46

37.7K 2.5K 140
                                    

"Kami dari rumah Omah, Ma. Abis memakamkan Papa." Ucapan polos dari bibir Aira sukses membuat Niken melebarkan matanya. Bocah sembilan tahun itu, tidak tahu jika sang mama belum mengetahui apa yang terjadi pada pria yang dipanggilnya papa.

"Maksud kamu?!" Niken meminta penjelasan. Ditatapnya satu per satu keluarga dan saudaranya.

Melihat respons sang mama membuat Aira sedikit takut. Perlahan, ia turun dari ranjang Niken dan menghampiri ayahnya.

"Ada apa sebenarnya? Apa yang terjadi dengan Mas Indra?" tanya Niken.

Semua masih diam. Tidak tahu harus menjawab apa.

"Kenapa kalian semua diam? Naura, apa maksud ucapan Aira, Sayang?" Niken berharap bisa mendapat jawaban dari putri sulungnya.

Naura menghela napas sebelum akhirnya ia mengatakan apa yang terjadi dengan ayah sambungnya. "Apa yang Aira ucapkan benar, Ma. Akibat kecelakaan itu, nyawa Papa nggak tertolong."

Ucapan Naura sontak membuat Niken membeku. Ia tidak percaya apa yang diucapkan putrinya.

"Jangan berbohong, Ra...."

"Naura nggak bohong, Ma."

Niken menangis tergugu. Naura dan sepupunya memeluk wanita yang tengah rapuh itu.

"Mama harus ikhlas, Ma. Papa orang baik. Allah sayang sama Papa."

"Kenapa nasib kita seperti ini, Ra? Kenapa di saat Mama sudah menemukan cinta mama, Mama harus kehilangan?"

Mendengar kalimat yang keluar dari mulut sang mama, membuat Naura ikut menangis.

"Berarti jodoh Mama sama Papa cuma sampai sini, Ma. Mama harus ikhlas. Mama harus kuat."

Sudah terbiasa dengan kehadiran Indra, membuat Niken ragu. Sanggupkah ia menjalani kehidupannya seperti saat sebelum menikah dengan pria itu? Perlakuan dan perhatian Indra, membuat wanita itu terbiasa diperhatikan. Tidak seperti saat bersama Farhan, semuanya serba sendiri.

***

Setelah pulih, Niken mengunjungi makam Indra ditemani Naura. Di atas gundukan tanah, Niken menangis dalam diam. Ia tidak menyangka, kebahagiaannya berakhir begitu cepat.

Pulangnya, Niken mengunjungi rumah mertuanya, orang tua Indra. Ia mengucapkan terima kasih juga maaf kepada mertuanya itu. Hal yang sama juga dilakukan orang tua Indra kepada Niken.

***

Satu minggu berlalu. Dira masih suka mencari-cari Indra. Akhirnya, Niken kembali membiarkan Farhan untuk bertamu ke rumahnya, agar Dira bisa terhibur. Farhan sebenarnya tidak enak, kalau bisa, ia lebih memilih mengajak Dira keluar. Namun, Dira yang menolaknya dengan menangis. Entah mengapa, balita itu lebih betah di rumah sekarang.

Malamnya, saat Aira dan Dira sudah tidur, Naura mengajak ayah dan mamanya untuk bicara.

"Yah, Ma, Naura ingin bicara."

"Ada apa, Ra?" tanya Farhan.

"Di ruang tamu aja, yuk!"

Niken dan Farhan menuruti putrinya.

Setelah berada di ruang tamu, Naura mengeluarkan ponselnya.

"Mama sama Ayah bawa hape, kan?"

Farhan mengangguk.

"Hape Mama ada di kamar. Apa harus pakai hape?" tanya Niken.

"Iya, Ma."

"Oke, sebentar Mama ambil." Niken mengambil ponsel di kamarnya.

Luka Hati Seorang IstriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang