-Syifa POV-***
Helmi dari jurusan pendidikan sejarah, sebelumnya telah kami pilih sebagai koordinator desa (kordes) kelompok kami. Sedangkan wakilnya adalah Rio. Aku dan Intan jadi rakyat jelata saja tak masuk ke jajaran pejabat teras. Malas dan ribet kalau ikut jadi bendahara atau sekretaris segala macam begitu.
Malam pertama di tempat baru ini Helmi mengadakan rapat kecil yang diadakan di kontrakan wanita, karena disini lebih luas dibanding kontrakan pria. Kontrakan wanita ini dijadikan posko kelompok kami juga.
"Kita harus paham tugas kita masingmasing. Uang yang kita setor kemarin ke bendahara akan digunakan untuk bayar kontrakan, kebutuhan kita selama disini dan lainlain. Bendahara tolong catat setiap pengeluaran dengan teliti. Usahakan kita masih punya banyak uang untuk kegiatan atau program kita, takutnya kita tak mendapat sponsor nantinya. Sekretaris catat semua hasil rapat kita ini. Tolong catat semua no hp anggota lalu print dan tempel di dinding biar kalau ada apaapa gampang. Nanti mungkin sekretaris akan lebih sibuk membuat proposal dan suratsurat segala macam ... balablabla "
Helmi mulai menjelaskan tugas kami satu persatu. Dia juga menyuruh kami membuat jadwal piket. Yang akan bertugas memasak, beresberes dan jaga posko.
Aku sengaja mau sejadwal sama Intan soalnya aku gak bisa masak."Jadi kirakira program kita untuk membangun desa ini mau seperti apa ntar?" tanya Icha si Bendahara, setelah helmi selesai bicara. Dia ini agak judes, aku takut sebenarnya.
"Gak salah nanya itu sekarang? Kita baru sampai lho Cha. Menurutku lebih baik kita kenalan dulu aja dengan desa ini. Maksudku kita cari tahu potensi apa saja yang ada di desa ini, atau aspek apa yang masih tertinggal di desa ini. Jika kita sudah tahu maka baru kita konsepin program apa yang akan kita lakukan untuk memajukan desa ini." Terang Intan. Dia ini kadang pinter juga.
"Mungkin maksudnya Icha kita harus merencanakan program dari sekarang biar besok gak bingung lagi mau ngapain. Jadi kita ngirangira dulu gitu mau bikin program apa nanti." Timpal Hani.
"Han, kita bukan hanya sehari dua saja disini. Masih ada besok atau lusa untuk merencanakan program. Bikin program tanpa tahu apa yang dibutuhkan desa ini juga percuma." Balas Intan.
"Kita bikin rencana kerja aja dulu. Kita empat minggu disini. Minggu pertama kita ngapain, kedua ngapain dan seterusnya." Timpal Rio yang biasanya cuek sekarang tibatiba ngomong.
"Okeh gini aja. Besok kan kepala desa ngadain upacara penyambutan untuk kita di kantor desa. Nah nanti kita sekalian tanya ada berapa RT/RW di desa ini. Kalau sudah dapat nanti kita bagibagi orang buat datadata warga di setiap RT. Setuju?"
Kami manggutmanggut saja mengiyakan. Rakyat jelata ya setuju saja lah ya biar cepet. Aku dah capek, mau istirahat.
Eh mau telepon pacar(?) tercintaku juga ding, baru beberapa jam pisah sudah kangen aja.
Arsy lagi ngapain ya. Uhh dia pasti sedang memikirkan aku.
Bodoh Syifa. Nanya sendiri jawab sendiri. Ckckck"Asyifa! Kenapa kau senyumsenyum pada hp mu seperti itu? Apa hp mu sedang ngelawak?" tanya Helmi membuatku tersentak.
Sontak aku mengangkat wajah, semuanya sedang menatapku sekarang."Haha iya. Hp ku ngelucu barusan." Jawabku.
Hajar saja lah kepalang malu.
Iyain saja.
Yang lain sudah mengikik mendengar jawabanku yang jenius itu. Bodo amat."Lain kali saat kita rapat kayak gini jangan pada pegang hp ya.
Fokus!" kata Helmi sambil melirik ke arahku.Aissshhh senyumin saja lah.
***
Jam empat pagi aku dan Intan sudah bangun. Kamar mandi cuma satu dipake enambelas orang, kalau bangun siang ya harus ngantri nanti. Jadi mending kami bangun awal aja biar mandi dan nyucinya lebih tenang.
Bisa saja sih mandi di sungai, tapi takutnya entar jadi viral karena dipikir ada bidadari turun mandi ke bumi.