27. SESAL

93.7K 6.3K 587
                                    


Proses perceraian Niken dan Farhan sudah mulai berjalan. Farhan memang berkeras hati menolak perceraian itu. Namun, tekad Niken juga tak bisa tergoyahkan.

Selain perceraian, Niken juga menuntut pembagian harta gono gini. Bukan Niken yang terlalu materialistis, tetapi semua itu ia lakukan untuk anak-anaknya.

Hari ini Niken merasa kurang enak badan. Ada yang terasa aneh dengan area perut bagian bawahnya. Akhirnya ia putuskan untuk pergi ke dokter.

"Apa bulan ini ibu sudah datang bulan, Bu?" tanya dokter sesaat setelah memeriksa Niken.

Niken tampak berpikir. Ia baru ingat, semenjak pergi dari rumah dua bulan lalu, Niken memang belum mendapat tamu bulanannya.

"Be--belum, Dok," jawab Niken ragu.

"Apa ibu bersedia melakukan tes urine, Bu?"

"I--iya, Dok." Seperti orang linglung, Niken masuk ke toilet yang ada di ruangan itu. Dalam hati ia bertanya-tanya, apa mungkin dirinya hamil? Sementara ia sudah lama tidak pernah melakukan hubungan suami istri. Terakhir saat Farhan memaksanya. Itupun hanya sekali, setelah sekian lama juga mereka tidak melakukannya.

Niken menaruh sedikit air seninya ke dalam wadah. Setelah itu Niken keluar dari dalam toilet. Dan memberikan wadah kecil itu kepada dokter. Niken memang menemui dokter kandungan.

Dokter itu mengambil sebuah testpack membukanya kemudian memasukan ujung benda kecil itu ke dalam wadah yang berisi air seni milik Niken.

Niken menunggu dengan harap-harap cemas. Setelah merasa cukup, dokter mengangkat tespack itu. Lalu menunggu beberapa saat. Tak lama, dua garis merah bersisian muncul di badan alat tes kehamilan tersebut.

"Selamat Ibu, Ibu hamil ...," ucap dokter itu.

"Saya hamil, Dok?" tanya Niken yang sedang bingung antara dia harus bahagia atau bersedih. Jika kondisinya masih sama seperti dulu, pasti Niken akan bahagia. Tetapi sekarang pernikahannya sedang di ujung tanduk. Bahkan mungkin hanya tinggal sekali sidang, hakim akan mengetuk palu. Untuk rujuk pun, Niken merasa tidak mungkin melakukannya.

"Iya Ibu. Ibu hamil." Setelah itu dokter menanyakan berbagai hal mengenai kehamilan Niken. Dari kapan terakhir Niken datang bulan, sampai kapan terakhir Niken berhubungan intim dengan suami Niken yaitu Farhan. Dari jawaban-jawaban Niken, dokter menyimpulkan jika kandungan Niken berusia sepuluh minggu.

Setelah mendapat resep vitamin, Niken pamit kepada dokter itu. Dalam perjalanan menuju parkiran rumah sakit, Niken mengelus perutnya yang masih rata. Ia tidak percaya jika Tuhan memberi cobaan berupa anugerah di saat seperti ini.

***

Semenjak Niken meminta cerai, Farhan menjadi kehilangan fokus. Meskipun ia mencoba untuk tetap biasa saja, tapi hal itu tidak mampu membohongi orang-orang di sekelilingnya.

Kabar perceraian juga sudah diketahui oleh Nadia juga ibu Farhan. Ibu Farhan sangat menyesalkan kenapa harus ada perceraian. Nadia juga tak kalah menyesal. Karena masalah yang sedang dihadapi Farhan, Nadia tidak berani untuk menceritakan penyakit dan kondisinya kepada Farhan.

Awalnya Farhan memang mengancam Niken untuk tidak membiarkan anak-anaknya bertemu dengan Niken, tetapi Aira yang setiap hari pasti ngambek dan otomatis makin menambah pusing kepalanya, akhirnya Farhan mengizinkan Aira untuk tinggal bersama Niken.

Sedangkan Naura, ia memang bahagia melihat mamanya sudah tidak lagi harus mengahadapi ayahnya yang pemarah. Tetapi ia juga tidak tega melihat keadaan ayahnya sekarang. Apalagi adiknya, Tasya yang sekarang berusia tiga bulan, yang sering menangisi Farhan, membuat Farhan terkadang juga harus membawa Tasya turut serta dalam gendongannya saat ia berpergian.

***

Hari ini hari Minggu. Dari pagi Nadia tampak sangat pucat.

"Kamu kenapa?" tanya Farhan.

"Tidak apa-apa kok, Mas, hanya sedikit tidak enak badan."

"Apa aku suruh ibu ke sini saja?"

"Tidak usah. Kasihan ibu. Nanti beliau kecapekan."

"Ya sudah. Biar Tasya aku bawa."

"Tapi nanti Mas repot."

"Nanti Tasya bisa sama Naura," jawab Naura yang tiba-tiba muncul.

Nadia melirik ke arah Naura. Ia merasa tidak seharusnya ia berada di tengah-tengah keluarga ini. Jika tidak ada dirinya, pasti sekarang keluarga ini masih utuh.

"Mas, apa tidak ada kesempatan Mas dan Mbak Niken untuk rujuk?" Farhan menggeleng lesu. Memang semenjak kepergian Niken, ia merasa seperti kehilangan separuh hidupnya. Ia baru merasa jika Niken memanglah penting untuknya.

Melihat suaminya seperti itu juga cukup membuat Nadia teriris. Ia tahu sekarang, jika sesungguhnya Farhan mencintai Niken. Farhan sudah sangat ketergantungan dengan Niken.

***

"Yah, antar Naura ke rumah mama, ya?"

"Tapi kan kamu sama Tasya."

"Nggak apa-apa, mama kan bukan orang jahat. Lagipula, Tasya mau loh Yah digendong mama."

"Oh, ya?" Farhan sedikit kaget. Karena Tasya biasanya hanya mau digendong Nadia dan dirinya. Digendong Naura pun, Tasya tidak selalu mau.

"Iya, Yah. Minggu lalu mama sama Aira ke warung, pas aku lagi sama Tasya."

Makin menumpuk rasa bersalah di hati Farhan. Anak bayi pun tahu, jika Niken itu orang yang baik. Tetapi selama ini ia buta. Ia terlalu mementingkan egonya sendiri. Ego yang akhirnya terlalu sering menyakiti orang yang sangat berpengaruh dan berperan penting pada kesuksesannya.

TBC.

***

📝20.02.18
Repost, 07.11.18
Repost, 23.09.23

Luka Hati Seorang IstriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang