part 35

2.4K 141 3
                                    

"Luna.. kapanpun itu, please.... wake up...."
........................................................

Suasana kelabu yang belum ada kepastian ini masih sangat terasa untuk orang-orang terdekat Luna. Samuel berbaring di sebuah kasur pasien, sedang diambil darah untuk keperluan treatment Laluna, Laluna kehilangan banyak darah. Tika bahkan tak bisa berdiri di atas kedua kakinya, lemas tak bertenaga, didampingi Fabian yang sejatinya hatinya juga sedang tercabik malam ini

Daniel duduk di kursi yang terletak di depan ruang dimana Luna sedang ditangani oleh beberapa dokter. Ia mengepalkan kedua tangannya sebagai sanggahan untuk kepalanya yang tertunduk. Dalam diam, ia seperti mengirimkan pesan untuk Laluna dari dalam hatinya, walaupun saat ini ia tak bisa ada di samping Luna, namun hatinya tetap bersama Luna. Dengan begitu Daniel berharap dapat menguatkan Laluna yang sedang dalam kondisi koma

Beberapa jam kemudian, Dokter menyatakan bahwa Luna sudah dapat dipindahkan ke ruangan ICU, Luna belum sadar. Dokter bilang, tidak ada yang bisa memastikan kapan Luna akan membuka matanya bahkan mungkin Luna tak akan lagi membuka matanya selamanya. Ketakutan orang terdekat Laluna muncul lagi, karna kemungkinan terburuk itu masih ada. Untuk saat ini mereka sudah cukup bersyukur, at least Luna masih ada, Luna masih hidup.

Setelah Fabian dan Tika memasuki ruang ICU tempat dimana Luna sekarang terbaring lemah, giliran Daniel yang diberi kesempatan untuk melihat keadaan Laluna saat ini. Perban putih mengelilingi kepala Laluna, banyak selang di sekujur tubuh Laluna. Mata luna masih tertutup rapat. Perlahan Daniel menyentuh tangan kanan Luna yang tadinya mulus, kini terbesat beberapa luka, wajah cantiknya pun begitu, ada luka yang membaret pipi kananya. Namun keadaan Luna tak sebercanda itu, selain mengalami benturan keras di kepalanya dan kehilangan banyak darah, sampai membuatnya belum sadar seperti ini, beberapa tulang rusuk Laluna juga patah

Daniel ingin sekali menggantikan posisi Luna saat ini, kenapa harus Luna, bahkan ia tak rela jika semut mengigit Laluna, kini ia harus melihat Luna dengan segala luka di sekujur tubuhnya. Ia telah berjanji pada dirinya sendiri, bahwa ia tidak akan menitikan air mata, pada saat ia masuk ke ruang ICU ini, jika Luna bisa sekuat ini, maka ia harus lebih kuat, cukup hatinya yang menangis

"Luna..." kata Daniel dengan volume kecil, ia menggengam tangan kanan Laluna pelan

"kamu pasti tau siapa aku, walaupun kamu gabisa buka mata kamu sekarang."

"pasti kamu takut banget pas mobil kamu gabisa dikendaliin tadi, maaf aku gaada di samping kamu. Maaf kamu harus ngerasain rasa takut itu sendirian"

Melihat keadaan Luna seperti ini, dunia Daniel serasa hancur. Daniel berusaha melanjutkan kalimatnya, walau dengan mata yang berkaca kaca

"disini semuanya nunggu kamu, gaada satupun dari kita yang pengen kamu pergi.."

"kamu cewek paling kuat yang aku kenal, bertahan, Lun.."

Daniel membungkukkan tubuhnya, perlahan ia mencium kening Laluna yang terbalut perban

"Luna.. kapanpun itu, please.... wake up...."

Ingin rasanya Daniel berlama lama disitu, bahkan selangkahpun ia tak ingin pergi, namun peraturan rumah sakit harus ia patuhi. Ia harus meninggalkan Luna sendirian, menahan sakitnya sendirian

......................................

3 hari berlalu, tak ada tanda tanda Luna akan membuka matanya

Bahkan semalaman Samuel menangis, ia bermimpi bahwa Luna berpamitan padanya. Dalam mimpinya Luna mengatakan bahwa dirinya akan pergi, ia tidak akan merasakan sakitnya lagi. Senyuman Luna mengembang saat itu, wajahnya pun berbinar binar. Samuel berteriak memohon Luna untuk tidak pergi,sampai ia akhirnya terbangun

Rumah seperti hanya menjadi tempat singgah Daniel sebentar, ia menghabiskan banyak waktu di rumah sakit. Jika ia berlama lama di rumah, hatinya tak akan tenang, ia memang tak mengharapkan sesuatu yang buruk terjadi pada Laluna, tapi apa saja mungkin terjadi

"mas... makan dulu.. nanti sakit" Clarisa menghampiri Daniel yang sedang duduk di teras rumahnya, mengikat tali sepatu

"mas... kak Luna pasti bisa lewatin ini semua, dia pasti bangun.." Clarisa duduk di samping Daniel

"aku tau, mas Daniel pasti nyalahin diri sendiri. Ini semua udah terjadi, dan bukan salah mas Daniel.."

"kalo kak Luna tau, mas Daniel kayak gini skrg, pasti dia sedih.."

"at least makan roti kek..." Clarisa masih berusaha

Daniel sama sekali tak memperdulikan Clarisa, firasatnya menyuruhnya untuk cepat cepat menemui Laluna, ntah ini hanya sebatas khawatir atau bukan. Selang beberapa menit, panggilan masuk dari Samuel. Dengan terisak tangis Samuel mengabarkan bahwa Luna sedang kristis. Dalam 3 hari ini memang Luna sama sekali tak menunjukan kemajuan, bahkan sekarang kondisinya melemah dan sedang ditangani dokter

Daniel mengemudi dengan pesat menuju rumah sakit. Sesampainya dirumah sakit, orang tua Luluna, dan juga Samuel sudah berada di dalam ruang ICU. Dokter sudah berusaha secara maksimal, namun kondisi Luna sudah seperti diambang akhir hidupnya, detak jantungnya makin melambat, seperti hidup segan, mati tak mau. Isak tangis dari keluarga memenuhi ruangan, sampai akhirnya Daniel juga telah berada di ruangan itu

Teringat cerita Samuel tentang mimpinya semalam, Fabian mengambil kesimpulan bahwa mungkin Luna ingin pergi, tapi menunggu mereka semua mengikhlaskannya. Fabian membelai kepala Laluna

"Laluna Patrisia, anak perempuan papa yang paling papa sayang.."

"Nak, gapernah terbayang sebelumnya bahwa hari seperti ini akan terjadi.."

"Dari kamu lahir, moment yang papa tunggu tunggu, adalah ketika papa nanti melepasmu menikah dengan orang yang kamu sayang. Bukan melepasmu, dalam keadaan seperti ini.."

"Luna, makasih udah lahir jadi anak papa mama.. makasih udah lahir di tengah tengah keluarga kecil kita.. Luna harus tau, sampai detik ini, Luna adalah seorang anak yang berbakti dan menyenagkan hati semua orang di sekitar Luna"

"Nak, gaada orang tua di dunia ini yang pengen anaknya pergi selamanya. Tapi kalo Luna gakuat nahan sakit ini, papa mama harus rela.."

"Pergilah, nak... kalau benar kamu ingin pergi, disini, Papa Mama, Samuel dan Daniel berusaha iklas menerima keputusan Laluna. Sakit rasanya hati kita semua melihat kamu dalam kesakitan seperti ini..." Fabian mengakhiri kalimatnya

Samuel langsung berlari mendekati Laluna, menangis sejadi-jadinya di samping tubuh Laluna. Hari ini seperti hari paling buruk untuknya, dari pertama kali ia membuka matanya di dunia ini, Laluna selalu ada di sampingnya, dalam senangnya, dalam dukanya, selalu ada Luna. Tak semudah itu merelakan saudara kembarnya harus pergi mendahuluinya

Jika saat ini ada yang menusuk Daniel tepat di dadanya, maka rasa itu tak sebanding dengan rasa sakit yang Daniel rasakan saat ini. Tidak, Tidak ada yang lebih sakit dari pada harus merelakan seseorang yang paling kita sayang pergi, tidak ada yang lebih perih dari pada mengucapkan salam perpisahan untuk selamanya kepada orang yang paling kita inginkan untuk selalu dekat dengan kita. Perlahan Daniel mendekati Laluna, ia menggenggam tangan Laluna

Air mata yang tak bisa dibendung lagi oleh Daniel menetes mengenai tangan Laluna yang ia genggam. Tidak ada yang tahu takdir, waktu itu, ketika di Vila, Luna bilang ia tak menyangka takdirnya akan seindah ini. Mungkin ini juga bagian dari indahnya takdir yang Laluna maksud..

Kepergian memang akan menyisakan duka, percayalah bahwa duka itu hanya sesaat. Ada banyak kenangan yang nantinya bisa dikenang, yang akan melukiskan senyum di setiap wajah orang yang mengenangnya..

'Luna... jangan pergi... Luna... jangan pergi....' berulang kali ia memohon dalam hatinya, berharap Luna bisa mendengar rintihan hatinya, berharap Luna bisa tahu, betapa Daniel tak ingin Luna pergi

.

.

.

.

.

.

Junior X Me [Kang Daniel]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang