-Syifa POV-
***
Keesokan harinya aku menemui Helmi dan minta maaf tentang kejadian semalam. Aku berjanji akan menyelesaikan tugasku, mendapatkan data RT 19."Sore ini aku dan Intan libur ngajar diniyah. Mau ke rumah Pak RT 19. Tadi aku dah ngomong ke Helmi, dia akan nyuruh Jay dan Rudy ngajar gantiin kami. Ana kau sebaiknya tetap ngajar tak apa kan?" tanyaku pada Ana saat kami sedang menyapu. Aku, Ana, Intan dan Dani hari ini piket, jadi kami bagian beresberes dan jaga posko. Intan mungkin sedang di dapur menyiapkan bahanbahan untuk memasak.
"Aku ikut kalian saja. Malaslah ngajar sama Dini." Ucap Ana. Kasian juga kami ninggalin dia. Tapi anakanak gak ada yang ngajar nanti kalau Ana ikut kami.
"Aku dan Ana aja yang ke rumah Pak RT. Kau yang ngajar." Sampuk Intan yang muncul dari dapur.
"Gitu juga boleh sih." Jawabku.
PLUKKKK
Tibatiba Rio datang melemparkan buku dan tepat mengenai kepala Intan.
"Aww!" Intan mengaduh. Telat banget ya mengaduhnya. Wkwk
Setelah itu Rio pergi begitu saja.
Heran kok dia sudah ada disini, bukannya lagi ngajar SD. Eh tapi kan dah lewat dzuhur. Mungkin sudah pulang."Ish Rio kau apaapaan sih. Gak sopan! Kau pikir kepala Intan tempat buat lempar jumrah? Lagipula ini bukan musim haji oyy." Teriakku marah. "Tan, kau tak apa kan?" tanyaku pada Intan. Tak ada gunanya teriak pada Rio, dianya juga udah menghilang.
"Ana, Fa. Lihat deh!" kata Intan sambil memperlihatkan buku yang dilempar Rio tadi.
Terdapat tulisan yang membuat kami kaget dan saling memandang satu sama lain.
"RT SEMBILAN BELAS!" teriak kami kaget sekaligus bingung plus senang.
Itu buku ternyata berisi datadata warga RT sembilan belas. Ya ampun, Rio dapat dari mana? Bagaimana dia mendapatkannya? Kenapa dia melakukan ini? Pertanyaanpertanyaan itu muncul di benakku. Sepertinya di benak Intan dan Ana juga.
***
Seperti biasa malam harinya kami mengadakan evaluasi.
"Karena semua sudah lengkap jadi sekarang kita bisa nyusun program kerja kita." Ucap Helmi.
Hani melirik ke arahku, sepertinya terkejut karena data RT19 sudah ada.
"Aku tadi dah bacabaca semua data RT desa ini. Ratarata warga disini sekolah sampai SD karena disini tak ada SMP. SMP nya jauh di desa sebelah. Selain keterbatasan itu, sepertinya warga masih menganut tradisi nikah di usia dini. Yang aku lihat banyak anakanak belasan tahun sudah berkeluarga. Bukan tak boleh, aku mendukung nikah muda sebenarnya. Tapi bukan berarti mengabaikan pendidikan.
Nanti mungkin anak keguruan bisa ngasih saran untuk masalah ini.
Dilihat dari segi ekonomi, sebenarnya desa ini memiliki potensi besar untuk maju dalam bidang ekonomi. Mata pencaharian warga ratarata adalah bertani dan konveksi. Hasil pertanian desa ini tak dimanfaatkan dengan maksimal. Aku bertanya pada beberapa warga, katanya banyak singkong yang suka terbuang percuma tak termakan. Padahal itu bisa dimanfaatkan untuk menambah penghasilan. Bisa kita olah. Misal kita bikin program demo masak makanan olahan singkong.
Dan untuk usaha konveksi, dari konveksi ini banyak sisa kain terbuang, itu masih bisa digunakan untuk membuat hiasan kerudung atau apalah. Kita bisa bikin program pelatihan tentang ini pada warga nanti.
Untuk masalah kesehatan jujur saja desa ini kurang sekali. Tak ada dokter satu pun. Kalau berobat harus pergi ke kecamatan. Jauh. Mungkin anak kesehatan masyarakat nanti bisa ngasih saran." Jelas Intan panjang lebar.
Huaaa aku sampai hampir tak bernafas mendengar penjelasannya yang panjang itu.