"Apa?! Jadi ... jadi Ayah mengkhianati mama? Naura benci Ayah! NAURA BENCI AYAH!" teriak Naura kemudian berlari ke kamar mandi dan membanting pintu, lalu menguncinya dari dalam.
"Kamu nggak boleh seperti ini Naura! Kamu harus dengar penjelasan ayah!" Farhan mencoba menggedor pintu, namun Naura tetap tak memberi respon apa pun. Aira yang sedang tidur, terbangun mendengar keributan.
"Ayah? Ada apa? Kok Aira dengar ada yang berisik?" tanya Aira sambil mengucek matanya.
"Nggak ada apa-apa, Sayang. Sudah, Aira tidur lagi ya ...."
"Aira mau ganti baju, mama di mana, Yah?"
"Ada di dapur tadi, Sayang." Aira keluar dari kamarnya mencari keberadaan Niken.
Niken yang sedari tadi mendengar pertengkaran Farhan dan Naura, langsung berlari menuju dapur sebelum Farhan tahu jika Niken mendengar semuanya.
"Ma ... Mama ...," panggil Aira.
"Iya, Sayang?"
"Aira mau ganti baju."
"Sini, mama lap dulu ya biar nggak bau asem."
"Iya, Ma ...."
***
Setelah menunggu Naura tak kunjung keluar, Farhan memilih untuk keluar. Di ruang tengah, Farhan melihat Niken sedang menyuapi Aira sambil menonton televisi.
"Mana Naura, Mas?" tanya Niken pura-pura tidak tahu bahwa suami dan anaknya telah bertengkar hebat.
"Di kamar mandi tadi. Ini gara-gara kamu!" ucap Farhan tajam.
"Gara-gara aku? Memangnya ada apa?"
"Harusnya kita memeberitahunya tentang Nadia sejak awal."
"Oh ... Nadia. Bisa kita bahas nanti, setelah Aira tidur?"
"Ck." Pertanyaan Niken hanya dijawab Farhan dengan decakan. Setelah itu, Farhan meninggalkan Niken ke kamarnya.
"Udah kenyang, Ma," ucap Aira yang membuat Niken tersadar dari lamunannya saat memperhatikan punggung suaminya berjalan ke arah kamar.
"Sudah kenyang?"
"Iya, Aira ngantuk lagi."
"Ya sudah, Aira ke kamar. Mama naruh piring dulu ke dapur. Nanti mama nyusul."
"Ok, Ma," jawab Aira kemudian berlari ke kamarnya.
Setelah menaruh piring dan gelas kotor di cucian piring, Niken menyusul Aira. Tidak menemukan Naura di sana. Niken memperhartikan pintu kamar mandi yang tertutup. Niken menyesalkan kenapa Naura harus tahu semuanya, kenapa Naura harus ikut diterjunkan ke kubangan masalah rumah tangganya.
Niken ikut merebahkan diri di samping Aira. Sambil mengusap-usap kepalanya, juga menepuk-nepuk pelan pantat Aira agar putri bungsunya itu dapat cepat tertidur. Setelah sebelumnya melafazkan doa sebelum tidur.
Tak lama, Aira sudah kembali ke alam mimpinya.Niken memastikan pintu kamar Naura telah tertutup rapat, kemudian menguncinya. Lalu Niken menghampiri kamar mandi dan mengetuk pintunya.
Tok tok tok ....
"Sayang, Naura ... ini mama Nak, keluar, ya!" Mendengar itu Naura langsung membuka pintu. Setelah pintu terbuka, Naura langsung menubruk tubuh mamanya."Mama, ayo kita pergi saja dari sini, Ma. Ayah udah jahat sama kita. Ayah udah jahat sama Mama ...," ucap Naura dibarengi dengan isakannya.
"Ssssstttt, Naura nggak boleh ngomong gitu." Mau tidak mau air mata Niken pun ikut membanjiri Pipinya.
"Apa Mama udah tahu kalau ayah menikahi wanita itu?" hanya anggukan pelan yang Niken berikan sebagai jawabannya. "Kenapa Mama mau? Kenapa Mama juga nggak bilang ke Naura?"
"Sayang ... kamu tidak perlu ikut memikirkan masalah itu. Yang penting, ayah masih sayang sama kalian. Masih sayang sama Naura, sama Aira."
"Tapi bagaimana dengan perasaan Mama?"
"Sayang, mama nggak apa-apa. Sekarang tugas kamu adalah membuat mama dan ayah bangga. Kamu nggak perlu memikirkan hal yang tidak penting, yang hanya akan mengganggu sekolah kamu."
"Naura nggak rela Mama disakitin. Dari zaman kita susah, ayah udah sering nyakitin Mama. Mama masih saja bertahan, tapi kenapa sekarang di saat seharusnya kita udah bahagia, ayah justru menikahi wanita lain?" Niken meregangkan pelukannya. Kemudian menghapus air mata Naura dengan ibu jarinya.
"Sayang, Naura tahu kan, kalau ayah memang seperti itu? Jadi tidak perlu diambil hati. Masalah Tante Nadia, biar itu menjadi urusan mereka. Yang penting, kita tetap bahagia, kan. Jangan karena masalah ini, Naura jadi jauh sama ayah. Justru Naura harus tunjukkan ke ayah, bagaimana pun ayah, Naura tetap sayang sama ayah."
"Apa Mama bahagia?"
"Buat mama, kebahagiaan mama adalah ketika kalian, anak-anak mama bahagia. Jadi sudah ya, mulailah masa bodoh dengan apa yang bukan menjadi urusan kita. Mama nggak mau, anak mama dewasa sebelum waktunya."
"Naura sayang Mama," ucap Naura kemudian memeluk mamanya lagi dengan erat.
"Mama juga saaaaayaaaang banget sama Naura." Niken pun membalas pelukan Naura tak kalah erat.
***
"Ini salah kamu!" todong Farhan begitu Niken memasuki kamar.
"Salahku, Mas?" tanya Niken.
"Iya, harusnya sejak awal kamu mengenalkan Nadia pada anak-anak!"
"Aku hanya tidak ingin menyakiti anak-anak, Mas."
"Menyakiti anak-anak? Mereka tidak akan merasa tersakiti kalau kamu menjelaskannya pelan-pelan, tanpa kamu harus menjelek-jelekan aku ataupun Nadia!"
"Maksud Mas, aku menjelekan Mas pada anak-anak?"
"Bisa jadi, kalau tidak bagaimana mungkin Naura akan seberani itu padaku."
"Mas, Naura bukan anak kecil lagi yang hanya bisa menangis saat melihat orang tuanya bertengkar!"
"Apa tadi kita bertengkar? Kita baik-baik saja."
"Harusnya Mas tidak perlu terlalu menunjukkan perhatian Mas pada Nadia di depan anak-anak!"
"Tapi dia istriku!"
"Apa Mas lupa, kalau aku juga istri Mas?"
"Aku lelah mengadapimu!" Setelah mengucapkan itu Farhan menghempaskan tubuhnya ke ranjang.
Niken hanya bisa menghela napasnya, sudah terbiasa bagi Niken menghadapi sifat dan sikap Farhan.TBC.
📝24.12.17
Repost, 23.10.18
Repost, 08.09.23
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Hati Seorang Istri
Genç Kız EdebiyatıSaat pertama kau melukai, aku masih bertahan. Saat kedua kalinya, aku pun masih demikian. Namun, ketika bertubi-tubi kamu melakukannya, aku memilih untuk pergi. -Niken-