Part 38. Aroon Semakin Menyiksa Awwut

44 0 0
                                    

Setibanya, di Bangkok teryata penyiksaan itu justru semakin menjadi - jadi merajai dirinya, Aroon yang juga sudah kembali ke negerinya bersama Vanida, target sasaran utamanya sekarang adalah keluarga Awwut, dia mengatakan jika Awwut sejak memeluk Islam, dia merasa tidak nyaman di keluarganya karena perbedaan agama, padahal keluarganya sendiri menerima adanya perbedaan itu dan Awwut juga mengetahui hal itu.
Tiba - tiba saja hal aneh dialami oleh Awwut, ada yang dipendam oleh Malee, dia merasa kejanggalan dari sikap adiknya tersebut.

Meskipun masih menegurnya dengan manis, namun sikap Malee tidak seperti biasanya dia menjadi kaku terhadap Awwut.

"Malee, kamu kenapa...", ? Awwut bertanya heran padanya.

"Harusnya aku yang bertanya, apa yang kamu pikirkan dengan keluargamu sendiri, kamu merasa janggal karena sekarang kita berbeda...", suara Malee terdengar meninggi kepadanya.

"Ya Allah, Malee aku tidak berpikir senegatif itu....", Awwut terdengar suaranya lelah menanggapi sikap Malee.

"Lalu, kalau begjtu, sekarang boleh aku bertanya, menurut kamu apakah sikap kami sudah cukup baik terhadapmu...", ? Kata - kata yang meluncur dari mulut adiknya membuat air mata Awwut jatuh, rasanya penyiksaan semakin mendera hatinya.

Dia memojokkan seakan Awwut merasa tidak nyaman dengan keluarganya, dan menerima perubahan dirinya dengan tidak baik.

"Malee, sama sekali aku tidak punya pikiran demikian, bagiku kalian tetap keluargaku meski kini kita berbeda, tidak sama sekali aku punya perasaan yang negatif....", Awwut berusaha menjelaskan kepadanya.

Pada saat yang bersamaan, ibunya datang menyusul Malee, dia menatap Awwut tajam lalu sejenak mengalihkan pandangannya kepada Malee.

"Apa yang dikatakan oleh Malee, mungkin saja benar, kami tidak memaksamu, jjka ada sikap kamj yang membuat kamu terluka..., " kemudian dia mulai berkata.

"Demi Allah, atas rasa itu..., aku sama sekali tidak merasa...", air mata Awwut semakin deras menghujani pipinya.

Entah apa yang dipikirkan Lamai, dia masuk ke dalam kamarnya, dan memandang wajahnya di cermin kala itu juga, Awwut mengikuti dirinya.

"Mama, percayalah padaku...", dia berusaha menyakinkan ibunya tersebut.

"Aku telah berubah, karena hidayah itu, tapi bukan berarti aku ingin meninggalkan kalian karena merasa tidak nyaman dengan rumahku sendiri..." , suara Awwut terdengar lirih, kemudian Lamai menatap wajah anaknya dia berdiri di depannya.

"Tapi pastinya ada hal yang membuat kamu tersiksa, jika kamu ingin pergi tidak apa - apa atau besok kita akan adakan pembicaraan dengan keluarga besar juga...", kata - kata tersebut entah kenapa Awwut tidak bisa membantahnya.

Dia hanya masuk ke dalam kamarnya dan merenungi semua apa yang dikatakan oleh Lamai kepadanya, wajahnya memandang cermin meja rias di hadapannya, sambil duduk di tempat tidur, dan tangannya mulai memainkan Hp, dia menggeser kontak Rani untuk menghubungi dirinya.

       "Asalamualaikum, Rani boleh aku ngobrol denganmu, jujur apa yang ku hadapi disini jauh lebih pahit daripada di Bali...", suara Awwut terdengar serak dari seberang telepon.

       "Walaikumsalam, aku tahu, kamu pasti akan kuat untuk menghadapi semua ini....", Rani menguatkan dirinya.

       "Tidak ada ujian dan cobaan yang berat, jika Allah tidak sayang kepada umatNya..", Rani meneruskan kata - katanya.

        "Meski aku dikira macam - macam, oleh ibu dan adikku, berprasangka buruk kepada mereka, dan seolah aku merasa tidak nyaman dengan mereka, karena aku sekarang berbeda keyakinan, dan minggu ini akan ada pertemuan keluarga besar...", Awwut bercerita panjang lebar.

MAHARANI ( pengembangan cerita ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang