"Terimakasih, ya, Om. Terimakasih." Gazlan berulang kali menempelkan dahinya pada punggung tangan Papa. Aku hanya bisa menarik senyum. Hatiku sangat bahagia. Kalau sudah begini, dijamin semua pelajaran yang akan diajarkan sepanjang hari akan masuk ke otakku dengan mudah.
"Jangan makasih sama saya. Makasih juga sama Karina karna sudah mau terima kamu." kata Papa sambil melirikku. Aku tersenyum malu, kemudian aku melihat Gazlan kembali berlutut di hadapanku.
"Makasih udah izinin aku jadi salah satu orang paling berarti di kehidupan kamu. Aku janji gak akan ngecewain kamu. Aku janji gak akan pernah bikin kamu nangis. Kalaupun seandainya kamu nangis, aku berani sumpah kalau itu tangisan kebahagiaan." katanya dengan tulus.
Ia meraih tanganku lagi lalu mengecupnya perlahan.
Aku hanya bisa tersenyum. Aku tidak ingin mengatakan apa-apa. Kuharap Gazlan mengerti dengan senyum yang kukembangkan untuknya. Ternyata ini rasanya jatuh cinta, mencintai dan dicintai. Setelah sekian lama aku menghabiskan banyak waktu di rumah, tidak berani mengeksplor diri, akhirnya aku bisa menemukan seseorang yang baik hati seperti Gazlan. Seseorang yang sekaligus akan aku jadikan sandaran jika masalah datang menerpa.
"Udah. Sayang-sayangannya ditunda dulu. Udah hampir setengah tujuh. Kalian harus berangkat sekolah." kata Papa mengusik ketenangan yang tercipta di antara aku dan Gazlan.
Aku mesem, "Ya udah. Karina berangkat ke sekolah dulu, ya, Pa. Papa hati-hati berangkat kerjanya. Jangan ngebut naik mobilnya." ucapku sebelum meninggalkan rumah.
"Saya juga pamit, Om. Sekali lagi terimakasih." kata Gazlan menyusul.
Akhirnya, kami berdua meninggalkan rumah dan pergi menuju ke sekolah. Tak kusangka waktu akan berjalan secepat dan semenakjubkan ini. Aku yang dulu hampir tidak mau bertemu Gazlan, sekarang akan sering bertemunya. Dia mengatakan, bahwa mulai sekarang dia yang akan mengantar sekaligus menjemputku. Dia mengatakan, bahwa sekarang dia akan selalu menjagaku.
"Gazlan." panggilku saat dia sedang menyetir.
"Iya?" Gazlan menoleh.
"Makasih, ya." ucapku.
"Makasih buat?"
"Makasih karna kamu udah bikin aku bahagia."
✨✨✨
"Jadi, kamu udah pacaran sama Gazlan?" Milka menatapku tidak percaya. Ia menajamkan tatapannya, menghunus retinaku. Aku tidak tahu apa yang sekarang ada di pikiran Milka. Tapi aku bisa tangkap ada raut kekecewaan di wajahnya. Jujur, aku tidak tahu kenapa wajahnya seperti menampilkan raut kecewa.
"Apa, sih, yang ada di pikiran kamu?" tanya Milka lagi. Ada nada kesal disana. "Aku sudah bilang, dia bisa bawa pengaruh buruk sama kamu. Aku jamin, sehabis ini sekolah bakal booming sama berita kamu itu. Aku cuma nggak mau kamu kenapa-napa, Karina. Kenapa susah banget, sih, dibilangin?"
Aku tertohok, sebegitu bandelnya aku tidak mau menuruti ucapan Milka? Senyum yang sejak pagi telah menghiasi wajah manisku seketika luntur ketika Milka tidak berpihak pada keputusanku. Aku terdiam sebentar, merangkai kata untuk kuucapkan sebagai bentuk sahutanku pada ucapan Milka.
"Aku nggak setuju kalau kamu sama Gazlan."
"Milka, setelah aku pikir-pikir, nggak ada salahnya aku terima Gazlan. Dia bisa menghargai aku, kok. Soal berita yang nanti bakal booming, aku akan berusaha untuk nggak mikirin itu. Selama aku nggak melakukan hal-hal yang aneh, aku rasa itu cuma bumbu drama sekolah yang ya udah, angin lalu doang. Aku bisa jalaninnya, kok." kataku berusaha untuk membuat pikirannya terbuka.

KAMU SEDANG MEMBACA
ELEVAR
Ficțiune adolescențiKarina Latisha adalah seorang gadis tuna daksa yang ingin merasakan indahnya dunia remaja. Memberanikan diri untuk bersekolah di sebuah sekolah swasta, ia bertemu dengan sosok Gazlan Samudera yang memiliki pesona bak Dewa Yunani. Keduanya punya rasa...