[] 07 []

309 37 12
                                    

Cukup lama kami berpandangan, hingga akhirnya gerakan tangannya berhasil membuatku tersadar dari lamunan. Dia perlahan mengangkat tubuh mungilku. Sungguh... ini seperti mimpi. Aku dan dia seperti sudah lama saling mengenal. Tak ada perasaan takut atau khawatir saat aku berada di dekatnya saat ini.

Dengan hati-hati, ia membantuku untuk kembali duduk di kursi roda. Bahkan, karena saking hati-hatinya, aku dan dia nyaris terlihat seperti orang yang sedang berpelukan.

Setelah aku terduduk di kursi roda, dia berbalik dan berjalan mendekati Bella yang melongo ke arahku. Wajahnya lucu sekali. Tunggu... kenapa aku bisa bahagia seperti ini? Ini bukan karena aku ditolong oleh cowok itu, kan?

"Semuanya bubar!" perintah cowok itu kepada semua kerumunan yang ada mengelilingi lapangan. Lantas, kerumunan itu bubar dan hanya menyisakan tiga orang di lapangan. Aku, dia dan Bella.

"Maksud lo apa permaluin dia di depan muka umum?" Aku kembali mendengar suara serak cowok itu. Wajahnya menegang, matanya juga tajam menatap Bella. Membuat garis-garis ketakutan tercetak jelas di wajah Bella. 

"A-aku... aku cu-cuma..."

"Harus berapa kali gue peringatin ke lo? Kita berdua sudah nggak ada apa-apa lagi. Hubungan kita udah kelar dan lo nggak pantas menyakiti orang lain demi gue. Karena gue udah nggak cinta lagi sama lo, Bella."

Apa? Jadi, cowok itu adalah mantan pacar Bella yang Bella aku-akui masih sebagai pacarnya?

"Tapi, Gaz. Kamu nggak ingat apa aja yang udah kita lakuin? Kita sering bareng-bareng. Kita hampir nggak pernah lewati waktu sendiri-sendiri. Masa iya perasaan kamu buat aku langsung hilang gitu aja? Aku percaya kamu masih cinta sama aku."

"You're wrong about that, Bel. Perasaan gue emang udah ilang dan nggak akan pernah kembali lagi seperti dahulu."

Aku menelan ludahku susah payah. Belum pernah aku melihat kisah serumit ini. Hidup tanpa bergaul dengan orang lain selama 17 tahun membuatku hanya mengenal bahwa cinta selalu indah. Tapi nyatanya yang sekarang aku lihat di depan mata, cinta tidaklah indah.

"Apa ini semua gara-gara cewek lumpuh itu?!" Bella menolehkan kepalanya ke arahku, menatapku tajam sambil menudingkan telunjuknya ke arahku.

"Bukan dia. Ini semua nggak ada hubungannya sama dia. Gue emang udah nggak cinta lagi sama lo dan sampai selamanya akan begitu. Tetapi gue nggak suka lo campurkan dia ke urusan lo."

"Dia mau ngerebut kamu!" elak Bella.

"Gak masalah."

"Jadi kamu lebih pilih dia daripada aku?" Aku melihat mata Bella sudah berkaca-kaca. Wajahnya sudah memerah karena menangis dan menahan malu. Sebab, meskipun kerumunan sudah bubar, tetap saja ada yang masih memperhatikan kami bertiga dari kejauhan.

"It's not about you and her. But it's about the way you treat her." Nada cowok itu mengecam. "Bahkan, dia yang nggak bisa jalan aja jauh lebih baik dari lo yang punya tubuh sempurna."

Aku bisa merasakan bagaimana berada di posisi Bella. Dia sempurna, memang. Tubuhnya langsing dan kukitnya juga eksotis sepeti artis barat.  Rambutnya juga keriting gantung berwarna sedikit keemasan. Sangat beda denganku yang rambutnya hanya hitam lebat dan lumayan mengembang.

"Gaz, kenapa kamu tega banget sama aku?"

"Nggak tega. Gue sangat nggak tega lihat lo. Tapi mau bagaimana lagi. Lo perlu yang namanya didikan."

Bella menangis. Serapuh itu dia rupanya. Hanya karena cowok, urusan hati, baru dia bisa menangis sampai segitunya. Bella yang tadi beda sekali dengan Bella yang sekarang. Dia nyaris tak terlihat seperti anak nakal.

Aku mengulum bibirku sendiri. Aku takut, tapi bukan takut karena cowok itu lagi. Aku takut suatu saat nanti aku seperti Bella. Rapuh karena perasaan. Rapuh karena reaksi hati. Rapuh karena ilusi cinta. Karena aku tahu, sehebat apapun wanita mengingkari, wanita tetap wanita; mahluk yang paling lemah dalam perasaan.

"Cukup sekali ini aja lo gangguin dia. Dia nggak salah apa-apa. Sama satu lagi, soal kejadian yang di koridor tadi pagi? Itu gue yang mengejar dia, bukan dia yang mengejar gue. Jadi, berhenti buat buli dia. Karena kalau sampai gue dapatin hal yang sama kayak siang ini, lo harus siap didepak dari Bunga Bangsa."

Kulihat cowok itu berjalan menghampiriku. Aku sedikit bingung membalas tatapannya yang menghunus tepat ke retinaku. Namun, semua itu seketika luntur tatkala aku kembali mendengar suaranya yang meneduhkan tiap kali ia berbicara denganku.

"Mulai hari ini dan untuk seterusnya, lo aman. Lo gak perlu takut lagi sama Bella."

Ya, semoga. Aku memang tidak boleh takut lagi. Cukup sekali saja harga diriku dijatuhkan oleh orang seperti Bella. Ya, cukup sekali saja, yaitu hari ini.

Part ini emang bukan seratus persen tentang Karina, yaa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Part ini emang bukan seratus persen tentang Karina, yaa.. 

Ini hanya mengupas secara singkat gimana kehidupan salah satu lawan main Karina di Elevar yaitu Gazlan Samudra!!!

Tapi, gimana tanggapan kalian buat cerita ini? Aku penasaran banget mau tahu. Jangan lupa vote dan comment, ya! Daaah....

ELEVARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang