37. Meretas Batas

2.2K 173 15
                                    


"Rasa takut tidak akan pernah berhenti menghantuimu apabila kau memusuhinya."
- Fendrel -

Sudah kesekian kalinya Melody menerima bingkisan dari penduduk Kota Langui

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah kesekian kalinya Melody menerima bingkisan dari penduduk Kota Langui. Anak-anak yang selamat dari penculikan menceritakan tentang dirinya pada orang tua mereka. Sontak banyak warga berhamburan menghampirinya untuk mengucapkan terima kasih dan memberikan hadiah. Akan sangat tidak sopan jika kebaikan mereka ditolak.

Padahal sore itu Melody ingin berjalan-jalan mengelilingi Kota Langui sendirian. Barangkali dia bisa bertemu orang baru untuk ditanyai tentang portal menuju dunia lain—yang bisa mengantarkannya pulang. Namun baru saja tiba di gerbang balai kota, puluhan warga mengepungnya, memberikan banyak bingkisan hingga beberapa penjaga turun tangan untuk membawakannya. Keramaian itu sampai ke telinga Fendrel hingga mau tidak mau Melody harus kembali ke gedung sampai suasana menjadi aman.

Terkadang peri itu mengingatkan Melody pada kakaknya. Sorot mata mengintimidasi mereka nyaris mirip. Seolah-olah apa yang mereka benci di dunia itu harus takluk pada mereka, apapun risikonya.

"Apa Anda butuh bantuan?" tanya salah seorang prajurit yang sedang lenggang di sekitar koridor rumah walikota.

"Tidak perlu," jawab Melody.

"Komandan Fendrel akan memarahi saya kalau tidak membantu Anda membawakan barang-barang itu," kata prajurit itu.

Melody mendongkol. "Kenapa dia peduli dengan urusanku sih?"

"Anda adalah orang penting di pasukan ini."

"Tidak mau!" bantah Melody. Gadis itu berbalik dan segera memasuki aula. Prajurit di belakangnya panik dan mengejarnya. Lagi-lagi Melody merasa tidak nyaman karena prajurit itu selalu mengikutinya. "Berhenti mengikutiku!"

"Maaf, saya hanya menerima perintah dari Komandan."

Melody berbalik sambil berkacak pinggang. Percuma saja kalau mendesaknya. Gadis itu menghela napas panjang sambil mengedikkan bahu. "Baiklah."

Baru saja prajurit itu menerima keranjang bingkisan dari Melody, tiba-tiba terdengar suara ribut dari lantai atas. Beberapa prajurit meneriakkan kata sihir hitam dan Fendrel.

Yang membuat Melody heran adalah semua tatapan prajurit mengarah padanya.

Seorang prajurit berjalan menghampiri Melody. "Sesuatu terjadi pada Tuan Fendrel dan..." dia melirik teman-temannya dengan mimik khawatir bercampur panik, "Anda perlu melihatnya."

Tanpa basa basi Melody berlari ke tempat yang dituju para prajurit. Gadis itu memasuki ruangan demi ruangan yang dipenuhi perabot mewah. Begitu memasuki ruangan yang dipenuhi pelayan, suara jeritan aneh terdengar dari balik pintu kayu yang dicat emas. Itu suara Fendrel yang terdengar... kesakitan.

"Ikat tangannya!" perintah Jenderal Godfrey yang menggema di seisi ruangan.

Begitu Melody tiba di pintu, gadis itu terperangah melihat kekacauan yang terjadi di dalam sana. Fendrel berbaring di atas meja. Kedua tangan dan kakinya diikat sehingga peri itu tidak bisa bergerak. Matanya yang biru berubah menjadi semerah darah. Kukunya pun berubah tajam seperti cakar kucing. Tingkah lakunya yang aneh membuat Melody yakin kalau peri itu sedang kerasukan sesuatu.

The Last Children of Moon (#1 Moon Series) ✔ [REPUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang