Twenty Nine

2.3K 311 18
                                    

IF YOU AIN’T NO GOT THE GUTS, TRUST.
Jika kau tak punya nyali, percayalah.

Author POV

Dua orang berparas tampan itu sedang duduk berhadapan, masing-masing di depannya tersuguh segelas teh dengan kepulan asap yang terlihat hangat di hari hujan siang ini. Hujan turun membasahi hampir seluruh jalanan kota. Tak terkecuali tempat dimana lelaki berjas hangat dan lelaki berambut biru mint itu berada.

“Jadi Jimin memutuskan untuk sementara tinggal disana?” salah satu dari keduanya membahas model terkenal itu, kekasih si pucat.

“Ya. Dia lebih baik sementara tinggal disana. Tidak kembali sebelum dia sudah menjamin tidak bertemu dengan gadis itu.” Lelaki pucat berambut mint itu menjawab santai.

“Hmmmmm...kau? Tidak apa-apa tentang hal itu?”

“Soal apa?”

“Jimin. Maksudku, perasaan Jimin kepada gadis itu. Belum berakhir. Aku fikir..”

“Aku juga masih punya perasaan yang belum berakhir pada seseorang. Jadi aku dan Jimin berada di posisi yang sama, kami saling memahami, dan saling mendukung.”

Joonie mengangkat gelas teh didepannya dan menyesap minuman hangat itu. Sebentar setelah meletakkannya, dia kembali bertanya. “Jadi, kalian sudah.... berakhir?”

Yang ditanya hanya tertawa dan mengikuti Joonie mengangkat gelas teh miliknya sambil menggeleng. “Aniya. Jimin masih kekasihku. Aku mencintainya.” Dan dia sibuk dengan segelas teh, dan pikiran tentang Jimin.

Kakak Jennie itu hanya menggelengkan kepala pelan, entah bermaksud membuang fikiran aneh soal lelaki didepannya, atau tidak mengerti hubungan rahasia fotografer dan modelnya itu.

“Tapi dok...”

“Wae?”

“Apa, ini penyakit?”

“Maksudnya?”

“Perasaanku ini. Mencintai Jimin. Apakah ini penyakit? Apakah aku, juga mengalami... gangguan?”


Jimin POV

Dingin begitu menusuk hingga ke tulang bahkan saat aku sudah didalam apartemen dengan penghangat ruangan yang cukup memadai. Aku yakin sebentar lagi butiran putih salju khas  bulan Desember akan menyelimuti Amerika.

Taehyung masih berdiam disana. Setelah ku bentak tadi. Menatapku dengan tatapan seperti anak kecil yang polos.

Sebenarnya aku merasa bersalah. Tapi aku tidak ingin minta maaf. Saat ini pu aku sedang sibuk bicara di telepon.

“Baiklah. Aku menurut saja. Hmmm.. aku tutup teleponnya.”

Begitu layar itu meredup, dan panggilan telepon dari saudara laki-lakiku itu ditutup, aku menyimpan ponsel di saku celanaku. Berjalan gontai menuju kamarku. Membanting diriku di kasur empuk, memanjakan tubuh dengan selimut hangat disana.

“Apa aku terlalu kasar pada Taehyung?” aku bicara pelan pada diriku sendiri dengan mata terpejam.

“Tidak kau tidak kasar.” Jawaban itu ku dengar sama liriknya dengan pertanyaan yang ku lontarkan untuk diriku sendiri.

Tunggu. Taehyung?

Aku terbangun dari kasur empukku dan mendapati Taehyung berdiri di ambang pintu yang lupa ku tutup. Dia disana. Lelaki berambut pirang. Dengan wajah tampannya yang memasang ekspresi senyum seperti  biasanya. Senyum persegi yang indah. Yang membuat siapapun ikut tersenyum saat melihatnya. Senyum yang membuatku semakin merasa bersalah.

Tomorrow, Please Stay.  ●  Taennie ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang