Lamban - laun, entah kenapa keduanyapun berpikir, meskipun keluarga Ucok, tidak menyukai Rani, dan menentang hubungan persahabatan mereka, keduanya justru semakin tetap saling menguatkan, rupanya memang benar - benar ada cinta di dalam hati, Rani yang pertama yang menyadari lebih dulu kalau itu adalah cinta.
Di kampus, Rani baru saja selesai, mata kuliah prakte, dia masih di dalam kelas, Kadek memberi kode kepadanya, sambil melambaikan tangan, berjalan kearah keluar kelas, untuk menuju ke arah kantin, dan Rani mengangguk, sambil memakai kembali, hijab warna kuningnya dengan model segiempat.
Dari kejauhan, terdengar derap langkah sepatu, tengah berlarian, dan pada saat Rani membalikkan badannya, dia terperanga kalau Ucok, tengah baru saja melepas hijabnya, namun untung saja pada saat sudah menutupi rambutnya.
"Rani..., jujur entah kenapa sebenarnya dibalik ini semua tersirat ada rasa yang lain, diantara kita, Ran......, kamu terlalu baik untuk menjadi sahabatmu, dan maaf aku menerobos masuk ke dalam gedung fakultasmu, karena rasa ini, perasaan yang amat ingin disampaikan kepadamu ", Ucok berkata terbat - bata.
"Ucok, bolehkah, aku mengambil bagian yang tersimpan dengan rapat dalam peti hatimu, betapa apakah kita tidak menyadari akan hal itu, kamu dan aku selalu sama, kita saat ini sahabat, tapi sepertinya Allah merencanakan lain, dengan fitrah hati kita....", perkataan Rani membuat Ucok membesarkan matanya kepadanya, dia berjalan sedikit mundur, seakan dia sudah tahu maksud Rani, namun dia tetap berjalan maju, menghadapinya.
"Adakah, seseorang yang kamu cintai di dunia ini. Cinta sejatimu....", Ucok hanya terdiam, dan tiba - tiba saja sikapnya seperti ingin menghindar kepadanya.
"Aku tidak pantas untuk mencintai siapapun, karena hidupku sudah dalam penjara, yang aku sendiri tidak mampu untuk keluarnya, aku tidak ingin orang itu ikut menderita karenanya, bahkan Rani, sebenarnya akupun merasa cemas, jika kau putuskan aku jadi sahabatmu, aku tidak pantas untuk jadi apapun....", dia berkata merendahkan dirinya sendiri.
"Ucokkkk...., tapi kamu adalah laki - laki, ketegaranmu melebihi seorang perempuan, meskipun kamu lemah di hadapan ibumu, aku tahu kamu takut menjadi anak durhaka, kamu takut mulut seorang ibu yang berbisa kepada anak. Aku bisa merasakan hal itu, karena aku juga punya seorang ibu....", kata - kata Rani membuat Ucok kembali diam.
"Kemarin dirumahmu, aku dengar kamu kemukakan impian yang kamu sembunyikan selama ini, adalah menjadi seorang pelukis, tapi hanya terpendam, jadi karena itu kamu ingin kuliah dan mengambil jurusan seni lukis, tetapi ibumu menuruti dirimu, hanya karena menganggap kuliah hanya kesampingan dan menikah nomor satu....", Rani berkata lembut.
"Di dalam adatku, memang seorang anak laki - laki, akan dinikahkan dengan sepupunya dan harus memiliki keturunan laki - laki, kalau tidak pahit mau tidak mau harus di terima, tetapi aku juga punya pilihan atas hidupku sendiri, aku ingin merintis karir dulu dan punya asa depan, sebelum aku punya keluarga, agar kehidupan mereka tercukupi, tetapi mereka tidak mau mendengarkan....., ini pahit hidupku yang ku terima, dan hanya kamu yang mau mendengarkan...", Ucok berkata panjang lebar.
"Cok, jika masa depanmu hancur, karenanya, kamu tetap punya Allah, yang maha paling adil, aku anjurkan padamu untuk sholat malam, meminta petunjuk hidupmu..., bahkan hati yang sebenarnya kamu rasakan....", kata - kata Rani, membuat Ucok menatap dirinya lama.
"Termasuk apa yang kamu katakan barusan denganku, mengenai hati kita adalah sama...", dan kalimat ini, entah bagaimana Rani yang menjadi terdiam, jika sepasang muda mudi lawan jenis selalu bersama, pastilah timbul perasaan yang lain dihati, meskipun awalnya adalah sahabat.
Keduanya, seakan menyadari, jika sesungguhnya ada jalinan cinta, yang terlupa selama ini untuk bisa di rasakannya, dan baru sekarang mereka merasakannya.
Rani, menyusul Kadek serta ketut ke kantin, disana dia banyak melamun, hingga keduanya menatap heran.
"Hey, kesambet apa kamu ini, ayo makan, aku sudah pesankan baksonya...", Kadek menghamburkan lamunannya, iapun tersadar dan menyuap baksonya ke dalam mulut.
"Maaf....", Rani tersipu malu.
"Sumpah deh, sejak kamu bergaul dengan si Ucok itu, kamu berubah sepert dia, rasanya dia seperti kuman saja...", Ketut memberikan pendapatnya.
"Sudahlah jangan terus - menerus seuzon tentang dirinya....", Rani berkata bijak.
"Tidak baik, Allah juga tidak suka dengan orang yang suka seuzon dengan orang lain", Rani menceramahi mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHARANI ( pengembangan cerita )
Tâm linhSinopsis : sosok gadis berhijab meskipun dia seorang gadis Bali dengan wajah manis bernama Maharani dan dia biasa disapa Rani, memiliki sifat yang lemah lembut, segala apa yang ada dalam dirinya nyaris sempurna. Sejak kuliah, Rani memiliki sahabat l...