[] 29 []

145 15 0
                                    

Selesai menikmati bolu kukus dan puding cokelat buatan Bi Ijah, aku beranjak ke wastafel untuk mencuci tangan. Selepas mencuci tangan, dan ingin kembali ke meja makan, aku malah mendengar suara papa yang sedang berbincang dengan seseorang. Kalau kudengar-dengar dari gaya bicaranya, sepertinya orang yang menelepon papa adalah nenek. 

Benar saja, setelah kutunggu beberapa menit, papa menyebut kata ma yang berarti itu ditujukan pada nenek. Lantas, aku yang sekarang sudah berada di dekat papa ikut menyimak obrolan papa dengan nenek.

"Memang acaranya kapan, Ma?" Kudengar papa bertanya sembari tangannya mencomot sepotong bolu kukus rasa strawberry buatan Bi Ijah dan memasukannya ke dalam mulut.

Sebentar kemudian, papa mengangguk-anggukan kepalanya. "Ya nanti Kristian coba konfirmasi ke orang kantor dulu, ya, Ma. Kris belum tahu rencana besok Sabtu ngapain. Tapi sih kayaknya bisa. Soalnya, biasanya kalau hari Sabtu kerjaan Kris nggak berat-berat amat. Paling cuma ngawasin karyawan." kata papa. Setelah itu diam. Mungkin giliran nenek yang berbicara disana.

"Ya nanti Kris usahain kok, Ma. Lagipula kita juga sudah lama nggak kesana. Ya, kan?"

Kesana mana? Aku bertanya-tanya dalam hati. Atau jangan-jangan, nenek minta liburan kali, ya? Sudah lama juga kami berdua tidak menjenguk nenek dan kakek. Mungkin mereka kangen. Denganku tepatnya, hehe. Soalnya, kata mereka, aku lebih imut daripada papa. Ya jelas, aku 'kan perempuan. Selain itu, papa juga sudah tua.

"Karina?"

Aku mendongak kala namaku disebut oleh papa.

"Ada, kok, Ma. Ada. Hapenya aku kasih ke Karina, ya."

Sejurus kemudian, papa menyodorkan ponselnya kepadaku. Aku yang masih sedikit cengo itu lantas menerima benda itu dari tangan papa. Kemudian, wajah papa menampilkan raut yang berarti menyuruhku untuk mendekatkan benda itu ke telinga. Akhirnya, aku melakukan yang papa minta.

"Halo, Nek?" ucapku pertama kali.

"Cucu nenek udah lama nggak telfon ya." Bukannya balasan yang setimpal berupa kata halo, nenek malah langsung berbicara seperti itu padaku. Ah, aku jadi merasa bersalah dengan nenek. Sudah lama sekali aku tidak mengunjungi nenek maupun kakek. Aku tahu keduanya pasti kangen sekali denganku. Karena aku pun juga merasakan hal yang sama dengan mereka.

"Maaf, ya, Nek. Karina memang sering lupa hubungin Nenek. Hehehe."

"Ya udah ndak apa. Oh iya. Gini, lho. Ini Nenek sama Kakekmu punya rencana mau jenguk makam Mama besok Sabtu. Kamu bisa, nggak?"

Astaga, tiba-tiba saja aku teringat akan almarhum mama. Sudah lama juga aku tidak menjenguk makam mama untuk sekadar memberi bunga atau temu-kangen. Ah, aku jadi ingin merutuki diriku sendiri. Sejahat itukah aku menjadi seorang anak? Tapi, tidak. Aku tetap mencintai almarhum mama. Buang pikiran konyolmu jauh-jauh, Karina.

"Karina?"

"Eh, iya Nek. Maaf, Karina ngalamun. Jadinya gimana?"

"Ya kamu bisa atau nggak? Nenek ya sudah bilang pada papamu untuk usahakan ada waktu di hari Sabtu. Nah, kalau kamu pribadi bisa nggak kira-kira? Sudah lama sekali kita nggak jenguk makam mama kamu. Lagipula, besok Tante Rosa juga pulang. Kita sekalian mau makan bersama. Gimana?"

"Ya kalau Karina sih bisa-bisa aja, Nek. Sekolah Karina 'kan libur kalau hari Sabtu. Jadi Karina bisa. Tergantung Papa ada waktu atau nggak."

"Ya bagus to kalau gitu. Bujuk Papamu, ya, biar mau sediain waktu. Hehehe." Kudengar nenek bergurau. Tidak apa-apa, biar awet muda.

"Ya nanti Karina usahakan, ya, Nek." sahutku.

"Ya sudah. Berikan lagi ke Papamu. Nenek masih mau bicara dengannya."

ELEVARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang