-Sangat sakit rasanya jika orang yang kita sayangi tak lagi percaya pada kita dan tak dianggap, hanya karena kesalahan yang bukan kita perbuat-
Caitlin Emma Gibson
Los Angeles, September
Seorang gadis sedang duduk di bangku panjang yang ada di sebuah taman kota sambil menatap kosong dedaunan yang mulai menguning dan berjatuhan. Membiarkan segemelintir udara dingin menerpa seluruh tubuhnya yang terbalut turtle neck krem dengan kemeja putih serta mantel berwarna coklat sebagai outernya. Tanpa sepngetahuan gadis itu, dari balik pohon ada seseorang yang memperhatikannya seperti tidak ingin berpaling walau hanya sedetik. Dari tatapannya tersirat rasa rindu yang mendalam.
Gadis itu tetap pada posisinya, tak bergerak sedikit pun. Gadis itu masih bergelut dengan pikirannya sendiri. Mengingat semua kejadian yang pernah terjadi di dalam hidupnya. Kesalahpahaman telah membuatnya dijauhi orang yang paling ia sayangi. Tanpa disadari, cairan panas mulai membasahi pipi tirusnya yang mulus. Dengan cepat tangan seseorang menyodorkan sebuah sapu tangan kepada gadis itu. Gadis itu pun mendongakkan kepalanya untuk melihat orang itu. Namun, wajahnya tak terlihat karena tertutup masker.
"Thank's" ucap gadis itu dengan suara yang mulai serak. Tetapi, laki - laki itu pergi begitu saja tanpa berbicara sepatah kata pun pada gadis itu.
Aneh? Siapa laki - laki itu? Tanyanya dalam hati.
Drrt... Drrt... Drrt...
Ponsel miliknya bergetar dan menampilkan panggilan dari ibunya.
"Hallo, mom"
"Caitlin? Where are you?"
"My friend's house "
"Go home. Mommy waiting you "
"Okay"
Caitlin menghapus air matanya dengan sapu tangan yang diberikan laki - laki misterius tadi. Dia ingin mencari tahu tentang laki - laki itu, namun ia tahu waktunya di kota ini tinggal beberapa jam lagi. Caitlin pun beranjak dan pergi meninggalkan tempat itu.
Sesampainya di rumah, Caitlin segera masuk ke kamarnya dan segera merapikan barang - barangnya lalu dimasukkan ke dalam koper biru langit miliknya. Tatapannya terpaku pada sebuah kotak berwarna hitam dengan pita biru diatasnya. Caitlin mengambil kotak itu, dan memegangnya erat lalu membukanya secara perlahan. Kelopak matanya terasa penuh dan cairan panas di matanya memaksa untuk meluncur ke pipinya yang mulus. Ia menggenggam barang yang ada di kotak itu satu persatu. Pertama, sebuah kaset CD yang diluarnya tertulis "To : Joshua". Dan dua buah gelang yang sama dengan sang pemberi kotak itu disertai sebuah surat yang terikat oleh masing - masing gelang.
Terlintas di benaknya tentang permintaan seseorang yang belum ia wujudkan sampai saat ini, itu membuatnya tak kuasa menahan air matanya. Cairan panas itu mulai membasahi wajahnya lagi. Dadanya terasa sesak saat menyadari ia telah gagal memenuhi permintaan seseorang. Karena kenyataan yang tak berpihak padanya dan tak memberinya kesempatan sedikit pun.
"Maaf, ka" ucapnya yang terdengar seperti bisikan. Tangisannya semakin tak terkendali sehingga terdengar isakan yang cukup kencang memenuhi kamarnya.
"Maaf hiks ka hiks. Caitlin hiks kangen sama hiks kaka"
Tiba - tiba terdengar suara wanita paruh baya memanggil namanya dari balik pintu.
"Cait?"
"Cait?"

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐔𝐑𝐕𝐈𝐕𝐄 (𝐄𝐍𝐃)
Novela Juvenil#3 on remaja (041119) #1 on remaja (071119) #1 on cool (030220) Caitlin Emma Gibson. Gadis remaja cantik blasteran Amerika-Indo harus menerima kenyataan pahit sejak kejadian 11 tahun silam. Dia menutup dirinya kepada siapapun. Ditambah kebencian dar...