20. IRI

65.3K 4.9K 424
                                    


Semenjak hari itu, Niken memilih untuk mengalah. Kembali meredam egonya, memberi kesempatan lagi untuk Farhan. Meskipun sikapnya pada Nadia masih tetap sama. Entah mengapa, Niken tak bisa untuk menutupi perasaannya kepada Nadia. Bukan membenci atau dendam, tapi lebih ke rasa sakit hati. Sakit hati ketika membayangkan suaminya dan Nadia tidur bersama. Bahkan tinggal menghitung hari Nadia akan melahirkan.

Melihat perhatian Farhan kepada Nadia juga cukup membuat iri dalam hatinya. Memang harusnya dia bisa lebih berbesar hati, dan lebih belajar untuk ikhlas. Tapi sulit. Sangat sulit. Meskipun sudah sering ia mencobanya.
Seperti saat ini, Niken baru saja pulang. Lelah begitu menderanya. Begitu ia masuk ke rumah, ia mendapati Farhan sedang memijit betis Nadia. Hal itu membuat Niken ingat saat dirinya sedang hamil Naura. Saat itu, Farhan juga sering memijitnya. Namun hanya saat hamil Naura Farhan melakukan itu. Saat kehamilan Aira, Farhan benar-benar sama sekali tidak ada perhatian terhadap Niken. Bahkan pernah Niken mengalami kontraksi palsu, tapi Farhan tidak mau mengantarnya ke Puskesmas. Pekerjaan menjadi alasannya. Memang saat itu keadaan ekonomi mereka, membuat mereka hanya mampu mengecek kandungannya di Puskesmas yang lebih terjangkau. Akhirnya Niken pergi sendiri ke Puskesmas bersama tukang becak yang kebetulan lewat di depan kos mereka.

"Baru pulang?" tanya Farhan saat Niken berjalan di hadapannya. Niken berhenti kemudian mengangguk.

"Di mana anak-anak?" tanya Niken. Hari ini memang Farhan yang menjemput mereka. Karena Niken harus menyelesaikan pembukuan warung. Mereka memang sangat disiplin dengan itu. Farhan dan Niken memisahkan antara uang pribadi mereka, dan uang yang dipakai untuk kebutuhan warung-warung mereka. Itulah yang membuat usaha mereka dapat berkembang dengan pesat.

"Ada di kamar mereka," jawab Farhan.

"Aku ke kamar dulu," pamit Niken yang lebih ditujukkan kepada Farhan.

Setelah Niken masuk ke kamar, "Aku ke Niken dulu, ya ...."

"Iya, Mas ...."

Farhan memang sedang berusaha untuk berubah. Terutama merubah sikapnya kepada Niken.

***

Farhan masuk ke kamar saat Niken sedang duduk di tepi ranjang sambil memijit-mijit tengkuknya.

"Capek banget kayaknya."

"Hhhhhh," Niken mengembuskan napasnya kasar. "Iya."

"Mau aku pijitin?" tawar Farhan.

"Nggak usah!" tolak Niken.

"Kenapa?"

"Aku nggak mau ketergantungan sama kamu."

"Maksud kamu?"

"Nggak bermaksud apa-apa. Udah jangan dipikirkan. Aku mau mandi." Tanpa menunggu Farhan menjawab, Niken masuk ke kamar mandi.

***

Pukul sembilan malam, Niken masuk ke dapur. Tenggorokannya kering setelah menemani kedua anaknya belajar. Ada Farhan di sana.

"Buat minum, Mas?" tanya Niken.

"Ini, lagi buat susu buat Nadia."

"Ohh. Perhatian banget kayaknya."

"Kamu mau juga aku buatin susu?"

"Nggak usah aku bisa bikin sendiri. Kamu bisa seperhatian itu. Apa jika aku hamil Mas bisa begitu terhadapku?"

"Kamu mau hamil lagi?"

"Nggak. Aku cuma nanya."

"Iya. Aku akan seperti ini juga kalo kamu hamil."

"Baguslah. Semoga pengalaman buruk saat aku hamil Aira, tidak akan pernah terulang lagi." Kemudian Niken meninggalkan Farhan di dapur.

Farhan menghela napas dalam. Sangat sulit mencairkan sikap dingin Niken.

TBC.

***

📝09.02.18
Repost, 29.10.18
Repost, 16.09.23

Luka Hati Seorang IstriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang