa sangat dicintai dan dibutuhkan. Tapi, itu hanya keinginanku semata yang tak mungkin dan tidak akan aku dapatkan lagi. Mungkin aku bisa mendapatkannya lagi jika mereka mengetahui tentang keadaanku saat ini. Tapi, aku tidak ingin mereka menyayangiku hanya sebatas karena mereka kasihan dengan keadaanku dan hanya karena mereka tahu kelemahanku. Aku tidak ingin mereka menyayangiku seperti itu. Aku tidak ingin. Sama sekali tidak."
"Aku mungkin punya banyak harta yang orang lain inginkan, tapi aku sama sekali tidak berminat menghamburkannya seperti anak remaja diluaran sana. Yang menghamburkan uang mereka hanya untuk hal - hal yang merusak diri mereka sendiri dan tidak berguna. Bahkan ada yang melakukan itu hanya untuk pelampiasan karena rasa kesepian dan kekurangan kasih sayang dari orang tua mereka dan juga masalah yang sedang mereka hadapi. Tapi, aku bukanlah mereka yang tak berpikir panjang untuk masa depanku. Mungkin kehidupanku saat ini buruk tanpa kebahagiaan, tanpa cinta tapi aku bisa merubah kehidupanku saat ini di masa depan agar lebih baik. Dan pada akhirnya aku bisa merasakan apa yang tidak pernah ku rasakan sebelumnya. Tapi, jika kita merusak diri sekarang bagaimana bisa kita mendapatkan hidup yang lebih baik dari saat ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐔𝐑𝐕𝐈𝐕𝐄 (𝐄𝐍𝐃)
Teen Fiction#3 on remaja (041119) #1 on remaja (071119) #1 on cool (030220) Caitlin Emma Gibson. Gadis remaja cantik blasteran Amerika-Indo harus menerima kenyataan pahit sejak kejadian 11 tahun silam. Dia menutup dirinya kepada siapapun. Ditambah kebencian dar...