37. Cobaan

28.4K 1.3K 18
                                    

Saat ini keluarga besar Niken sudah mengetahui semuanya. Ada dari mereka yang ikut menghakimi. Tetapi ada juga yang lebih memilih untuk diam. Mereka lebih menghargai Niken sekarang. Saat Dira lahir, keluarga Niken juga datang berkunjung ke rumah Niken. Tetapi mereka tidak menetap karena mereka sudah memiliki rumah di kota kelahiran Niken.

***
"Yah ... Mama Yah ...." Naura menelepon Farhan dengan suara tangis dari bibirnya.

"Naura? Ada apa? Mama kenapa?" Farhan pun ikut panik mendengar suara Naura.

"Mama kecelakaan, Yah. Tadi ada om di cafe yang telepon ke rumah, bilang kalau mama kecelakaan. Sekarang mama di rumah sakit."

"Rumah sakit mana?" Naura menyebutkan salah satu rumah sakit.

"Ok, ayah akan ke sana. Kamu di rumah jagain adik-adik, ya ...."

"Iya, Yah."

Farhan langsung membawa Tasya yang sedang tertidur untuk digendongnya. Ia berencana untuk menitipkan Tasya di rumah ibunya.

Setelah menitipkan Tasya, Farhan segera mengendarai mobilnya menuju rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, Farhan segera mencari ruang UGD di rumah sakit itu. Karena dari informasi yang ia dapat, Niken masih berada di UGD.

"Bagaimana keadaan is- ehm, maksud saya mantan istri saya, Dok?" tanya Farhan begitu dokter keluar ruangan setelah menunggu cukup lama.

"Untuk kepalanya Alhamdulillah, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Namun-"

"Namun apa, Dok?"

"Tulang paha sebelah kanan mengalami keretakan. Jadi, untuk sementara harus memakai kursi roda," jawab dokter itu. Karena memang saat kecelakaan, kaki Niken tertimpa sepeda motornya dengan cukup kencang karena rasa terkejut Niken. Untung saja kepalanya terlindungi helm yang dikenakannya.

"Tapi, apa masih bisa jalan kembali, Dok?"

"Masih. Tentu saja masih bisa. Dengan terapi rutin tentunya."

"Apa saya sudah bisa menemuinya, Dok?"

"Sebentar lagi akan dipindah ke ruang perawatan. Bapak bisa menemuinya di sana."

"Baiklah. Terima kasih, Dok."

"Sama-sama, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu, Pak."

"Iya, Dok."

***

Niken sudah berada di ruang perawatan. Farhan juga sudah menghubungi Naura dan ibunya.

"Mas, bagaimana keadaanku, Mas? Dokter bilang apa?"

Farhan menghela napas dalam. "Tulang paha kanan kamu retak. Untuk sementara, kamu harus memakai kursi roda."

"Kursi roda, Mas? Aku lumpuh?"

"Bukannya lumpuh. Hanya sementara. Kamu akan bisa jalan lagi kalau kamu rajin menjalani terapi."

"Bagaimana nanti anak-anak, Mas?" Niken menangis membayangkan jika ia tak bisa mengurus anak-anaknya.

"Ada aku. Aku yang akan mengurusnya. Kamu tenang saja ...."

Niken tidak memberikan respons apa pun. Ia ragu dengan keadaannya saat ini.

***

Niken sudah kembali dari rumah sakit. Meskipun ia mencoba untuk ceria di depan anak-anaknya, ia tak bisa membohongi dirinya sendiri jika ada ketakutan dalam dirinya kalau kakinya tak bisa lagi kembali seperti sedia kala. Niken suka melamun saat ia sedang sendiri.

Karena ruang gerak yang kini terbatas, Niken mempercayakan warung dan cafenya kepada pegawainya untuk sementara. Pegawai Niken sangat loyal, jadi ia tidak perlu takut pegawainya akan berbuat yang tidak baik.

Air mata Niken menetes begitu saja saat ia melihat Dira sedang disuapi pengasuhnya. Pengasuh yang dulu hanya membantu Niken sesekali menjaga Dira, kini Dira harus banyak menghabiskan waktunya bersama pengasuhnya. Dari makan, mandi, bahkan sampai tidur pun kini Niken tak bisa menemani. Kaki Niken yang masih kaku membuatnya susah bergerak jika berada di ranjang.

Naura yang melihat mamanya menangis, mendekati kemudian dipeluknya wanita yang sangat disayanginya itu.

"Mama jangan nangis, ada di sini. Mama nggak sendiri," hibur Naura.

"Bagaimana kalau mama nggak bisa jalan lagi?"

"Nggak, Ma ... Mama harus yakin kalau Mama pasti bisa kembali seperti sedia kala."

"Maafin mama yang nggak bisa ngutus kalian, ya ...."

"Ma ... Mama ngomong apa sih, Ma ... Mama kan lagi sakit. Udah waktunya Naura yang membantu Mama. Karena Naura udah gede. Mama jangan nangis lagi, Naura sedih kalau lihat Mama nangis. Udah waktunya Mama bahagia." Naura menghapus air mata Niken dengan jarinya.

"Terima kasih sudah jadi putri mama yang membanggakan, Ra ...."

"Terima kasih juga sudah menjadikan Naura seperti ini. Semua karena didikan Mama." Kedua wanita beda usia itu saling memeluk. Saling menumpahkan rasa sayang mereka masing-masing.

***

Mendengar Niken kecelakaan, banyak teman-teman Niken yang berkunjung ke rumahnya. Memang, selama setahun terakhir ini Niken lebih membuka diri. Sehingga teman-temannya yang sempat kehilangan kontak kini bisa berhubungan dengan Niken kembali.

Seperti siang ini, Niken mendapat kunjungan teman SMP-nya. Dia adalah Indra. Indra adalah salah satu teman sekolah yang dulu sempat menaruh hati pada Niken. Namun, Niken dulu menolaknya karena sudah nyaman dengan status mereka sebagai teman. Sampai akhirnya Indra mendapat kabar jika Niken menikah. Setelah Niken menikah, ia memang lebih menutup diri. Tidak pernah bermain medsos, apalagi bertukar kabar dengan teman-temannya.

Indra mendapat kontak Niken kembali beberapa bulan lalu. Teman merekalah yang kebetulan berkunjung ke cafe Niken yang meminta nomor ponsel Niken. Saat Indra dan teman mereka itu bertemu, dia bercerita tentang Niken yang telah bercerai. Hingga akhirnya timbul dorongan dalam diri Indra untuk mendekati Niken kembali. Kebetulan Indra memang masih melajang sampai sekarang.

"Kenapa bisa kecelkaan, Ken?" tanya Indra.

"Biasa, buru-buru nggak hati-hati. Ya udah, deh ... nyungsep," jawab Niken disertai senyumnya.

"Ceroboh dari dulu nggak ilang-ilang."

"Iya ... tau tuh, udah punya anak tiga, tetep aja masih ceroboh."

***

Farhan sampai di depan rumah Niken bersama Naura. Karena Farhan tadi melewati sekolah Naura, jadi ia langsung menjemput putri sulungnya itu.

Farhan turun dari mobil dengan membawa dua kantong plastik berisi buah yang tadi dibelinya di pinggir jalan. Kening Farhan berkerut saat melihat ada sepatu laki-laki dewasa di depan teras.

"Sepatu siapa, Ra?" tanya Farhan.

"Om Indra kayaknya, Pa. Temen mama. Tuh kayaknya mobilnya," jawab Naura sambil menunjuk mobil yang terparkir tak jauh dari mobil Farhan.

Ekspresi Farhan seketika berubah. Ia melepas sandal kemudian melangkah masuk. Di pintu, ia menghentikan langkahnya saat melihat tangan Niken sedang berada di genggaman tangan Indra.

Tbc.

28.11.18
Repost, 14.10.23

Luka Hati Seorang IstriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang