Part 30 Kebimbangan Hati.

12 1 0
                                    

Pada akhirnya, Rani kini sudah memasukki bab enam skripsj, revisinya juga tidak banyak, dan dia akan mempersiapkan dirinya, untuk sidang bulan depan, dan entah bagaimana pada saat di dalam kampus, pikiran Rani tertuju kepada Ucok, dia tertegun menatap taman di depannya, dan Kadek ikut duduk disana.

     "Rasanya aku ingin bertemu Ucok, walau bukan untuk mengungkit masa lalu...", dia berkata sambil mendesah.

    "Rani, dia sudah bukan jodohmu...", ! Kadek berkata tegas.
    
    "Aku tahu, tapi aku hanya merasa bersalah karena jatuh cinta padanya..., dan membuatnya jadi seperti ini...", tanpa terasa air matanya menetes, dan membasahi hijab warna biru yang dikenakannya.

       Pada saat itu, Rani membayangkan Ucok, hari yang pernah di lalui bersamanya, sambil berjalan menuju kearah halte, dia duduk disana sambil tertegun, menunggu bis dan bis yang di tunggu akhirnya datang juga, Rani duduk di kursi pinggir jendela, tidak lama kemudian bis itu sampai di sebuah kafe tempatnya bekerja.

       "Sudah sampai mana skripsi kamu", ? Wayan bertanya padanya.

        "Bab enam...", Rani menjawab singkat.

          "Rasanya, setiap kali masuk ke dalam restoran ini, aku teringat oleh Awwut atau Aroon...", Rani memulai ceritanya.

         "Dan nanti malam, aku mau kerumah Ucok...", Rani mengungkapkan perasaannya.

         "Kamu teringat oleh Awwut, tapi kamu mau kerumah laki - laki lain...", Wayan menggeleng perlahan.

        "Aku hanya ingin menuntaskan rasa bersalah ini padanya...", tiba - tiba saja air mata meleleh namun dengan cepat dia mengusapnya, dan Rani membawakan hidangan makanan yang dipesan oleh tamu ke mejanya.

        Dan pada saat, dia sedang berada di ruang restoran, mata Rani memandang sebuah kursi dan meja yang dulu sering di duduki oleh Awwut dan Aroon.

      Tatapan, matanya masih mengenang, dimana Rani pernah membawakan hidangan itu ke mejanya, namun dengan cepat dia segera menghapusnya.

    Dia sedang kalut, mengenai Ucok, yang pernah mengisi hatinya, dan setelah jam istirahat kerja, Rani duduk sendiri diatas pasir pantai Kuta, memandang deburan ombak dan hijabnya terlihat tertiup angin, Wayan menghampiri dirinya, sambil berdiri disampingnya.

   "Ada kebimbangan dalam hatimu, juga kan dalam hal ini....", ? Dia menebak perasaan Rani, dan gadis itu bersedekap sambil beranjak berdiri.

    "Hanya Allah yang tahu, dan aku hanya ingin mencari jawabannya, tidak mungkin aku jatuh cinta pada keduanya, namun di satu sisi, rasa bersalahku pada Ucok yang belum terbalaskan...", Rani berkata panjang lebar.

    "Kadang Allah, berbicara tentang keadaan yang kita alami, tanpa kita menyadarinya...", Rani melanjutkan kata - katanya.

     "Aku hanya ingin semuanya tuntas...", Rani mendesah sambil menunduk.

     "Aku tahu ini hal yang sulit harus kamu hadapi, jika dalam agamaku, aku ke Vihara, untuk mohon petunjuk...", Wayan berkata panjang lebar.

    "Sama halnya denganku, meskipun caraku beribadah, berbeda tapi kita tetap menyembah satu Tuhan juga...", Rani berkata panjang lebar.

     "Menurutku, jika Ucok bukan jodohmu, tidak perlu lagi untuk diperjuangkan, lebih baik kalau aku pasrah, kalau aku jadi kamu....", Wayan berkata dengan tegas.

     "Aku akan mempasrahkan diriku kepada Allah, atas jodoh yang ku dapat, setelah aku membayar rasa bersalahku, sebelum segalanya terlambat...., aku merasa bersalah karena mencintainya..., dan itu yang membuatnya seperti ini...", Rani menyahut dengan pelan.

      "Tidak ada yang salah untuk cinta Rani, karena cinta adalah anugrah Tuhan....", kata - kata Wayan membuat Rani terdiam membisu, namun dia tetap bertekad untuk kerumah Ucok.

     Malam harinya...

Dia pergi kerumah laki - laki itu, Rani memberanikan diri, untuk mengetuk pintu pagarnya namun yang di dalam bukanlah seorang yang biasa membukakan pintu, bahkan seperti tidak mengenal dirinya.

       "Maaf ini rumah keluarga Siahaan kan...", ? Rani bertanya pelan.

       "Iyah tapi mereka sudah pindah ke Medan, sebulan yang lalu, dan sekarang kami yang menempati rumah ini...", mendengar kata - kata gadis di hadapannya itu air mata Rani menetes, sekarang dia sadar walau sampai kapanpun jika tidak jodoh, maka akan selalu sulit untuk dikejar, dalam satu sisi lain inipun, ingatan Rani tiba - tiba saja teringat kepada Awwut dan dia membuka ranselnya, melihat kembali alamat yang tertera, sambil menderu nafas, mungkin ini adalah jodoh sejatinya Rani...?.

   

MAHARANI ( pengembangan cerita ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang