-Syifa POV-***
Yeaayyyy sembilan belas april.
Hari ini ulang tahun Dafa.
Abangku tersayang itu mengajak kami sekeluarga piknik.Huft hanya di bukit di ujung komplek saja sih pikniknya. Jalan kaki juga nyampe.
Tapi tak apa, yang penting kami bisa kumpul.Sebenarnya ini pertama kalinya aku dan Intan keluar rumah sejak kejadian kemarin.
Aku sebenarnya agak degdegan tadi saat akan melihat matahari lagi, aku merindukan sentuhan cahaya lembutnya di kulitku, aku merindukan hangatnya matahari. Hahah okeh yang itu sebenarnya berlebihan dan penuh dusta. Setiap hari aku akan ke halaman belakang untuk memberi makan ikan, jadi mustahil kalau aku tak bermesraan dengan matahari. Wkwk lupakan."Ichad, jangan lari terus sayang. Ateu Fafa tak bisa ngejar." Teriakku.
"Ateu Fafa payah!" ledek Arsyad sambil menjelir lidah.
Ish anak itu.
Untung luchu. Kalau enggak pasti sudah kumasukkan lagi itu anak ke perut emaknya."Fa, sini makan dulu."
Kata Bunda memanggil.Aku pun mengajak Arsyad untuk menghampiri keluarga kami.
Aku duduk di samping Bunda dan Mama. Tapi saat melihat muka cemberut suamiku aku pun pindah tempat duduk.
Aku duduk di samping Arsy. Tapi dia seolah tak peduli.
Luchu gak kalau aku jejelin sambal ke mulut Arsy yang manyun itu? Hahah jangan deh, dia yang kena sambal tapi aku yang merasakan panasnya entar. Kami kan sehati sejiwa. UhukKami berdo'a dulu khusus untuk Dafa sebelum membaca do'a makan.
Aku memperhatikan Arsy yang lahap makan.
"Kenapa kamu tak ngambil makanan, Fa?" tanya Mama. Sontak aku menoleh ke arah Mama.
"Aku mau disuapin Abang di sebelahku saja." Ucapku sambil memandang Arsy lagi.
Tibatiba Arsy menghentikan suapannya saat aku bilang begitu.
Dia memandangku lalu terdengar keluhan kecil darinya.
Huh kalau tak mau menyuapiku pun tak apa."Buka mulutmu!" pinta Arsy.
Aku tersenyum lalu memakan makanan yang disua Arsy. Aku sempat menggigit jarinya sebelum dia tarik balik.
Dia terlihat merengus sedikit."Ish kalau jari Abang putus bagaimana?" katanya marah.
"Nanti kita sambungin balik." Jawabku.
"Ish."
"Habis Abang seperti tak ikhlas menyuapiku."
Arsy diam tak membalas lagi.
"Btw, makan dari tangan Abang enak banget. Kalau tiap hari begini kan bagus."
Tibatiba Arsy memasukkan kerupuk ke mulutku.
"Nah kalau diam begitu kan bagus. Berisik sekali! Sedang makan itu tak boleh bicara." Bebel Arsy.
Ish dia ini. Aku mengunyah kerupuk dengan geram.
Selesai makan kami main lagi. Para orangtua sedang pada ngobrol, Intan dan Kak Arisya sibuk selfie, Rama dan Dafa main bola sama Arsyad.
Aku? Nyariin Arsy.
Dia menghilang."Itu dia!" gumamku.
Arsy sedang duduk bersandar di bawah pohon besar.
"Awww! Apa yang kamu lakukan?" marah Arsy saat aku menendang kakinya yang dijulurkan ke depan itu.
"Aku mau duduk di depan Abang, buka kaki Abang!" pintaku.
Arsy pun melipat kakinya, bersila.
"Ish aku bilang buka!"