"Mas, Naura sudah Mas kasih kabar?" tanya Niken begitu Farhan masuk ke ruangan Niken.
"Sudah, nanti Naura sama Aira akan ke sini. Ibu juga sudah aku beritahu. Kamu sudah makan?"
"Belum, Mas. Belum lapar."
"Kamu harus makan sekarang. Kamu abis ngeluarin banyak tenaga. Anak kita juga butuh ASI, kan?!" bujuk Farhan.
"Iya ... tapi ...."
"Atau mau aku suapin?"
"Nggak perlu."
"Ya udah, makan ya."
"Iya. Aku makan. Mas nggak pulang?"
"Aku mau memastikan dulu kamu memakan sarapanmu. Setelah itu, aku akan ke ruangan Nadia."
"Nadia? Kenapa Nadia? Kemarin aku dengar kondisinya sudah membaik?" tanya Niken terkejut.
"Tadi aku bertemu ibu. Nadia merasa kesakitan lagi. Dan kata dokter, sel kankernya menyebar lagi."
Niken menutup mulutnya dengan tangannya. Ia tidak percaya, baru saja ia mendengar kabar baik tentang Nadia beberapa hari lalu. Ia malah berharap Nadia dapat merawat dan membesarkan Tasya dengan maksimal. Namun, sekarang ia malah mendapat kabar buruk.
"Lalu kenapa Mas di sini? Mas buruan ke sana. Berilah support untuk Nadia. Mas suaminya." Niken kesal karena di saat genting seperti ini, Farhan malah menunjukkan sikap manis padanya. Bukannya bergegas menemani Nadia yang kini menjadi istri satu-satunya.
"Iya, aku akan ke sana. Maafkan aku, bukannya aku tidak perhatian padamu. Tapi--"
"Mas, aku sudah cukup berterima kasih padamu karena Mas mau menemaniku dan memberi support padaku. Sekarang aku sudah tidak apa-apa. Temani Nadia. Mas bisa menemui anak kita lagi nanti."
"Baiklah. Aku akan ke ruangan Nadia."
***
"Mas ... mungkin ini sudah saatnya aku pergi," lirih Nadia. Begitu keluar dari ruangan Niken, Farhan langsung bergegas untuk ke ruangan Nadia. Sesampainya di ruangan Nadia, ia langsung duduk di kursi di samping ranjang Nadia.
"Apa yang kamu ucapkan?"
"Aku makin parah, Mas," ucap Nadia putus asa.
"Kita akan berusaha lagi, agar kamu sembuh," ucap Farhan memberi istrinya semangat.
Nadia menggeleng. "Aku titip Tasya ya, Mas. Maafkan aku selama ini aku hanya bisa menyusahkan Mas. Maafkan aku yang sudah menjadi duri dalam rumah tangga Mas dan Mbak Niken. Aku sudah menghabiskan tabungan Mas."
"Kamu bicara apa?"
"Tolong sampaikan maafku pada Mbak Niken dan Naura juga Aira ya, Mas. Maafkan aku sudah merebut kebahagiaan mereka. Sampaikan terima kasihku juga untuk Mbak Niken. Mbak Niken sudah sangat baik padaku. Sudah menyayangi Tasya, bahkan sudah membantu pengobatanku."
Farhan tidak mampu mengeluarkan suara, hanya air matanya yang mampu menunjukkan apa yang dirasakannya saat ini.
"Maafkan aku, Mas. Aku belum bisa menjadi istri yang baik seperti Mbak Niken. Aku--"
"Kamu jangan banyak berpikir dulu. Bagaimana kamu bisa sembuh jika seperti ini?"
"Aku tidak akan sembuh, Mas ...." Nadia tergugu.
"Pikirkan Tasya, pikirkan aku, pikirkan ibu kamu, adik-adik kamu. Apa kamu mau mereka bersedih?"
"Tapi aku sudah tidak kuat Mas. Sakit."
"Iya, aku tahu. Meskipun aku tidak paham bagaimana rasanya. Tapi dokter juga sedang mengusahakan kesembuhanmu. Berjuanglah. Berjuanglah untuk kami."
***
Sekeras apa pun manusia berusaha, semuanya akan kembali pada ketetapanNya. Seperti Nadia, meskipun Farhan sudah berusaha untuk menyembuhkan penyakitnya melalui dokter, Tuhan lebih sayang padanya. Nadia pergi. Nadia telah kembali pada penciptanya.
Tidak ada yang tidak bersedih. Niken pun yang masih berada di rumah sakit ikut bersedih. Ia sudah membayangkan Farhan dan Nadia akan hidup bahagia bersama Tasya putri mereka. Namun, kenyataan berkata lain.
Nadia dimakamkan di kampung halamannya. Entah mendengar dari mana, warga di kampung Nadia sudah tahu status Nadia. Banyak dari mereka yang berdesas desus membicarakan Nadia. Apalagi saat ini kasus pelakor sedang marak. Meskipun dalam kasus ini, Nadia tidak terlalu bersalah, kaum ibu tetap saja menyalahkan Nadia yang kenapa mau menjadi istri kedua. Dan mereka banyak yang berkata apa yang Nadia alami adalah karma dari perbuatannya.
Seperti itulah, sanksi sosial akan selalu berbicara ketika kita berbuat hal yang tidak sesuai dengan pandangan umum masyarakat.
Tadinya ibu Nadia meminta kepada Farhan agar Tasya tinggal dengannya. Namun, Farhan menolak. "Tasya juga anakku, Bu. Aku akan selalu menyayanginya. Pintu rumahku juga selalu terbuka kapan pun ibu mau datang berkunjung."
"Terima kasih, Nak Farhan. Ibu titip Tasya, ya ...."
"Iya, Bu ...."
***
Tbc.
***
📝28.02.18
Repost, 22.11.18
Repost, 10.10.23Yang belum follow, jangan lupa follow. Insya Allah, tahun depan, aku akan mulai aktif lagi di Wattpad dengan cerita baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Hati Seorang Istri
ChickLitSaat pertama kau melukai, aku masih bertahan. Saat kedua kalinya, aku pun masih demikian. Namun, ketika bertubi-tubi kamu melakukannya, aku memilih untuk pergi. -Niken-