[] 17 []

208 22 2
                                    

Rasa apakah ini? Mengapa mampu melemahkan seluruh akal dan budiku?
-Karina Latisha-

✨✨✨

Jantungku belum bisa diajak kompromi. Astaga, apa yang aku pikirkan? Gazlan membawaku ke ruang musik, memperlihatkan padaku aksinya yang begitu memesona dan suaranya yang begitu indah. Di otakku, hanya bayang postur tubuhnya yang tegap saat duduk memainkan sebuah lagu dengan piano. 

Apa aku sedang jatuh cinta?

"Gak mungkin, gak mungkin," Aku berucap sambil menggeleng-geleng tanpa sadar.

"Kenapa Rin?" Milka yang duduk di sebelahku langsung angkat bicara ketika ia menyadari aksiku yang terbilang konyol. Aku spontan berhenti, dan beralih menatap dirinya yang juga sedang menatapku. Bedanya, makna tatapanku adalah kaget. Sedangkan makna tatapan Milka adalah bingung.

"Kamu kenapa? Apanya yang gak mungkin?" tanyanya lagi.

Aku tersenyum kikuk. Haruskah aku mengatakan yang sejujurnya? Kalau aku sedang bingung dengan rasa yang ada di hatiku? Rasanya, kok, tidak mungkin ya?

"Hei? Kamu kenapa, sih, Rin? Daritadi kaya orang bingung gitu." Dia menjeda ucapannya, "Kalo ada apa-apa, cerita aja Rin. Aku siap kok jadi pendengar kamu. Asal jangan minta saran, karena aku nggak jago, hehe." katanya bergurau.

Aku mengulum bibirku. Aku ingin bercerita. Tapi bukan tentang Gazlan. Melainkan tentang perasaanku sendiri. Tentang rasa yang tidak kuketahui asal-usulnya, tentang rasa yang muncul saat aku mulai dekat dengan Gazlan, tentang rasa yang lucu—yang tidak bisa diterka apa maksudnya.

"Rin?"

"Eh, iya." Aku tersadar dari lamunanku, "Maaf, maaf."

"Iya, nggak apa-apa kok. Tapi kamu beneran nggak mau cerita sama aku?"

Aku menggeleng, "Nggak. Tapi.... aku mau tanya sesuatu sama kamu."

"Tanya? Boleh-boleh aja. Mau tanya apa?" Dia nampak antusias.

"Kamu... pernah suka sama orang?" Duh, bodohnya aku karna kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibir mungilku. Aku ini kenapa? Kenapa aku bisa bertingkah layaknya orang bodoh yang belum tahu-menahu tentang cinta? Seharusnya aku paham akan perasaanku sendiri. Tapi ini tidak.

Milka melemparkan tatapan bingung padaku. Agaknya dia merasa bahwa aku baru saja menanyakan hal yang sebelumnya tak pernah menjadi bahan perbincangan di antara kami berdua. Dia tersenyum kecut, "Ini beneran kamu tanya gitu sama aku?"

Aku mengangguk pelan.

Dia terkekeh, "Ada-ada aja, deh, kamu. Kenapa sih kamu tanya begituan sama aku? Atau, kamu lagi suka sama cowok? Siapa?" Dia malah balik menghujaniku dengan tiga pertanyaan sekaligus. Membuat otakku terkecoh sekaligus bingung.

"Nggak tahu," lirihku, "Aku nggak tahu ada apa sama aku, Mil."

"Lah?" Dia mengangkat kedua alisnya, menatapku tercengang. "Tapi... kalau soal pertanyaan kamu tadi, aku pernah sih suka sama salah satu cowok. Bahkan sebenarnya sampai sekarang masih ada rasa. Cuma sayangnya dia nggak peka gitu, hehe. Dan parahnya lagi, cowok itu keliatannya suka sama cewek lain."

Aku bisa melihat rona sendu di wajah Milka. Aku turut prihatin akan kisah cintanya yang seperti itu.

"Jadi, kenapa aku yang curhat sama kamu, ya?" Dia tiba-tiba menertawai dirinya sendiri—yang mau tidak mau aku ikut tertawa.

"Gak apa-apa, kok," balasku ramah.

"Terus gimana? Kamu sebenernya kenapa tanya gituan sama aku?"

ELEVARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang