Merelakan belum tentu kehilangan
Memperjuangkan belum tentu bersatu***
"Dia siapa, Ra?" tanya Aldric begitu masuk ke apartemen sambil menatap Bintang tajam. Sikap protektifnya muncul melihatku bersama laki-laki berdua saja di apartemen yang notabene adalah miliknya.
"Ini Bintang. Dia yang udah nolongin gue kemarin."
Aku memang sudah bercerita perihal diriku yang dilarikan ke IGD Rumah Sakit beberapa saat setelah aku sampai di apartemen.
Kulihat Bintang menyalami Aldric, mereka berkenalan satu sama lain.
"Tumben lo bisa sedekat ini sama cowok?" Bisik Aldric setelah Bintang kembali mengalihkan pandangan ke ponselnya.
"Tu mulut kalo ngomong yang bener. Lo bukan cowok?"
"I'm an exception of course. Lo nggak diam-diam naksir gue kan, Ra?"
"Aldric!" Aku reflek berteriak mendengar bisikan Aldric namun kemudian berhenti ketika melihat Bintang yang menatapku penasaran, "itu muluuuut... Gue sumpel bener dah!" lanjutku sambil menatapnya tajam.
"Cut the crap! Katanya ada yang mau diomongin? Segitu pentingnya sampe loe nyamperin ke sini?"
Dan Aldric berubah serius seketika.
"Temen lo itu...." bisiknya tanpa meneruskan ucapannya. Tentu aku paham maksudnya.
"Nggak apa."
Aku menolehkan kepala ke arah Bintang.
"Bintang, aku tinggal ke balkon dulu sama kunyuk ini." ucapku sambil menunjuk Aldric.
"Sialan loe! Ni kunyuk yg udah kasih lo tempat tinggal sama kerjaan!" balas Aldric kesal. Bintang sendiri hanya tersenyum melihat interaksi kami.
"Bokap Nyokap lo udah tau kalau lo kerja sama gue. Dan ternyata nyokap lo udah bergerak lebih dulu, dia sekarang salah satu pemilik saham di perusahaan gue. Sepertinya lo udah nggak bisa kerja di tempat gue, Ra." jelas Aldric begitu mereka berada di balkon. Wajahnya penuh penyesalan. Ia tidak menyangka Mama akan secepat itu bergerak demi memonopoli kehidupanku, lagi.
Bagaimana lagi? Tentu tidak semudah itu lari dari mereka.
"Trus masalah apartemen ini? Emang hidup gue nggak akan pernah bisa lepas dari mereka ya. Enam bulan sudah cukup lama, Al."
"Mereka belum tau masalah apartemen ini. Menurut Adi, mereka masih belum bisa nemuin tempat tinggal lo. Jadi sementara lo aman di sini." Aku reflek menghembuskan napas lega mendengar ucapan Aldric. Yang benar saja! Aku sudah akan kehilangan pekerjaan, jangan sampai aku juga kehilangan tempat tinggal.
"Jadi gimana masalah kerjaan gue. Gue mesti kerja apa nih Al?" rengekku pada akhirnya. Aku sama sekali tidak ada bayangan harus mencari kerja dimana. Mengingat kemungkinan besar semua perusahaan besar akan dengan sangat mudah ditemukan oleh orang tuaku.
"Kalau saran gue sih, lo balik pulang, ikutin kemauan ortu lo. Coba buka hati lo, kenal sama calon yang mereka pilih. Who knows? He's someone best for you, right?"
"Nggak bisa Al. Begitu gue bilang mau mengenal calon pilihan mereka, maka di saat itu juga artinya gue udah mau nikah sama calon pilihan mereka. Big NO for that!"
Aldric hanya mengendikkan bahunya mendengar jawabanku. Ia sudah sangat mengenal sifat orang tuaku yang memang nyaris tidak bisa dibantah. Lihat saja, bahkan orang tuanya pun tidak punya nyali untuk melawan orang tuaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love You, Latte! (COMPLETED)
Roman d'amourDan Latte buatanmu mampu mengalihkan duniaku yang kelam ~Naura Chyntia Armilda Bhaskara *** Sekuelnya Hold My Hand. Lebih berpusat kepada cerita tentang Chyntia. Cerita udah tamat dan dipublish dari Desember 2017 - Juni 2018. Dan sekarang dalam pro...