Kini aku telah siap dengan gaun selutut berwarna biru muda dan sepatu flat berwarna putih susu. Rambutku yang berwarna sedikit kecokelatan hanya aku beri bandana berwarna putih gradasi biru. Ya beginilah aku. Aku lebih menyukai kesederhanaan. Bagiku, penampilan ini sudah penampilan terbaik yang bisa aku berikan nantinya, dan kuharap, mereka yang melihatku suka dengan penampilanku.
Aku memutar kursi rodaku, melajukannya ke arah kasur untuk mengambil kotak kado dan mini bag milikku yang aku letakkan di atas sana. Beberapa menit yang lalu, Gazlan menghubungiku bahwa ia telah dekat dengan rumahku. Itu tandanya, aku harus segera pergi ke ruang tamu untuk menemui papa dan Bi Ijah.
Dan entah kebetulan atau tidak, tepat saat aku berada di ruang tamu, Bi Ijah yang sedang menyapu teras rumah masuk ke dalam untuk memberitahuku bahwa mobil Gazlan telah terparkir di depan rumah. Tentu saja papa yang melihat itu langsung mengeluarkan jurus-jurus mautnya alias godaan-godaan yang membuat pipiku merah bak kepiting rebus.
"Udah sana, berangkat. Pangerannya udah nungguin tuh."
"Apaan, sih, Pa?" Aku menggeliat tak suka.
Papa terkekeh, "Lho, papa kan cuma nyuruh kamu berangkat. Salahnya dimana coba?"
"Ya tapi nggak usah pake acara bilang pangeran-pangeran segala kali." Aku menjawab, "Ya udah Karina berangkat dulu, ya, Pa?"
"Ya,"
Lalu, aku juga berpamitan pada Bi Ijah yang telah kembali menyapu teras rumah. Dan saat aku hendak menuju gerbang, betapa terkejutnya aku ketika melihat Gazlan yang benar-benar memesona dalam balutan kemeja kotaknya. Sungguhkah dia bernama Gazlan? Bukan pangerannya Cinderella 'kan? Dan semisal dia memang pangerannya Cinderella, bolehkah aku menjadi Cinderella sore ini?
Karina, sadarlah!
Sementara itu, sosok Gazlan yang berada di hadapanku juga menatap sekujur tubuhku yang terbalut oleh gaun berwarna biru muda itu. Aku tak tahu apa yang ada di pikirannya. Tapi, yang aku harapkan itu sebuah pujian untukku. Astaga, dimana akal sehatku? Kenapa aku jadi aneh begini?
"Papa kamu ada?"
"Ada di dalam. Kenapa?"
"Mau pamit." katanya, lalu ia segera melewatiku dan berhenti di depan pintu rumahku untuk berpamitan kepada papa. Melihat kelakuannya, aku hanya bisa menggelengkan kepala. Setelah berpamitan dengan papa, Gazlan juga pamit pada Bi Ijah.
"Yuk, berangkat." ucapnya lagi seraya mengambil alih dengan berdiri di sebarang kursi rodaku.
Dalam hitungan sepersekian detik, aku dan Gazlan sudah berada dalam satu mobil dan siap meninggalkan rumah.
✨✨✨
Gedung Pertemuan Anggrek yang berada pada lantai 5 Hotel Permata Bintang terlihat padat oleh anak-anak sebayaku. Kupikir Bella memang anak orang berada. Buktinya pesta ulangtahunnya yang ketujuh-belas sungguh meriah seperti ini. Kursi rodaku yang didorong Gazlan segera menuju ke panggung untuk menemui Bella sekaligus mengucapkan selamat ulangtahun untuknya.
Cukup sulit mencari sosok Bella di depan sana. Karena selain padatnya para hadirin yang mengerumuni panggung, kukira para perempuan yang hadir hampir menyerupai semua. Wajahnya maksudku.
"Bella mana, ya, Lan?" tanyaku pada Gazlan.
"Apa? Gak denger!" Gazlan menunduk.
"Bella mana, ya?" Kukeraskan volume suaraku.
"Ya gak tahu, emang aku bapaknya?"
Tuh, kan. Aku 'kan tanya serius sama dia. Kenapa dia malah bercanda seperti itu? Maka dari itu, aku hanya membalasnya dengan senyuman mesem. Malas aku menanggapinya karena pasti ia akan bercanda lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
ELEVAR
Roman pour AdolescentsKarina Latisha adalah seorang gadis tuna daksa yang ingin merasakan indahnya dunia remaja. Memberanikan diri untuk bersekolah di sebuah sekolah swasta, ia bertemu dengan sosok Gazlan Samudera yang memiliki pesona bak Dewa Yunani. Keduanya punya rasa...