Pukul 7 malam, Niken sudah kembali ke rumahnya. Ia mempersilakan Indra masuk.
"Kok sepi?" tanya Indra saat tidak mendengar apalagi melihat penghuni rumah satu pun.
"Mungkin anak-anak belum pulang."
"Duduk dulu, aku minta tolong si Mbak untuk buatkan minum," ucap Niken kemudian mendorong kursi rodanya ke dalam. Indra menurut.
Saat Indra sedang menunggu Niken, terdengar suara mobil berhenti di depan rumah. Kemudian terdengar riuh suara anak-anak Niken. Tidak lama, mereka sudah terlihat di ambang pintu. Munculah Farhan dengan menggendong Dira, Naura menggendong Tasya, dan Aira yang berjalan sendiri.
"Eh, ada Om Indra. Mama mana, Om?"
"Mama sedang di dalam."
"Oh ... Naura masuk dulu, Om." Naura masuk, disusul oleh Aira. Sedangkan Farhan berada paling belakang agak jauh dari Naura dan Aira.
"Anda sudah menjadi mantan. Harusnya Anda jangan terlalu sering datang ke sini. Kasihan Niken kalau sampai digunjingkan tetangga. Saya rasa Anda sudah bosan bukan, menyakiti mantan istri Anda?"
Farhan menghentikan langkahnya mendengar kalimat menusuk yang diucapkan oleh Indra.
"Apa hak Anda mengatur saya? Saya datang ke sini untuk anak-anak."
"Saya akan menikahi Niken. Jangan jadikan anak-anak sebagai alasan. Saya tahu masa lalu rumah tangga kalian. Saya juga tahu bagaimana keadaan Anda sekarang. Jadi, jangan peralat Niken untuk memenuhi masalah finansial Anda," cerca Indra.
"Maaf, jika Anda tidak menyukai kehadiran saya. Saya sama sekali tidak menjadikan anak-anak sebagai alasan. Tidak juga sedang memperalat Niken. Jika Anda ingin menikahi Niken, silakan. Tetapi Anda tidak punya hak mengatur saya untuk bertemu anak-anak. Tadinya saya simpati kepada Anda, tapi melihat sikap Anda yang seperti ini, membuat pandangan saya terhadap Anda berubah. Saya permisi." Usai mengucapkan itu, Farhan melanjutkan langkahnya untuk bergabung bersama ketiga putrinya.
Niken berada di kamar Naura saat Farhan masuk ke kamar Naura. Niken sedang menyapa Tasya karena sudah beberapa hari Niken tidak bertemu dengan Tasya.
"Temui temanmu, Ken. Dia sudah menunggu," ucap Farhan.
"Aku masih kangen sama Tasya, Mas ...."
"Kamu temenin dia dulu, kami menunggu di sini."
"Baiklah, jangan bawa Tasya pulang dulu, ya!"
"Iya."
Akhirnya Niken memutuskan untuk menemui Indra.
"Maaf menunggu lama."
"Abis ngapain aja kamu?" tanya Indra dengan nada tidak suka.
"Abis nemuin Tasya. Lama nggak ketemu dia."
"Tasya? Anak mantan suami kamu sama madu kamu?" Niken mengangguk. "Aku heran sama kamu, mereka udah jelas-jelas menyakiti kamu, kamu masih saja bersikap baik sama mereka. Bagaimana mereka nggak ngelunjak?!"
"Maksud kamu apa?"
"Ken, Tasya itu anak dari wanita yang sudah merebut suami kamu. Wanita yang sudah menyakiti kamu. Nggak usah lah, kamu harus ikut ngasuh dia."
"Ndra! Apa pun yang terjadi, Tasya nggak salah. Dia nggak tahu apa-apa."
"Pernah nggak kamu berpikir, coba saja madu kamu masih hidup, kamu masih jadi istri pria itu, pria itu masih punya banyak uang, apa pria itu akan sebaik sekarang? Pria itu bersikap baik sama kamu, karena dia udah nggak punya apa-apa. Makanya dia baikin kamu," ucap Indra dengan menggebu-gebu karena rasa cemburunya.
"Dari mana kamu dapat kesimpulan seperti itu?"
"Karena aku juga seorang pria."
"Berarti aku bisa ambil kesimpulan, kalau sifat kamu sama seperti mantan suamiku. Lalu, haruskah aku masuk ke dalam lubang yang sama?"
Indra terpernjat. "Bukan itu maksud aku. Sifatku jelas berbeda dari pria itu. Aku tidak akan pernah menyakiti kamu, apalagi sampai menduakan kamu jika kamu menerimaku."
"Ndra ... sudah malam. Mungkin lebih baik kamu pulang."
"Kamu ngusir aku?"
"Aku tidak mengusir kamu."
"Baiklah, aku akan pulang. Tapi kamu juga harus suruh pria itu pulang. Jangan karena alasan anak-anak, dia bebas bertamu ke rumah kamu." Niken mulai tidak menyukai sikap Indra.
Dengan berat hati, akhirnya Indra meninggalkan rumah niken.
Setelah Indra pergi, Niken menemui anak-anaknya yang masih berada di kamar Naura.
"Mama ... Mama ... Taca mau endong Mama," pinta Tasya dengan suara cadelnya, tangannya menggapai-gapai ke arah Niken.
"Sayang ... mama lagi sakit, mama nggak bisa gendong Tasya. Tasya sama ayah dulu, ya ...," bujuk Farhan.
"Ga mau ... Taca maunya ma Mama ...," rengek Tasya.
"Ya udah, sini sama Mama ...."
"Tasya tambah berat, Ken."
"Nggak apa-apa, Mas." Farhan mengangkat Tasya, diletakannya di atas pangkuan Niken. Tasya senang bukan main.
Mereka semua asyik bersenda gurau sampai lupa waktu. Jam menunjukkan pukul sebelas malam. Tasya masih berada di atas pangkuan Niken, tetapi sudah tertidur. Namun, Tasya akan menangis bila dipindahkan atau digendong Farhan. Dira dan Aira sudah tidur, Farhan yang tadi mengayun Dira hingga putranya itu memejamkan matanya.
"Ayah nginep aja di sini, Yah ...," ucap Naura.
"Nggak, Ra. Ayah mau pulang. Nggak enak sama tetangga."
"Tapi udah malam, Yah ... Tasya juga maunya sama mama."
Farhan bingung harus bagaimana. Karena jika Tasya dipaksanya pulang, sampai di rumah pasti dia akan menangis tanpa henti sebelum bertemu kembali dengan Niken.
"Sebentar lagi, pasti Tasya sudah pulas tidurnya."
"Kalau nanti Tasya nangis, nginep aja di sini. Naura mau gosok gigi dulu, habis itu mau tidur."
Setelah Naura berada di dalam kamar mandi, Farhan dan Niken hanya saling tatap. Tidak ada yang mengeluarkan suara, sampai akhirnya Niken menundukkan kepalanya beralih memandangi Tasya.
"Jadi anak sholehah, Nak ... apa pun yang terjadi, mama tetap menyayangi Tasya. Tasya tetap anak mama. Sama seperti Kak Naura, Kak Aira, juga Dira. Mama harap, nanti Tasya juga akan tetap dan selalu mnyayayangi mama." Ucapan Niken diakhiri dengan kecupan di kepala juga kening Tasya. Kasih sayang yang sama Niken beriken kepada Tasya. Siapa pun dan bagaimana pun orang tua Tasya, Niken tetap menyayangi anak itu.
"Terima kasih kamu sudah menyayangi Tasya, sudah mau menjadi mama untuk Tasya. Nanti setelah kamu menikah, aku akan berusaha memberikan pengertian untuk Tasya. Karena pasti suami kamu tidak suka dengan kehadiran putriku," ucap Farhan yang sukses membuat kening Niken berkerut.
"Siapa yang mau menikah, Mas?"
"Kamu. Aku janji, aku akan berusaha untuk tidak merepotkanmu lagi. Dan mungkin, mulai besok aku akan kurangi waktuku datang ke sini. Biar aku menemui anak-anak di sekolah saja."
Mendengar ucapan Farhan membuat Niken memalingkan wajahnya. Entah kenapa hatinya seperti tertusuk mendengar Farhan tidak akan menemuinya lagi.
Tbc.
05.12.18
Repost, 16.10.23
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Hati Seorang Istri
ChickLitSaat pertama kau melukai, aku masih bertahan. Saat kedua kalinya, aku pun masih demikian. Namun, ketika bertubi-tubi kamu melakukannya, aku memilih untuk pergi. -Niken-