Cinta itu untuk dirasakan,
Bukan dipikirkan.
Cinta lebih butuh balasan
Ketimbang alasan.* * *
Bintang bersenandung dalam perjalanan kami menuju condotel tempat Sandra tinggal. Ya, aku tinggal di sana. Thanks to Aldric, dia memberikan fasilitas tempat tinggal untuk Sandra.
Bintang menatap gedung dengan dahi berkerut dalam, "Kamu tinggal di sini? Jauh banget," ucap Bintang
"Aku numpang di tempat Sandra."
"Sandra? Sandra yang temen kantor kamu dulu itu?" Aku mengangguk.
"Jadi Aldric memang tau dimana kamu berada selama ini," geram Bintang yang membuatku menaikkan satu alis.
"Jelas Aldric tau. Dia orang pertama yang akan aku kabari dimana aku berada."
"Ck ... Aldric tetap yang pertama ya." Entah, aku merasa ada nada cemburu dalam ucapannya. Tapi aku tak mengindahkannya.
"He's my bestfriend, afterall."
Kami berdua turun setelah Bintang memarkirkan mobilku. Bintang mengikutiku hingga aku berdiri di depan lift. Aku menaikkan satu asliku.
"Aku antar sampai depan unit. Memastikan bahwa aku nggak akan kehilangan jejakmu, lagi."
"No! Ini privasi Sandra dan juga aku. Lagipula, aku bisa pergi dari sini kapan aja. Handphone mana?" Bintang terlihat bingung dengan jawabanku, namun tetap memberikan ponselnya padaku. Aku mengetikan nomor ponsel baruku dan melakukan panggilan. Aku memang tidak menyimpan ataupun mengingat nomor ponselnya.
"Itu nomor hape-ku. Kamu nggak akan kehilangan jejakku. Dan sekarang, kamu cukup antar aku sampai sini." Terlihat jelas Bintang tidak setuju dengan ucapanku, ia hendak protes namun segera kupotong, "kasih aku ruang, Bi. Aku sudah kasih nomor hape-ku kan? Lagipula ingat, kita hanya teman."
Helaan napas kelur dari mulut Bintang.
"Take care ya. See you tomorrow," ucap Bintang pada akhirnya sebelum kemudian pamit untuk kembali ke hotel.
Aku masih menatapnya yang berjalan keluar dan kemudian menaiki taksi. Ia menatapku sekilas sebelum kemudian taksi yang membawanya meninggalkan gedung ini.
Benar kata Bastian. Aku harus menyelesaikan apapun yang masih mengganjal dalam diriku. Mengenai Papa, Mama, ataupun Bintang. Aku bersyukur dalam hati karena Rava sudah bukan lagi ganjalan dalam hatiku meski kini kedudukan itu tanpa kusadari kini digantikan oleh Bintang.
* * *
"Pagi." Dan sepagi ini aku harus mendengar sapaan ini.
"Pagi."
"Nanti makan siang bareng yuk?" Aku menoleh ke arah Bintang dengan raut wajah tercengang. Namun segera kunormalkan ekspresi wajahku.
"Peserta seminar akan dapat makan siang di restoran, dok."
"Tapi aku maunya makan di luar. Sama kamu."
"Mau apa lagi, sih?" tanyaku dengan nada jengkel.
"Nggak ada yang salah bukan dari sepasang teman yang makan siang bersama," ucapnya sambil mengangkat kedua bahunya. Dan ucapannya membuatku kalah telak. Dia ini sengaja mengujiku dengan selalu muncul di hadapanku ya?
![](https://img.wattpad.com/cover/129415342-288-k397013.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love You, Latte! (COMPLETED)
Roman d'amourDan Latte buatanmu mampu mengalihkan duniaku yang kelam ~Naura Chyntia Armilda Bhaskara *** Sekuelnya Hold My Hand. Lebih berpusat kepada cerita tentang Chyntia. Cerita udah tamat dan dipublish dari Desember 2017 - Juni 2018. Dan sekarang dalam pro...