9. hurt

78.7K 4.5K 345
                                    


Begitu tajam dan menusuk. 'Apa Mbak Niken membenciku?' tanya Nadia dalam hati. Sebenarnya, Nadia tidak mempunyai maksud buruk. Meskipun ia menjadi istri muda, ia sama sekali tidak ingin menguasai Farhan seutuhnya. Nadia tidak berniat sedikit pun merebut Farhan dari Niken. Ia mau menjadi istri kedua Farhan, karena ia berpikir mereka bertiga akan mampu membangun keluarga yang harmonis. Namun, ternyata pemikirannya salah. Dan srkarang, Nadia tidak mungkin meminta cerai mendadak pada Farhan, karena pasti Nikenlah yang akan disalahkan oleh Farhan.
Farhan pernah bercerita pada Nadia, Farhan pernah menanyakan pada Niken, apakah rela dimadu atau diceraikan. Dan Niken memilih untuk bertahan.

***

Usai menjemput Naura dan Aira yang kebetulan pulang di jam yang sama, Niken kembali ke warung bersama mereka.

"Eh ada Tante Nadia. Halo, Tante ...," sapa Aira begitu masuk ke warung.

"Halo juga, Aira ...."

"Tante kerja di sini? Yeeeyyyy, berarti kita akan sering ketemu dong, Tante!" sorak Aira polos.

"Iya, Sayang," jawab Nadia tanpa maksud berbohong pada Aira. Ia hanya mencoba memahami keadaan di mana anak-anak Farhan yang memang belum tahu statusnya.

***

"Kok tante itu ada di sini, Ma?" tanya Naura yang sengaja mengikuti Niken ke dapur.

"Iya, tante mau ikutan ngurus warung."

"Ngurus warung?"

"Ehm, maksud mama kerja di sini."

"Ohhh. Tapi, Ma!"

"Kenapa?"

"Beneran tante itu nggak ada hubungan apa-apa sama ayah?"

Niken tersenyum. "Kamu tanya aja ya ke ayah ...."

"Ok. Nanti Naura akan tanya ke ayah. Tapi jujur, nggak tahu kenapa Naura nggak suka sama tante itu, Ma. Kenapa, ya?"

"Nggak boleh begitu, ah. Jangan suka suuzan sama orang!" meskipun Niken juga tidak menyukai Nadia, tetapi Niken berusaha agar anaknya tidak ikut masuk ke dalam masalahnya.

Sibuk di dapur, Niken dan Naura tidak tahu jika Farhan sudah berada di depan bersama Aira dan Nadia.
Naura menghampiri ayahnya.

"Lho,Ayah udah lama di sini?" tanya Naura.

"Em ... lumayan ...," jawab Farhan sambil melihat jam tangan di pergelangan tangannya.

"Kok nggak nyamperin mama? Malah sibuk sama tantenya?!" protes Naura.

"Eh, kan ini nemenin Aira ...," jawab Farhan gugup.

"Oh ... pulang yuk, Yah. Udah sore!" ajak Naura.

"Aku masih betah, Kak, main sama tante ini ...," tolak Aira. Nadia tersenyum, begitu juga dengan Farhan. Ia senang melihat interaksi antara Aira dan Nadia.

"Besok bisa main lagi, Sayang ...," bujuk Nadia.

"Iya, benar kata Tante Nadia." Farhan ikut menimpali.

Niken memperhatikan mereka, mencoba untuk tegar di depan karyawannya.

"Ayo, Ra, kita pulang!" Niken muncul mengajak Naura untuk pulang.

"Nggak sama ayah, Ma? Biar motornya nanti dianterin sama masnya."

"Ayah mau antar Tante Nadia dulu," jawab Farhan.

"Penting ya, Yah? Kan bisa naik taksi, ojek online juga bisa!"

"Udah sore, Sayang ...."

"Ya emang udah sore, harusnya Ayah pulang sama Naura, Aira sama mama. Bukannya mama disuruh naik motor, Ayah malah nganterin tante itu yang cuma temen Ayah!" Dari awal Naura memang tidak menyukai Nadia. Apalagi Naura merasa kalau ada sesuatu antara ayahnya dan juga wanita yang katanya teman ayahnya itu.

"Nggak sopan, Ra ... udah ayo Naura pulang sama mama. Biar Aira ikut ayah." Niken menengahi. Sementara Nadia hanya bisa menunduk karena merasa tidak enak.

Sambil menghentakkan kakinya, Naura mengikuti Niken untuk pulang bersamanya.

***

"Maafkan sikap Naura tadi, ya ...," ucap Farhan dalam perjalanan mengantar Nadia pulang. Aira sudah tertidur di jok belakang.

"Nggak apa-apa, Mas. Harusnya aku yang minta maaf, karena aku Mas jadi sedikit ada masalah dengan Naura."

"Nggak. Dia memang anaknya seperti itu."

"Nanti Mas langsung pulang saja, biar Naura nggak ngambek."

"Jadi maksud kamu, kamu ngusir suami kamu?"

"Bukan begitu maksud aku, Mas ...."

"Iya-iya ... aku tahu, kok."

Sebenarnya Nadia juga tidak ingin terlihat sebagai pemain antagonis. Hanya saja, Nadia sama sekali tidak memiliki keberanian hanya untuk sekadar menolak keinginan Farhan. Itu juga yang membuat Farhan makin menyayangi Nadia. Karena Nadia tidak pernah membantahnya.

***

"Kenapa sikap kamu tadi begitu, Sayang?" tanya Niken pada Naura begitu sampai di rumah.

"Nggak tahu kenapa, Naura nggak suka sama tante itu, Ma ...."

"Kenapa?"

"Ya nggak tahu kenapa, Ma. Tante itu msmang cantik, kelihatannya baik. Tapi hati aku nggak suka sama tante itu."

"Jangan diulangi lagi ya, nanti dikira mama yang nggak ajarin kamu sopan santun. Boleh kita nggak suka sama orang, tapi nggak begitu juga."

"Iya, Ma, maafin Naura, ya ...," ucap Naura kemudian memeluk wanita yang paling disayanginya itu.

Suara mobil Farhan terdengar. Niken ke depan untuk membukakan pintu. Farhan masuk dengan Aira dalam gendongannya.

"Di mana Naura?" tanya Farhan.

"Lagi mandi, Mas," jawab Niken. Farhan melenggang begitu saja meninggalkan Niken menuju kamar Aira.
Begitu masuk ke dalam, Naura tampak sedang menyisir rambutnya. Farhan membaringkan Aira di ranjang.

"Naura. Ayah ingin bicara " ucap Farhan saat melihat Naura menurunkan handle pintu.

"Ada apa, Yah?" jawab Naura dengan malas.

"Ayah tidak suka sikap kamu seperti tadi."

"Kenapa sih Ayah berlebihan banget?!"

"Apanya yang berlebihan?"

"Tante itu cuma temen Ayah, tapi kenapa Ayah harus sangat peduli padanya. Sementara ada istri Ayah, ada mama yang seharusnya lebih Ayah perhatikan!" nada Naura mulai meninggi.

"Kamu berani membentak Ayah?!" Farhan pun ikut emosi mendengar nada bicara Naura.

"Naura nggak bermaksud membentak Ayah. Naura hanya nggak rela karena Ayah lebih perhatian pada wanita lain dibanding sama mama." Air mata Naura mulai menetes. "Padahal dia cuma teman Ayah, nggak seharusnya Ayah seperti itu."

"Nadia memang teman ayah. Ayah menyayanginya, Ayah mencintainya. Dia teman hidup Ayah. Dia juga istri Ayah!"

Naura mendongak, matanya membelalak ke arah Farhan. Ia tidak percaya pada apa yang didengarnya.

TBC.

****

📝17.12.17
📝21.10.18
Repost, 07.09.23

Luka Hati Seorang IstriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang