[] 23 []

163 16 1
                                    

"Kita mampir di minimarket dulu, ya? Mama aku nitip susu beruang soalnya. Nggak apa-apa, kan?" tanya Gazlan saat kami ingin meninggalkan sekolah. Aku jelas mengangguk. Aku pikir menyita waktuku sebentar untuk dirinya tidak terlalu masalah. Jawabanku mengundang senyum di bibir Gazlan. Segera ia mengendarai mobilnya pergi meninggalkan sekolah.

Tidak banyak yang bisa aku ceritakan pada kalian selepas aku berpacaran dengan Gazlan. Ya sudah. Begini-begini saja. Intinya kami saling mencintai satu sama lain. Aku tidak pernah menyangka bisa menjadi kekasihnya. Lebih tepatnya wanita yang menggantikan posisi Bella terdahulu. Tanpa sadar aku tersenyum. Aku tersenyum karena sungguh tidak yakin bahwa lelaki yang ada di sebelahku adalah Gazlan.

"Hey."

Aku menoleh, dan mata kami saling bertatapan.

"Kenapa?" tanyanya.

"Kenapa apanya?"

"Kenapa senyum-senyum sendiri gitu. Lagi mikirin apa?"

"Lagi mikirin kamu." jawabku asal.

"Masa sih? Kayaknya enggak deh. Kayaknya kamu nggak lagi mikirin aku."

"Kenapa bisa bilang gitu? Kan kamu nggak tau apa isi otak aku."

Gazlan justru tertawa. Mungkin dia sudah tidak bisa membalasnya. Makanya, dia memilih untuk tertawa saja. Lucu juga dia. Menyerah karena tahu dirinya akan kalah.

"Mama kamu suka susu beruang, tho?" Alih-alih tidak ingin membiarkan obrolan ini berhenti begitu saja, aku memutuskan untuk bertanya padanya. Sebagai jawaban, dia mengangguk. "Suka banget. Apalagi kalau lagi flu, bakal jadi alasan banget untuk beli banyak."

"Oh, Mama kamu lagi flu?" Aku sedikit merasa terkejut.

Dia mengangguk lagi. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi, yang jelas aku merasa bersedih hati. Mungkin kalian berpikir itu hanya flu, tapi kalian belum tahu rasanya kehilangan seorang Mama, kan? Maaf. Aku tidak bermaksud memujakan hal buruk terjadi pada kalian. Aku hanya... hanya tahu rasanya kehilangan seorang ibu, dan apapun yang berbau tentang Mama, aku selalu sensitif akan hal itu.

"Boleh aku ikut ke rumah kamu?"

"Ikut? Untuk?"

"Ya buat jenguk Mama kamu, dong."

Melihat ekspresi dan mataku, seolah Gazlan mengerti akan sesuatu. Dia diam sejenak, mencoba mengalihkan perhatiannya pada jalanan yang ada di depan sana. Tapi gagal. Dia kembali menatapku dan perlahan namun pasti, dia mengangguk-yang kontan membuat senyum manis terbit di wajahku.

"Nggak apa-apa, kan?"

"Nggak apa-apa kalo itu bisa buat kamu seneng."

✨✨✨

"Mama!" Suara Gazlan yang begitu nyaring membuat gendang telingaku seperti melonjak kaget. Kini, kami berdua sudah tiba di rumah. Sungguh. Ini pertama kalinya aku dibawa kemari, ke rumah pacarku sendiri.

Rumah Gazlan tidak terlalu besar, tapi terkesan mewah. Suasananya juga kelihatan adem, tidak panas atau gersang. Banyak tanaman hias di teras rumahnya-yang sudah pasti itu hasil kerajinan Mama Gazlan.

Semenit dua menit kami menunggu, pintu terbuka. Seorang wanita yang wajahnya sudah muncul flek-flek hitam itu menyambut kami berdua. Ralat. Bukan kami berdua. Tapi Gazlan.

Cengo. Ya. Aku cengo.

Tak lama dari itu, mata Mama Gazlan tertuju padaku, juga kepada kursi roda yang berfungsi sebagai penopang tubuh mungilku. Aku hanya bisa tersenyum sambil berucap, "Siang, Tante." Agaknya sapaanku itu berhasil membuat Mama Gazlan berhenti menelaah diriku. Wanita itu menatap mataku dan tersenyum kaku, "Siang."

ELEVARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang