[] 09 []

284 28 0
                                    

Mungkinkah dirimu, merasa anganku. Tuhan sampaikan kita pada lembar yang sama

-Bersama-

✨✨✨









Lantunan lagu Raisa dengan judul Bersama itu terus memenuhi indra pendengaranku. Radio yang kunyalakan sudah sekitar dua kali memutar lagu itu. Entah itu kebetulan atau tidak, aku tidak peduli. Yang jelas aku begitu menikmati lagunya.

Temen yang mungkin suatu hari nanti bisa saling jatuh cinta.

Satu kalimat itu mampu membuat hatiku tertohok begitu dalam. Memangnya apa sih arti jatuh cinta? Lalu, apakah jatuh cinta itu selalu indah kalau pada kenyataannya cinta sendiri tidak seindah yang dibayangkan? Aku mengulum senyum tragis.

Kuputar kursi rodaku 45 derajat, melajukannya ke arah balkon kamar. Sore-sore begini tidak banyak yang aku lakukan, kebetulan besok juga hari Sabtu alias hari libur. Sedikit informasi saja, tiap hari Sabtu SMA Bunga Bangsa meliburkan seluruh siswanya termasuk guru.

Aku membuka gordyn berwarna pink susu yang menutupi pintu kaca di kamarku. Kemudian membuka pintu tersebut sehingga aku bisa keluar sampai ke balkon. Rumahku memang tidak tingkat, tetapi khusus di bagian kamarku, Papa membuatkan tangga mini antara pintu kaca dan halaman luar. Ya... katanya biar seperti kamar berbalkon pada umumnya.

Aku menghirup udara segar yang ada. Udara cukup dingin, karena beberapa menit yang lalu hujan mengguyur kota kelahiranku-tapi sekarang sudah berhenti. Kusapukan pandanganku ke seluruh halaman rumah dan juga.... bangunan yang terletak persis di depan kamarku.

Tapi, tunggu...

"Mi, mainan Chelsea, Chelsea taruh disini, ya?!"

"Iya, sayang. Taruh disitu aja! Kakak kamu mana? Panggilin bisa gak? Mami repot banget, nih!"

Aku mendengar seruan dua manusia dari dalam rumah itu. Dari gaya bahasanya, sepertinya dua orang itu adalah seorang ibu dan anak. Aku memajukan kursi rodaku, sampai kira-kira aku bisa melihat aktifitas yang terjadi di rumah itu.

Mengapa aku begitu penasaran?

Jelas saja. Rumah itu sudah lama tidak berpenghuni. Setahuku, rumah itu juga sudah dijual oleh pemilik lamanya. Ya mungkin saja orang-orang itu adalah penghuni baru rumah yang selama ini tidak ditinggali.

Aku melihat seorang gadis keluar dari dalam rumah itu, gadis itu berperawakan cilik dan sangat menggemaskan. Rambutnya yang hitam lebat-hampir mirip sepertiku-menjuntai-juntai manja. Pipinya juga tembam seperti bakpao. Aku melihat dia mengetuk-ketuk satu sisi mobil sedan yang terparkir di depan rumahnya.

"Apaan, sih, Dek?"

Sepersekian detik berlalu, aku mendengar suara seorang pria yang tak kulihat wujudnya.

"Kakak dipanggil Mama...." ucap gadis kecil itu.

"Emangnya dipanggil kenapa?"

"Ya suruh bantuin lah! Mami tuh lagi repot di dalam sana. Eh, kakak malah asyik-asyikan di dalam mobil."

"Kan bisa elo. Kenapa harus gue?"

"Barang-barang aku masih banyak, Kak. Aku aja belom ngeluarin semua boneka sama buku-buku sekolah aku."

"Barang gue juga masih di bagasi."

"Ya, kan, sekalian turunin barang sama bantuin Mami. Ayo, Kak. Udah ditunggu Mami, tuh, di dalam."

Aku melihat gadis kecil itu merajuk-rajuk pada sang kakak. Dan entahlah apa yang terjadi disana, tak lama dari itu keluar seorang lelaki berperawakan tinggi serta gagah dari dalam mobil tersebut.

Jantungku nyaris saja melompat ke perut saat aku melihat garis wajahnya yang begitu mempesona. Demi Tuhan... dia benar-benar sempurna. Tapi, ada satu hal yang menarik perhatianku yaitu wajahnya. Wajahnya memang tampan, tapi kenapa ia menekuk wajahnya seperti itu? Wajah pria yang belum kuketahui namanya itu terlihat lesu dan tak punya gairah hidup.

Katakanlah dia seperti orang yang baru saja putus cinta.

Dia memutari mobilnya hingga tiba di bagasi. Lalu, tangan kekarnya itu membuka bagian belakang mobilnya dan terlihatlah semua barang-barang khas lelaki disana. Ada jejeran sepatu olahraga yang keren-keren, sebuah container mini yang kukira isinya adalah pakaian miliknya, juga beberapa barang lainnya yang tak kumengerti itu berfungsi sebagai apa.

Jelas saja dia menurunkan semua barang itu ke atas tanah.

"Kenapa gak daritadi? Kenapa malah sibuk ngurusi Clara? Dasar cowok aneh!"

"Diem lo!"

Perdebatan itu lagi... aku terkikik dalam hati.

"Udahlah. Mending lo masuk ke dalem aja sana. Bikin gue emosi tau, gak?"

"Oke! Aku bakal masuk. Tapi... ada syaratnya,"

"Apaan?"

"Turunin semua barang aku dan beliin aku es krim!" Aku tertawa kala melihat usilnya Chelsea kepada sang kakak. Gadis itu berlari masuk ke dalam rumah meninggalkan kakaknya yang sudah pasti sedang emosi sekarang.

Kalau dipikir-pikir, seru juga ya punya saudara kandung seperti itu? Biarpun sering dibuat jengkel, tapi sepertinya kehidupan jauh lebih berwarna. Ada teman curhat, teman berantem, teman sayang-sayangan, juga teman seperjuangan. Andai saja aku memiliki seorang kakak ataupun adik. Pasti hidupku akan lebih bahagia.

"Non Karina?"

Aku tersentak. Kutengok ke belakang, kaget dengan kehadiran Bi Ijah yang tiba-tiba. "Bi Ijah?"

Bi Ijah mengulum senyumnya.

"Kenapa, Bi?"

"Anu...Non. Non Karina dipanggil sama Tuan."

"Dipanggil sama Papa?" Aku menaikkan sebelah alisku. "Dipanggil kenapa?"

"Nggak tahu, tuh, Non. Tapi di bawah ada tamu dan Bi Ijah cuma dapat mandat bawa Non Karina ke ruang tamu." jelas Bi Ijah.

Aku masih bingung dengan tindakan Papa. Tumben sekali Papa meminta Bi Ijah untuk memanggilku. Biasanya Papa kalau ada perlu langsung ke kamarku. Dan apa tadi? Ada tamu? Siapa tamunya?

"Ya udah, Bi. Yuk, kita kesana." Aku menyetujui ajakan Bi Ijah. Tapi, sebelum itu aku menutup pintu kaca yang telah kubuka. Mungkin saja pergerakan tanganku itu menimbulkan suara yang cukup keras sehingga membuat cowok yang ada di rumah seberang menolehkan kepalanya ke belakang.

Tapi, buru-buru aku tutup gordyn-nya karena tidak ingin membuat Papa menunggu lebih lama.

Yash, Bab 9 selesai!!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yash, Bab 9 selesai!!!

Jangan lupa vote dan comment. Makasih!!

ELEVARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang