[] 22 []

190 17 4
                                    

"Gazlan!" panggilku saat aku telah menemukan seseorang yang aku cari-cari dari tadi. Asal kalian tahu saja, aku sudah mondar-mandir untuk mencari Gazlan demi menyampaikan sesuatu perihal acara ulang tahun Bella. Yang dipanggil menoleh lalu memasang tampang terkejut. "Karina?" ucapnya, hanya itu yang kudengar. Aku menyengir, mengumbar senyum malu-malu.

Perlahan tapi pasti, kami berdua saling menghampiri. "Kamu... kenapa bisa disini?" tanyanya. Wajahnya menunjukan raut heran. Kerutan di alisnya juga mendukung.

"Ya aku nyariin kamu daritadi. Ke kelas kamu, ke perpustakaan, ke ruang musik, ke lapangan, pokoknya ke semua ruangan di sekolah aku cari. Dan ternyata kamu ada di lobi sekolah. Kemana aja, sih? Padahal aku udah lewat sini berkali-kali lho."

Dia terkekeh, "Aku habis nemuin Pak Kepsek. Barusan aja keluar. Emang kenapa nyari aku? Ada perlu apa?" Gazlan sekarang beralih ke belakang kursi rodaku dan mendorong kursi rodaku untuk menjauh dari keramaian lobi sekolah. Entahlah. Aku tidak mengerti kemana ia akan membawaku.

"Aku mau ngasih tahu sesuatu." kataku sambil jalan.

"Tentang?"

"Tentang Bella." Sudah kuduga dan juga sudah kupikirkan matang-matang sebelum mengutarakan hal ini. Benar saja, tepat saat kata Bella keluar dari mulutku, Gazlan berhenti.

"Bella?" Gazlan kini beralih ke hadapanku. Beruntung kami sudah tiba di koridor sekolah. Setidaknya disini tidak terlalu ramai meskipun banyak juga yang berlalu-lalang. "Ada apa sama dia? Jangan bilang kamu dibuli lagi sama dia?"

"Ha? Dibuli?" Aku mengernyit, menatapnya heran.

"Iya. Dibuli lagi?"

"Enggak kok. Ini bukan soal buli-membuli. Awalnya aku mikir begitu karna Bella tiba-tiba aja datang ke kelasku. Tapi ternyata enggak. Malahan, kamu tahu apa yang terjadi?"

"Apa?"

"Dia minta maaf sama aku." ucapku. Meski aku yakin Gazlan tidak seratus persen percaya, tapi setidaknya nada semangat yang aku taruh di kata-kataku cukup membuatnya paham bahwa aku sedang tidak berbohong padanya.

"Dia minta maaf sama kamu?" Gazlan bertanya. Alisnya kembali berkerut, matanya memicing, menatapku heran. Mungkin bukan heran denganku, tapi heran dengan cerita yang aku sampaikan.

"Iya, minta maaf. Nggak percaya, kan? Sama. Aku juga. Awalnya tapi. Cuma ya gitu. Tahu-tahu aja dia bilang kalau dia itu bodoh banget udah buli aku. Dia nyesel banget katanya." jelasku.

"Terus? Kamu percaya gitu aja sama dia?"

Aku mengangguk pelan, "Udahlah, Lan. Namanya juga orang mau berubah jadi yang lebih baik."

"Ya kalo beneran mau berubah, kalau ada sesuatu dibalik itu semua? Ntar kamu yang nanggung lagi. Aku juga sudah kenal Bella sejak zaman bahula kali. Aku tahu semua sifatnya."

Entah kenapa, mendengar Gazlan berbicara bahwa dia mengenal Bella dan tahu semua sifatnya, aku sedikit cemburu. Tidak-tidak. Aku tidak boleh menciptakan bumerang bagi hubunganku dengan Gazlan hanya karena rasa cemburu yang berlebihan.

"Tapi... alangkah baiknya kita nggak berpikiran negatif dulu sama dia." sahutku. "Aku yakin Bella tulus, kok. Dia emang mau minta maaf sama aku. Kamu tenang aja. Semisal dia buli aku lagi, aku bakal segera lapor ke Pak Bos, kok."

"Pak Bos?" Dia mengernyit.

"Pak Bos Gazlan Samudra!" Aku terkikik pelan.

Gazlan geleng-geleng kepala, "Ada-ada aja, kamu. Ya udah. Sekarang kita mau kemana?"

"Eh, bentar. Belum selesai, tahu."

"Apaan yang belum selesai?" tanyanya bingung.

"Ini." Aku mengeluarkan undangan mini dari dalam saku kemejaku lalu kuserahkan benda itu kepada Gazlan. Gazlan memandangnya sesaat, tidak langsung menerima. Kemudian, ia malah balik menatapku.

"Ambil, Gazlan." kataku, lalu pada akhirnya dia menerima kertas undangan itu.

Sekitar lima belas detik Gazlan menaruh pandangannya di atas kertas undangan itu. Dia membacanya dengan alis berkerut. Swear, wajahnya seperti bos-bos asli yang sedang bingung memikirkan isi dokumen-dokumen di kantornya. Mirip. Banget.

Aku mendengar Gazlan berdeham, segera kuurungkan senyumku. "Bella? Ulang tahun? Dia ngundang kamu?"

"Ngundang kamu juga."

"Dan kamu mau datang?" tanyanya.

"Apa salahnya? Dia sudah minta maaf sama aku, artinya dia sadar kalau dia salah. Ya sekarang gantian kita dong yang punya kesempatan dan waktu untuk datang ke acara ulang tahun dia. Ayolah, Lan. Mau, ya?" Aku merajuk, "Maulah. Please. Ya, ya, ya?"

Gazlan tidak langsung menjawab. Ia diam dan dari wajahnya, ia seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Katanya janji mau bikin aku bahagia. Ayo, dong. Ikut, ya?"

"Hm," sahutnya, "Ya, aku ikut."

"Yes!" Aku mengepalkan kedua tanganku karna senang.

"Tapi untuk jagain kamu."

"Nggak apa-apa. Yang penting kamu ada."

"Kapan acaranya?" tanya Gazlan sembari mengembalikan undangan itu kepadaku.

"Tiga minggu lagi, kok."

"Niat banget dia bikin undangannya." cibirnya. "Biasanya kan paling lama seminggu orang kasih. Lah dia?"

"Namanya aja pesta ultah ke tujuh belas. Segala sesuatunya ya pasti mau bereslah." jawabku asal, meski aku tidak tahu apa sebenarnya alasan dari Bella membuat undangan jauh-jauh hari. Ya, mungkin bisa jadi agar semua tamu undangan Bella bisa hadir.

"Sweet seventeen, ya? Eum.... ulang tahun kamu kapan?"

"Kok malah jadi tanya aku?"

"Ya jawab aja apa salahnya?"

"Tiga puluh satu Juli." kataku menyebutkan tanggal lahirku sekaligus tanggal yang menjadi perayaan hari ulangtahunku.

"Sweet seventeen juga, kan? Kamu mau apa?"

Aku diam sejenak. Menimang-nimang jawaban. "Mau...." Aku menjeda, "Mau kamu. Hehehe." Aku bercanda. Sekali-sekalilah. Biar tidak Gazlan saja yang terus gombal kepadaku. Biar dia tahu rasanya digombalin. Pasti jijik-jijik gimana gitu.

"Berarti kita sehati,"

"Sehati?"

"Karna nanti pas aku ulang tahun yang kedua puluh, aku juga maunya kamu."

Kenapa sekarang giliran dia yang gombal? Tidaaaak! Pipiku merah!

Kenapa sekarang giliran dia yang gombal? Tidaaaak! Pipiku merah!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bab 22 selesai.

Gimana, gimana? Kayaknya lebih dari 30 deh.

Jangan lupa votment ya! Tengki.

ELEVARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang