Love is when the other person's happiness is more important than your own
***
"Last day nih. Mau ke mana kita setelah ini?? Lumayan masih ada 2 hari buat jalan-jalan." ucap Dion begitu seminar ditutup. Keduanya kini sedang berjalan di lorong dekat ballroom diadakannya seminar. Mereka memang masih akan stay di Singapura sampai hari Minggu.
"Balik kamar gue. Ngantuk. Males kemana-mana." Jawab Bintang cuek.
"Nggak asik lo ah! Masak iya lo nggak beli oleh-oleh buat siapa gitu."
"Oleh-oleh gue beli di bandara aja. Gue lagi males ngapa-ngapain dan males ke mama-mana." Ucapan terakhir Bintang tersebut tidak mendapat sahutan karena Dion sedang menerima telepon. Cukup lama Dion menerima telepon dan setelah kembali Dion mengajak Bintang ke suatu tempat.
"Bro, ikut gue yuk."
"Ogah. Gue males ke mana-mana. Udah dibilangin juga."
"Ck.. lo inget Stevan temen kita jaman kuliah? Dia yang barusan telepon gue. Ternyata dia kerja di rumah sakit di Singapura. Dia ngajakin kita makan. Tapi kudu kita samperin di rumah sakitnya." ucap Dion panjang lebar. Awalnya Bintang memang tidak tertarik. Tapi entah mengapa ia ingin ikut, ia ingin melihat lebih jelas rumah sakit di Singapura. Bintang pun berdiri hendak bersiap-siap.
"Ntar, gue siap-siap dulu." Dion pun tersenyum puas mendengar jawaban Bintang. Dion tahu persis cara membuat sahabatnya sejak kuliah itu mau keluar dari kandangnya. Bintang tetaplah dokter sejati yang selalu ingin tahu hal baru di dunia pekerjaannya.
Tak butuh waktu lama untuk Bintang bersiap-siap. Dan tidak butuh waktu lama juga untuk mereka berdua sampai di rumah sakit tempat Stevan bekerja.
"Gila. Dia kerja di rumah sakit ini? Keren tu anak." ucap Bintang ketika mereka berdua sampai di rumah sakit tempat Stevan bekerja. Mount Elizabeth Hospital.
"Iya, sukses dia sekarang. Kabarnya malah dia dapet besasiswa juga spesialisnya. Mirip-mirip lah sama lo, bedanya dia go internasional, lo di Indonesia aja." jawab Dion acuh tak acuh. Bintang pun langsung menoyor kepala Dion.
"Sialan lo! Gini-gini masih mending gue ketimbang lo." Mereka pun tertawa bersama sambil kembali berjalan bersama ke dalam rumah sakit.
"Hai bro! long time no see. Gila udah sukses lo sekarang." ucap Bintang ketika sudah bertemu dan berjabat tangan dengan Stevan.
"Lebay lo. Lo juga sukses sekarang. Spesialis bedah, beasiswa negara lagi. Keren lah." jawab Stevan dengan mengacungkan dua jempolnya.
"Ah kampret lo berdua. Nggak usah sok lomba-lomba low profile gitu, apa kabar gue yang cuma cecunguk di bagian UGD." Potong Dion yang merasa tersisihkan tersebut. Gerutuan Dion tersebut malah membuat Bintang dan Stevan tertawa bersama.
"Yaudah yuk kita makan. Udah lewat banget nih jam makan siang." Ajak Stevan ketika mereka terdiam beberapa saat. Mereka pun segera mengikuti Stevan yang hendak mengajak mereka makan di salah satu restoran di dekat rumah sakit tersebut.
Bintang sendiri berjalan di belakang Dion dan Stevan yang sedang berbicara serius entah masalah apa, Bintang sendiri tidak terlalu perduli. Ia lebih memilih melihat sekeliling rumah sakit ini, melihat bagaimana atmosfir rumah sakit ini meski hanya sekilas. Namun kemudian pandangannya terpaku pada satu pemandangan yang membuat matanya terbuka lebar.
Gadis bersurai hitam sepanjang bahu dengan netra cokelat yang selalu mampu menarik perhatiannya. Netra yang selalu menampakan kesedihan yang selalu coba disamarkan dengan senyum cantiknya. Gadis itu terlihat bersiap meninggalkan rumah sakit.
Geraman tertahan dari mulut Bintang terdengar ketika menyadari penampilan Naura yang terlihat sangat memukau meski hanya memakai crop tee warna putih dan celana jeans.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love You, Latte! (COMPLETED)
RomanceDan Latte buatanmu mampu mengalihkan duniaku yang kelam ~Naura Chyntia Armilda Bhaskara *** Sekuelnya Hold My Hand. Lebih berpusat kepada cerita tentang Chyntia. Cerita udah tamat dan dipublish dari Desember 2017 - Juni 2018. Dan sekarang dalam pro...