Part 15 Hidayah Seorang Pemabuk

15 0 0
                                    

"Paronama thi swyngam, ni wan ni.....", Aroon berujar, dan Awwut hanya mengangguk. ( paronamanya indah )

"Purnamanya memang sedang bulat", dia menyahut serius.

Dan Awwut memeriksa hasil fotonya, dengan gambar yang sudah pas diambil olehnya.

"Kalau kamu sudah terlalu mabuk, maka hari ini tidak bisa foto kan...", Aroon memicingkan matanya.

"Mau aku sedang minum banyakpun aku tetap bisa memotret", Awwut menggelengkan kepalanya.

Aroon memandang wajah, Awwut yang bersedekap dan berjalan perlahan mendekati deburan ombak, sambil sedekap.

"Meskipun begitu, aku tetap ingin sadar diri, pada saat melukiskan alam dengan kameraku, kamu hanya ini pelarianku dari hidup yang ku telan pahit dari selama yang ku jalanj, bahkan akupun tidak takut mati...", Awwut berkata panjang lebar.

"Karena kamu masih percaya Tuhan....", Aroon menanggapi dirinya, dan Awwut hanya diam termenung seakan meratapi nasibnya sendiri.

"Hanya dengan kamera ini, aku bisa menghidupi ibu dan adikku, meskilun harus meninggalkan rumah teramat jauh sekalipun...", Awwut berkata panjang lebar.

"Masih banyak yang akan kita nikmati, di esok hari sebaiknya kita pulang ke penginapan...",

Aroon menepuk bahu, Awwut sekali lagi, dari belakang diapun menoleh dan mereka meninggalkan tempat tersebut, pada saat berjalan sambil mengobrol, suara mengaji seorang perempuan dari rumah terdekat sana, membuat Awwut terdiam, menatap kearah jendela yang terlihat itu adalah jendela kamar.

Perasaan Awwut, terdiam, dan entah bagaimana, rasanya bulu kuduk merinding, mendengar suaranya, dan sentuhan suaranya menyayat sampai ke hati, ada sesuatu yang bergetar di palung jiwanya.

"Itu bukan suara hantu kan....", Aroon berbisik kepada Awwut.

"Entah itu suara apa, tapi seperti lantunan yang dibaca, entah apa itu, tapi aku merasakan sesuatu hal yang tidak biasa, ayolah kita pulang saja, ini sudah akan larut malam", Awwut membalas perkataan Aroon dan mereka meneruskan langkah kakinya.

Setelah sampai di penginapan, keduanya masuk ke dalam kamarnya sendiri - sendiri, dan pada saat Awwut sedang sendiri di kamarnya, suara perempuan mengaji itu kembali tergiang di telinganya, dia mencoba untuk memejamkan mata namun tidak bisa, dan pada saat sudah mulai terlelap, justru Awwut di kagetkan oleh suara bunyi telepon, kebetulan penginapan inipun memang bisa menggunakan Wifi gratjs.

Awwut mengangkatnya, dan disana tertera nama Malee Dang, diapun segera mengangkat telepon dari adiknya tersebut.

"Halo....",

"Halo, Awwut aku hanya rindu denganmu....", suara Malee terdengar santai, dan hal itu yang membuat Awwut mengubah ekpreksi tegangnya, karena ini sudah lewat tengah malam, jadi sudah pasti mengira akan terjadi sesuatu di rumahnya.

"Bagaimana kabar mama, Malee....", ? Awwut bertanya.

"Kami semua baik", jawab Malee.

"Syukurlah....", Awwut bernafas lega.

"Kapan kembali ke Bangkok", ? Malee bertanya lagi.

"Kalau nanti pekerjaanku sudah selesai", Awwut menyudahi teleponnya.

Keesokan harinya, di kampus Rani, baru saja selesai mata kuliah pertamanya, pada pukul delapan pagi dan selesai jam dua belas, dia akan masuk ke dalam kelas mata kuliah keduanya pada pukul satu nanti, dan sambil menunggu jedah waktu kuliah, Rani pergi ke dalam kantin lebih dulu.

Pada saat dia melintasi Fakultas Seni Rupa pikirannya, tertuju kepada Ucok, dia kembali terbayang kepada laki - laki tersebut, rasanya dj akhir persahabatan ada kekecewaan karena
Teryata saling mencintai tapi tidak bisa saling memiliki.

"Kamu ini jatuh cinta dengan Ucok yah sebenarnya....", Kadek yang berdiri di sebelahnya menebak pikiran Rani.

"Ya Allah, maaf melamun....", dia menyadarkan dirinya sendiri, kemudian meneruskan kembali langkah kakinya.
Dan pada saat sudah sampai di dalam kantin, Rani memesan bakso serta es teh manis, sorot matanya menerawang menatap kearah kursi yang berada di pojokkan, disana Ucok biasanya duduk disana, dalam bayangan Rani, dia seakan masih melihat Ucok yang duduk disana bukan kedua perempuan tersebut.

"Ran..., apa kamu sadar, jika perasaan itu bisa berubah dalam sekejap", Kadek yang duduk didepannya menegur dirinya.

"Aku tahu, dan karena itu aku menyesalinya, dia harus pergi dari kampus ini, padahal disini dia bisa membangun cita - cita itu bersama", Rani berkata panjang lebar.

"Kehidupan latar belakang keluarga yang rumit, memang akan menjadikan segalanya menjadi berdampak buruk...", Kadek memberikan nasehat padanya.

"Ucok, memang takdirnya adalah hidup sendjri, seperti sekarang yang kamu lihat, dan tanpa sebuan jmpian...", Kadek mencodongkan badannya kedepan.

Pada malam berikutnya......

Setelah pulang dari kuliah, seperti biasa Rani, sejak semester ini, baru sampai dirumah pada pukul tujuh malam, karena dia juga pergi ke tempat kerjanya, selepas sholat maghrib seperti biasanya Rani sering membaca lantunan ayat suci Al Quran, dan kedua kalinya itu Awwut mendengarnya, entah bagaimana dia menjadi terpikirkan, seorang perempuan yang mengenakan hijab bekerja di kafe tempatnya sering mengobrol dengan Aroon, Awwut yang tangannya sedang memegang botol minuman tiba - tiba saja terlepas begitu saja, dan air matanya meleleh, kakinya terasa mati kaku, baginya itu tidak mungkin suara hantu, seperti kata Aroon jelas itu suara sebuah ayat, namun entah apa itu, Awwut sama sekali tidak paham, pikirannya mulai melayang mendengarkan suara merdu gadis itu.

Tapi tiba - tiba saja, Aroon datang, dan menunjuk kearah lokasi foto yang bagus di Bali, pikirannyapun mulai teralihkan.

"Aku baru saja browsing, kalau disini ada tempat foto yang bagus, di Uluwatu...", Aroon berkata dengan semangat.

"Khxthos, chan mi di nen, chan diyin seiying thi xik, thang...", Awwut berkata pelan dengannya ( maaf, aku sedang tidak fokus, aku sedang mendengar suara itu lagi )

"Ayolah sobat, disana banyak perempuan cantik juga, kalau kamu mau merayunya", Aroon seakan berkata untuk membujuknya.

"Oke, kita kesana.....", Awwut mengangguk setuju.

MAHARANI ( pengembangan cerita ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang