Hanbin melangkahkan kakinya untuk menuju lantai 8 yang Bobby bilang, agak malas sejujurnya karena ini sepupu Bobby.
Saat lift sampai di lantai 6 dan Hanbin masih tetap sendirian, lift itu berhenti, pintu otomatis terbuka menampilkan seseorang yang pucet, berambut panjang terurai, berpakaian pasien, dan infus di tangannya.
Bukan hanya Hanbin yang terkejut akan penampilannya, tetapi seseorang yang menekan tombol lift itu jauh lebih terkejut melihat seorang pria membawakan bunga, bunga favoritnya.
Ya kalian sudah tau siapa dia, Jennie.
Akhirnya dengan terpaksa Jennie masuk ke dalam lift itu, ketika ingin menekan tombol ternyata tujuan mereka sama. Jennie jadi mengurungkan niatnya. Suasana di dalam lift sangat hening. Jennie berdiri di dekat pintu, sedangkan Hanbin berdiri di pojok kiri belakang.
Ting!
Mereka sudah tiba di lantai 8, Jennie memegang infusannya, diikuti dengan Hanbin yang memang tujuannya adalah lantai 8. Jennie berjalan terus menuju kamarnya, sedangkan Hanbin sempat menghampiri penjaga disana di mana kamar 5210 itu. Jennie masih terus berjalan, dan Hanbin juga ikut berjalan di belakang Jennie.
VIP TERATAI. 5210.
Saat Jennie hendak membuka pintu kamarnya, Hanbin berhenti tepat di belakangnya.
"Lu ngapain?" Tanya Jennie agak sedikit sinis.
"Seharusnya gua yang tanya, lu kenal sama sepupu Bobby?" Tanya Hanbin agak bingung.
Jennie tidak menghiraukan ucapan Hanbin, ia lebih memilih berjalan masuk dan berpura pura tidak dengar.
"Sepupu Bobby paling cewe." Dumel Jennie kesal.
Belum sampai Jennie ke tempat tidurnya, pintu itu kembali terbuka. Ia menoleh ke belakang, "Lu ngapain sih?"
Hanbin masuk, dan dia sempat diam sebentar. "Lu sepupunya Bobby?" Tanya Hanbin memastikan.
Hanbin emang suka lemot kadang.
Jennie menggeleng.
"Lu ngapain di kamarnya sepupu Bobby?" Tanya Hanbin penasaran.
"Ini kamar gue. Siapa sepupu Bobby? Lu bisa cek di pintu namanya."
Hanbin langsung buru buru membuka pintu itu dan melihat namanya.
VIP TERATAI. 5210.
Jennie Callysta."Berarti lu sepupunya Bobby dong Jen?" Tanya Hanbin memastikan.
"Lu keluar, dari pada lu ganggu."
Tak lama ada seorang suster membuka pintu dan masuk menghampiri Jennie.
"Jennie, kamu dari mana? Kamu gak boleh jalan jalan dulu. Jaga kondisi badan dan si kecil kamu yang di perut." Ucap suster yang sepertinya seumuran dengan mamanya.
Ambyar. Hanbin tak salah dengar. Si kecil yang di perut kamu? Mata Hanbin memanas.
"Jennie, di minum ya vitaminnya, dia butuh asupan. Makanannya jangan lupa di makan ya sayang." Suster itu kembali pergi setelah mengecek infus di tangan Jennie.
Hanbin menghampiri Jennie yang sedang duduk di pinggiran tempat tidur sambil menatap ujung kakinya.
"Si kecil Jen?" Tanya Hanbin memastikan.
"Kamu salah denger Bin." Ucap Jennie mencoba menatap Hanbin, meski banyak air di pelupuk matanya.
"Gak mungkin Jen, aku gak salah denger. Kamu?" Tanya Hanbin berhati hati.
Jennie terdiam.
"Sejak kapan?" Tanya Hanbin lagi.
Jennie lagi lagi terdiam.
"Jen jawab!" Nada bicara Hanbin sedikit meninggi.
"Gak ada yang perlu lo tau Bin. Gue gak mau terima tamu. Gue butuh istirahat. Mending lo cari sono sepupu Bobby."
Hanbin menarik Jennie kedalam pelukannya. Rasa bahagia? Tentu, kabar si kecil yang ada di perut Jennie membuat Hanbin bahagia. Rasa marah? Sangat marah, ketika melihat betapa kurus dan pucatnya Jennie. Rasa kecewa? Pasti ada.
"Aku udah janji kan sama kamu? Sekarang aku mau buktiin ke mama Bom. Gimana?" Tanya Hanbin.
"Gak usah." Jennie melepaskan pelukan Hanbin.
Tapi Hanbin terus memeluk Jennie.
Pintu tiba tiba terbuka, Hanbin menoleh melihat siapa yang datang. Chaerin, mama Jennie. Dan Chaerin hanya menatap kedua insan itu.
"Jen, aku mau ngomong dulu sama mama kamu ya." Ucap Hanbin melepas pelukannya, mengusap puncak kepala Jennie.
Jennie menatap Hanbin, dan Hanbin pergi meninggalkan dirinya untuk menghampiri Chaerin. Entah apa yang Hanbin katakan, tapi mereka keluar dari kamar Jennie.
Jennie bahagia? YA! Tentu.
"Hay baby, are you okay? Sorry to make you feel so sad, i love you." Ucap Jennie sambil mengelus perutnya yang masih cukup rata.
"Jennie-yaa!!!!" Suara Jisoo terdengar menggelegar.
Seingat Jennie, teman-temannya tidak ada yang mengetahui kalau dirinya kembali dirawat di rumah sakit.
"Kak Bobby sepupunya di rawat disini?" Tanya Jennie ketika melihat Bobby yang ikut bersama dengan Jisoo.
"Hah? Sepupu apaan?" Tanya Bobby bingung.
"Ah lupain aja."
Bobby dan Jisoo sedikit tertawa, sepertinya mereka berhasil.
"Tante Chae mana, Jen?" Tanya Jisoo.
"Ini pasti mama ya yang kasih tau lu Jis?" Tanya Jennie memastikan.
"Iya, kasian Tante Chae kalo sendirian jagain lu." Jawab Jisoo.
Ayah Jennie? Jiyong? Dia sendiri sedang berada di luar negeri untuk beberapa urusan.
"Tunggu ya, mama lagi keluar bentar." Ucap Jennie dan berjalan meninggalkan Jisoo juga Bobby.
Jennie berjalan ke toilet, jalannya saja sudah susah dan sempoyongan, tangannya selalu meraba raba dinding.
PLETAK!
"AAAAAKKKHHHH SAAKKIIIITTT."
"Jennie!" Jisoo langsung berlari ke toilet dan melihat Jennie sedang kesakitan memegang perutnya.
"BOBBY!!!" Jisoo langsung berteriak sangat kencang memanggil Bobby, karena panik melihat Jennie.
Bobby langsung berlari dan juga ikut panik, bahaya Jennie banyak mengeluarkan darah.
"Bob ini gimana? Jennie pasti ah ga boleh!!" Langsung saja Bobby berlari keluar memanggil dokter.
"Jis sakit..." rengek Jennie.
"JEN LU NGAPAIN?" Hanbin yang baru datang terlihat sangat panik ketika melihat darah disana, langsung Hanbin menggendong Jennie keluar dari kamar mandi.
"Dokter mana dokter?!" Hanbin semakin panik.
Sedangkan Chaerin dan Jisoo juga sedang menunggu Bobby memanggil dokter.
Hanbin? Terus menggenggam tangan Jennie. Agar rasa sakit itu mengalir.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tbc
Kenapa ya makin lama makin sedih gini ceritanya? Apa karena hatiqu sedang bersedih? wkwkwk, dah males basa basi. Votement ya teman teman. Klik bintang, dan komentar yang banyak. Luvsya!
Rabu, 24 Januari 2018.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Life -JENBIN
FanfictionApa jadinya jika kalian menikah atas dasar pemaksaan orangtua? Ini namanya penjodohan. Terlebih lagi menikah dengan orang yang tidak diketahui sebelumnya. Banyak kejadian yang membuat mereka bertengkar dan ingin berpisah, namun salah satu dari merek...