Melody, aku ingin kita berkumpul dengan keluarga baru tanpa berada di tempat itu.
Langkah kaki kecil seiring napas yang terengah-engah mengisi lorong panjang istana Paradia yang sepi. Ujung gaun krem selembut sutra menyapu lantai marmer yang mengkilap dan memantulkan pemandangan pilar dan atap megah bertempelkan mutiara. Langkah demi langkah dengan segenap kekesalan yang terhimpun dalam pikiran mengantarkan Sang Putri pada ruang singgasana istana yang menghamparkan permadani merah. Sang Pangeran dan kelima Erzalore yang berdiri di dekat lukisan para moyang langsung menoleh ke arah suara langkah kaki yang sedang mendekat.Melody berdiri di sana dan menatap kakaknya dengan jengkel. Matanya yang setengah bengkak nyaris membuyarkan pikiran Phillippe yang dipenuhi ratusan bab hukum kerajaan. Phillippe tahu dia melakukan sesuatu yang menyesakkan, tapi dia tidak menyangka adiknya berhasil menemukannya di sini.
"Kenapa kakak menutup rumah lama kita!?" Jeritan Melody bersama tangisan dalam hatinya belum juga reda. Setibanya di Freltalida, Melody mengira dia akan mengunjungi rumah lamanya untuk beristirahat. Namun baru saja tinggal satu minggu di sana, kakaknya mengumumkan akan menutup rumah itu dan pindah ke bagian gedung lain. Itu gila. Kenangan para kesatria bintang sebelumnya hanya akan dijadikan tempat bersejarah dan tak terurus.
"Melody, aku sedang berbicara—"
"Aku tidak butuh rumah baru! Aku ingin tinggal di rumah lamaku!"
Phillippe menoleh pada kelima Erzalore dan menunduk meminta maaf. Kelima penjaga pusaka itu mengangguk—mengizinkan Sang Pangeran meninggalkan diskusi pentingnya.
Dengan langkah terburu-buru, Phillippe menarik Melody ke sudut ruangan. Biasanya cengkramannya membuat gadis itu diam, tapi kali ini Melody berani menolaknya. "Melody, aku menutup tempat itu hanya untuk sementara."
"Bohong! Kakak hanya ingin mengurungku lagi."
"Ini demi keselamatanmu. Lagipula, rumah lama tidak bisa menampung anggota keluarga yang baru."
"Tapi kak—"
Phillippe menggenggam kedua tangan Melody. Permata safirnya yang meredup membuat gadis itu terdiam membisu. "Kumohon, Melody! Sesuatu yang buruk kembali melukai jiwaku bila berada di tempat itu. Hari-hari yang kulewati bersama mereka, kenangan yang tertinggal disana. Aku tidak bisa menahannya sendirian. Jika saja aku tidak memiliki dirimu, entah apa yang akan kulakukan. Aku mungkin tidak akan memiliki tujuan, tenggelam dalam kesedihan dan keputusasaan." Permata hazel Melody berkaca-kaca. Bulir air matanya menetes sampai Phillippe menghapusnya. "Karena itu, aku ingin berkumpul dengan keluarga baruku tanpa berada di tempat itu. Aku tidak ingin menggunakan rumah paman, bibi Hana maupun yang lainnya untuk mereka. Tempat itu adalah kenangan yang berharga untukku. Untuk saat ini, aku akan menjaga rumah itu."
"Kak. Kenapa kakak baru menceritakannya sekarang? Apa selama ini kakak menderita di rumah itu?"
"Sudah tidak apa-apa. Karena itu, aku memberikan rumah baru untukmu. Kau memiliki Anders, Lydia, Ryuu dan Fendrel di sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Children of Moon (#1 Moon Series) ✔ [REPUBLISH]
Fantasy[TELAH TERBIT | High Fantasy Romance] REPUBLISH Karya ini dilindungi oleh UU Hak Cipta No.28 Tahun 2014 Nominasi Best Fantasy Story dari @PejuangKata Bertahun-tahun setelah kabar duka melanda Freltalida, Melody ditinggalkan di sebuah desa terpencil...