Part 5. Hari - Hari Di Kampus.

14 1 0
                                    

Ucok, seperti biasanya, dia menyendiri dengan duduk di anak tangga, gedung fakultasnya, dan pada saat yang bersamaan, Rani baru saja selesai kuliah pertamanya, dia baru saja memasukkan buku ke dalam ransel, dan akan segera beranjak berdiri dari kursinya, kemudian Kadek yang duduk di sebelahnya menegur dirinya

      "Ketut ingin mentraktir kita di kantin hari ini....", dia berkata dengan semangat.

       "Oke boleh....", Rani mengangguk berbarengan, dengan
, dengan Kadek juga, kemudian meninggalkan kelas, dan meninggalkan gedung fakultas, pada saat mereka di kantin, Rani melihat Ucok juga sendiri disana, sedang makan mie ayam.

       "Tuh temanmu yang aneh......", Kadek memberikan lirikan sinis kepada,  Ucok.

      "Bagaimana perasaan orang lain juga, jika dituduh yang macam - macam, dan dia sendiri lebih senang tidak punya teman, untuk apa kuliah.....", ! Perkataan Ketut, membuat Ucok menghindar dari tempat tersebut.

         "Sikapmu sendiri sudah terlalu berlebihan.......", ! Rani justru membela Ucok, kemudian dia memgejar Ucok.

     "Ucokkkkkkk........, tunggu aku minta maaf atas apa yang di ucapkan oleh temanku",  wajah Rani memandang dirinya dengan penuh perasaan yang tulud, untuk menjadi temannya.

     "Harusnya kamu sendiri, tidak memilih diriku menjadi sahabat, hidupku memang pantas teraniaya sepi.....", ! Ucok berkata agak keras, dan Rani meneteskan air matanya.

     "Sebenarnya aku bisa saja menjauhi dirimu, seperti yang lainnya, karena kamu tahu, jika kamu terus - menerus, hanya menyalahkan dirimu, tidak akan mencairkan semuanya, mereka harus melihat siapa kamu sebenarnya, meskipun kamu senang menyendiri, karena tekanan dari keluargamu, yang selalu overposesive dengan pergaulanmu, Ucok kamu tidak boleh lemah, kamu adalah lelaki.....", Rani berkata panjang lebar.

     "Kadang aku bertanya, apakah adil hidupku ini....", Ucok menyahut dirinya, dengan posisi berdiri di belakang Rani.

     "Jika kamu meminta keadilan kepada Allah, sesungguhnya cobaan itu adalah jawabannya, karena rasa cinta yang besar kepada umatNya, akupun pernah mempertanyakan hal yang sama dulu, pada saat aku diasingkan oleh sanak saudaraku....", Rani berkata panjang lebar.

"Tapi kamu akhirnya menemukan kebahagiaan, tidak seperti aku....", Ucok berkata lemah

        "Suatu saat kamu, akan menemukannya....", Rani menyakinkan hatinya, dan mencoba menguatkan hati Ucok, dan entah bagaimana tiba  - tiba saja Ucok jatuh ke dalam pelukan Rani, air matanya menetes disana.

          Entah apa yang di rasakan oleh Ucok, kepada Rani, dia menghambur dalam pelukannya gadis itu begitu saja, kemudian melepaskannya sejenak. Dia melirik jam tangannya, dan berpamitan kepada Rani, untuk ke fakultasnya, sedangkan Rani, kembali ke kantin.

         Saat berjalan, pikirannya masih kalut, tentang kisah hidup Ucok, dan Rani seakan orang yang mau menerimanya, meski ada cacat sekalipun dalam hidup Ucok.

       "Ya Allah, berikan dia ketabahan, dalam mengarungi hidupnya....."

      Rani kembali ke dalam kantin, dan ekpreksi wajahnya, memperlihatkan dia sedikit kesal, dengan sikap temannya Kadek dan Ketut, terhadap Ucok.

        "Kalau kalian, ingin berteman denganku, aku bukan orang yang melihat seseorang dari sisi negatifnya, Allah maha tahu segalanya, bahkan sampai ada yang di dalam hati, sekecil apapun, aku tahu kalian mengeluh akan kisah dirinya, tetapi ini bukan inginnya, dan dia menyendiri di kantin karena tekanan keluarganya, atas apa yang berdampak pada pergaulannya, hingga membuatnya begitu. Tidak seharusnya kalian main hakim sendiri", tegas Rani.

      "Rani, kami tidak main hakim sendiri, tapi apa rasanya orang yang hanya ingin membicarakan tugas, dituduh bukan - bukan, dan dia bilang tidak mau tahu urusannya apa, begitulah keluarganya bilang, dan kami tahu, jika agamamu Islam, mengatakan kalau fitnah lebih dari kejam pembunuhan....", !! Tiba - tiba saja Ketut hilang kesabaran.

       "Maaf, aku bukan marah kepadamu, aku hanya merasa emosi saja", Ketut menenangkan dirinya, dan Rani hanya terdiam, sampai akhirnya dia berjalan kembali ke dalam kelas mata kuliah yang kedua, dan di dalam kelas praktek, dia harus melepaskan hijabnya lagi pada saat menari.

        "Tidakkah, mestinya aku dihakimi juga, karena aku memakai hijab layaknya setengah - setengah ketika terpaksa melepasnya pada saat menari" dia berkata dari dalam hatinya.

       Malam harinya.....

Rani menerima telepon dari Ucok, dan suaranya terdengar lirihan yang dalam akan kisah hidupnya, dia tertegun mendengarkan kata - katanya di telepon.

        "Asalamualaikum",

       "Walaikumsalam...",

       "Rann...., aku lelah berharap masih punya teman, kenapa tidak menjauhiku saja...",

       "Itu bukan pilihan yang baik, ambilah air wudhu di kala kamu gelisah....", Rani menasehati dirinya dengan sabar.

      "Wudhuku, tetap saja tidak akan menghilangkan noda luka di hatiku", Ucok berkata pelan.
     
        "Aku baru saja menjemput Berlian, dan dia menghantamku, karena membaca whatsapp darimu, bukan hanya itu mamakku, juga bukan membelaku, tapi membela perempuan yang ingin di jodohkan untukku, kapan hidupku bisa di mulai, tanpa sebuah kekangan yang menyisakku, aku tidak ingin keputusanku, hanya membuat aku menjadi anak durhaka, kalaupun aku harus menikah dengan tidak bahagia, aku ikhlas.....", Kata - kata Ucok, membuat air mata Rani menetes.

      Belum pernah ada orang yang hatinya sedemikian rupa, dia tetap menjadi anak yang penurut, takut melawan orang tuanya, walau orang tuanya bersalah.

         "Ucok, suatu saat Allah akan memberikan kebahagiaan yang kamu inginkan.....", baru saja Rani berkata demikian, terdengar suara jeritan parau di telepon, Rani langsung mematikannya, namun dia bisa memaklum hal itu.

            Kegelisahan Rani, justru akan terjadi sesuatu yang lebih hebat dari sebelumnya, namun dia bukan siapa - siapa yang berhak membelanya.

         Rani keluar kamar, dan mengambil nasi di meja, serta lauk pauknya, pada saat yang bersamaan Kurdi yang baru saja pulang melihatnya makan sendiri, dan Nurhayati juga melihatnya dengan heran.

         "Tumben, kamu makan duluan....", Nurhayati menegurnya pertama.

         "Aku hanya sedang merasa gelisah, mengenai Ucok temanku itu, hidupnya tetap tidak mampu keluar dari perangkap belenggu tersebut....", Rani bercerita kepada orang tuanya.

          "Akupun jadi berpikir, jika kita pernah melewati masa - masa sulit dari orang lain", Rani meneruskan kata - katanya.

MAHARANI ( pengembangan cerita ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang