48. PermintaanTerakhir

25.6K 818 117
                                    

-Syifa POV-

***

Permintaan Dafa membuatku bingung.
Aku tak tahu kapan Intan akan bangun.
Kalau seandainya Intan tak pernah bisa bangun lagi apa Dafa sanggup menunggu Intan seumur hidupnya?
Menjaga Intan seumur hidupnya?

Huh aku tak bisa tidur memikirkan hal ini.

Perlahan aku turun dari kasur dan mendekati Intan.
Aku duduk memandangnya.

"Abang Dafa ingin menikahimu, Tan. Apa kau tak mau bangun?"

Sejak Dafa mengatakan tentang pernikahan.
Aku jadi teringat obrolan terakhirku dengan Intan sebelum hal menyedihkan ini terjadi. Sekarang hal itu selalu terngiang dipikiranku.

"Apa ini yang kau inginkan Tan?"

***

"Kenapa kau tak setujui saja permintaan Abangmu itu." Ucap Chika setelah aku menceritakan apa yang Dafa katakan kemarin.

"Aku tak tahu kapan Intan akan bangun."

"Karena itulah kau harus membuat mereka menikah secepatnya. Tak mungkin dokter yang merawat Intan sekarang akan bisa terus merawat Intan kan, Fa? Intan membutuhkan Abang Dafa."

"Aku harus bicara dulu dengan Papa."

Ya, aku tak bisa memutuskan ini sendiri.
Aku harus mendiskusikannya dengan orangtuaku.
Tak mungkin aku membelakangkan mereka mengenai hal yang menyangkut hidup Intan seperti ini.

"Chika!" panggilku.

"Ya?"

"Kalau Intan menikah lebih dulu sebelum kau bagaimana?"
tanyaku. "Awww!!!"
Chika membaling boneka bebekku, tepat mengenai kepalaku. Ish dia gila atau apa. Boneka itu kan besar sekali. Kalau tak pegangan aku bisa saja jatuh dari kursi ini.

"Disaat seperti ini kau malah menanyakan hal seperti itu. Dasar sengklek. Apa itu penting sekarang?" Marah Chika.

"Hahah slow aja lah Chik. Kita tak harus serius memanjang dalam duapuluhempat per tujuh kan? Kita juga butuh bercanda Chika oyy. Bahkan Intan juga membutuhkannya." Ucapku sambil tersenyum pada Intan yang masih nyenyak tidur.

"Pantas Intan tak mau bangun. Dia malas kali Fa dengan kesengklekkanmu itu." Ucap Chika lagi.

"Cihhh ngatain aku. Padahal kita ini kan dua kali lima, Chik." Cebikku.

"Dua kali lima?"

"Yes. Dua kali lima sama dengan 'sama saja' paham?"

"Woy dua kali lima sama dengan sepuluh lah sengklek. 'Sama saja' itu bukannya sebelas duasatu ya?"

"Whatever!"

Enaknya ada Chika tuh ya kayak gini. Aku bisa menghilangkan stress. Bisa membuatku sejenak melupakan halhal yang merungsingkanku.

Btw, kalau orang melayu nyebut 'sama saja' memang duakalilima lho. Aku gak becanda.
Buset Syifa keukeuh  banget bahas begituan. Gak penting. Ckckck

***

Saat ini aku, Mama Papa, Ayah Bunda sedang berkumpul membahas apa yang Dafa katakan kemarin. Ups Chika juga ada. Anak itu tak reti pulang. Betah banget disini. *eh

"Ya, sebaiknya nikahkan saja mereka. Bukankah dalam syarat sah nya pernikahan tak harus ada persetujuan calon pengantin wanita." Ucap Ayah.

"Yang berhak memaksa menikahkan seorang anak gadis tanpa persetujuaannya hanya wali mujbirnya saja. Masalahnya Ayah dan Kakek  Intan sudah meninggal sekarang. Ayahnya memang menitipkan Intan padaku. Tapi bukan berarti aku bisa sembarangan menikahkan Intan tanpa persetujuannya." Kata Papa pula.

Nikah Muda (?) √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang