Pagi itu, Rani memulai harinya, untuk kembali memasukkan lamaran pekerjaan, dan di tengah jalan dia berpas - pasan dengan Awwut, sejenak mereka terdiam dan saling memandang satu sama lain, Awwut mencoba untuk kembali menyakinkan hatinya, namun bibirnya hanya bisa diam membisu, sampai pada akhirnya dia mencoba untuk mengangkat mulutnya, namun Aroon tiba - tiba saja datang dan memegang tangannya di depan Rani layaknya, dua orang pasangan kala itu juga, Vanida memberikan hasil pemeriksaan palsu positif hamil kepada Rani dan mereka mulai bersandiwara, Awwut yang lemah dia mencoba memberontak namun hasilnya nihil, ketika masa lalu itu diungkit lagi oleh Rani, sekalinya pernah berbuat kesalahan maka image tersebut sulit untuk dihapuskan.
"Demi Allah, aku tidak mungkin akan memainkan apa yang telah aku yakini sekarang, aku telah menjadi Islam saat ini, dan itu karena hidayah hidup yang memanggilku, termasuk pertemuan kita, Rani apakah masih kamu menyisakan keraguan itu walau kamu melihatnya sendiri....", Awwut berucap lirih.
"Aku tahu kamu sudah berubah, tapi apa yang pernah kamu lakukan dulu sudah terlanjur terjadi....", ! Suara Rani tiba - tiba saja menjadi tegas.
"Dan itu masih belum tergantikkan...", Rani masih meneruskan kata - katanya.
"Aku tahu itu sangat parah, tapi yang satu itu, aku belum sampai melakukannya, Vanida tidak hamil dia bohong, dan kalau saja aku tidak terlanjur bergaul dengan mereka, semua tidak akan begini....", Awwut tidak sanggup menahan air matanya untuk keluar lagi.
"Tapi Aroon, dia homo dan dia adalah sahabatmu, yang sebenarnya bukan sahabat yang baik. Tapi kamu sudah terjebak di dalamnya..., aku percaya padamu, namun kamu tahu ini semua juga buatku tersiksa...", ! Rani sedikit meninggikan lagi suaranya.
"Aku mencintaimu Rani....", tiba - tiba saja Awwut menyela dengan perkataan tersebut dan membuat Rani menjadi bungkam seribu bahasa, dia hanya bisa berdiri kaku di depannya.
"Sekarang kamu mau pergi kemana...", ? Awwut mencoba mengalihkan pikiran Rani ke tempat lain.
"Aku mau mencari pekerjaan lagi...", Rani menjawab dengan suara lemah.
"Aku antar yah....", tawaran Awwut tersebut membuat hatinya luluh sejenak dan terlupa dengan apa yang dipikirkannnya, lagi - lagi Rani diperlihatkan oleh kebaikan yang sangat tulus dan sulit diingkari lagi, kemudian diapun sadar kalau apalah arti Rani berbuat baik padanya dengan menuntunnya untuk akhirnya mendapatkan hidayahnya kalau masih muncul keraguan.
Keduanya langsung berjalan bersamaan, menuju kearah halte untuk naik bis, Rani duduk di halte tersebut dengan pandangan tertegun memandang kedepan, sedangkan Awwut berdiri di depannya.
Ada bis yang akhirnya, berhenti di depan mereka, Awwut langsung masuk lebih dulu sedangkan Rani mengikutinya di belakang, kemudian di dalam mereka duduk berdua, sejenak mata Rani menatap dirinya kemudian menunduk kebawah.
"Aku minta maaf, yang kadang masih berprasangka buruk padamu...", Rani terlihag wajahnya menyesal, namun Awwut membalasnya dengan senyuman bijak.
"Tidak apa - apa", dia menggeleng lembut.
Bis itu tidak lama, kemudian telah sampai, di tempat tujuan, keduanya turun berurutan dari dalam bis, dan Awwut menunggu Rani masuk ke dalam salah satu ruangan kantor, di dalam lobby yang menyediakan sofa berwarna hitam.
Dan tidak lama kemudian, Rani datang, dia berdiri di depan Awwut dengan mematung, memandang dirjnya, mata Awwutpun membalas tatapan tersebut.
"Nanti akan dikabari, oleh perusahannya...", dia menjelaskan singkat.
"Insya Allah itu adalah kabar baik...", ucapan Awwut seperti mendoakan dirinya, lalu mereka meninggalkan gedung kantor tersebut, Awwut sendiri sejenak lupa apa yang di rasakannya adalah kesedihan barusan saja.
"Kelihatannya, kamu memang benar - benar sudah mantap dengan keputusanmu, dan sekarang justru aku yang berpikir, aku yang bodoh...", Rani memulai suatu topik kepadanya sambil berjalan di trotoar.
"Bodoh...", Awwut mengulangi kata - kata tersebut, lalu dia menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.
"Nothing, your smart....", dia meneruskan kata - katanya.
"Tapi aku mudah terpengaruh oleh orang lain...", Rani seperti terdengar menyalahkan dirinya sendiri.
"Kegoyahan yang berdiri diatas kepercayaan cinta, bukan berarti akan membuat semuanya retak, kalau saling percaya, aku sangat mencintaimu...", nada suara lembut Awwut kembali membuat Rani terdiam.
Tanpa disadari, Aroon melihat mereka berdua dari kejauhan, dan rasa cemburu buta semakin menguasai dirinya, dia mengirim whatsapp diam - diam pada Vanida, untuk merencanakan sesuatu yang lebih licik lagi.
"Vanida, ambil pisau, di dapur dan kamu lukai tanganmu, lalu kamu bilang ke orang lain jika kamu hamil dan ingin bunuh diri, nanti bila ada kerumunan orang aku akan berada di tengahnya, mereka kembali akrab lagi....", dengan puas dia mengirim pesan tersebut, dan Vanida menyetujui pendapatnya.
Pada malam itu, ketika Awwut baru saja mencari makan di luar hotel, dia mendengar keributan di hotel sebelah tempat makan tersebut, mereka bilang ada yang mencoba untuk bunuh diri, dan benar saja Vanida menangis di depan mereka semua, dengan tangan terluka oleh pisau tepat di kulitnya.
Awwut sudah paham, ini adalah sebuah permainan, namun dia tetap mencoba membantu jika masalahnya sudah seperti ini, bodohnya dia justru masuk ke dalam perangkap tersebut.
"Kamu harus bertanggung jawab...", di depan umum Vanida sengaja berkata demikian hingga orang - orang nyaris menggeroyok dirinya, namun tepat kebetulan Awwut datang dsn melerainya.
"Maafkan dia, kamu tidak apa - apa..", dia memperlakukan Awwut juga layaknya pasangan homo, Awwut mencoba berontak namun apa daya dirinya, Rani saat itu yang tengah berada di tengah mereka hanya bisa menangis, tapi kali ini dia mencoba untuk tidak goyah kepercayaannya kepada Awwut.
"Aroon, apapun yang kamu lakukan, tidak akan bisa melenyapkan apa yang ada dalam hatiku....",! Kata - kata keras Rani, membuat Aroon justru semakin menjadi - jadi, dia mencoba menyetubuhinya, namun Awwut mendorongnya keras dengan jijik, hingga Aroon terjatuh kemudian berlari meninggalkannya, tetapi tatapan matanya seperti akan mengancam dirinya untuk melakukan hal yang lebih hebat jauh dari ini.
"Rani, kamu membelaku...", nada suara Awwut nampak terbata.
"Yah karena kekuatan cinta adalah lapisan kepercayaan yang kuat juga... ", Rani berkata lembut, kemudian Awwut meneruskan langkah kakinya untuk mengantar Rani pulang kerumahnya.
"Rani, aku besok sudah harus kembali ke Thailand, terima kasih jika sudah menuntun hidayah yang memanggil diriku...", dia mengucapkan hal itu sambil tersenyum, dan Rani membalas senyumannya.
"Tidakkah, terlalu cepat kamu pulang...", ? Raut wajah Rani berubah, seperti merasa kehilangan dirinya.
"Jika di sela waktu pekerjaanku, aku akan berkunjung ke Bali untuk kamu...", Awwut berjanji padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHARANI ( pengembangan cerita )
SpiritualSinopsis : sosok gadis berhijab meskipun dia seorang gadis Bali dengan wajah manis bernama Maharani dan dia biasa disapa Rani, memiliki sifat yang lemah lembut, segala apa yang ada dalam dirinya nyaris sempurna. Sejak kuliah, Rani memiliki sahabat l...