[] 21 []

181 18 4
                                    

Istirahat ini aku sedang tidak bersama Gazlan. Aku masih berada di kelas, sendirian—tanpa Milka. Selepas kejadian kemarin, saat dia menceramahiku dan aku nampak tidak setuju dengan semua komentarnya, aku dan dia sedikit perang dingin. Aku diam, begitu juga dengan dia. Kami tidak saling berbincang semenjak pagi itu.

Terkadang aku berpikir bahwa hidup tak selalu sama dengan apa yang kita inginkan. Hidup itu selalu berputar. Ada saatnya kita berada di titik teratas, ada juga saatnya kita harus mengalami jurang terpahit dalam kehidupan yang fana ini.

Tiba-tiba saja aku melihat Bella dan dua temannya masuk ke dalam kelas. Dari arah tatapannya, aku yakin langkah Bella tertuju pada sosokku yang sedang duduk sendiri di sudut kelas.

"Karina Latisha," panggilnya. "Cewek yang katanya berhasil memenangkan hati seorang Gazlan. Benar nggak, nih?"

Aku diam. Tidak tahu apa maksudnya berperilaku seperti ini.

"Tenang aja. Gue nggak bakal ngamuk-ngamuk lagi, kok. Soalnya, kalau gue ngamuk sama lo, gue yang gantian diamuk pacar lo. Santai aja." Lalu, Bella duduk di hadapanku. Aku tidak tahu dengan peraturan yang ada di Bunga Bangsa. Memangnya boleh anak kelas lain masuk begitu saja ke kelas lain tanpa bilang permisi? Seperti teman-teman Bella contohnya. 

"Rin, lo serius udah pacaran sama Gazlan?" tanya Bella. "Gue agak nggak nyangka gitu, deh."

"Iya, nih. Gue kaget tahu pas denger kabar lo udah pacaran sama Gazlan. Langsung viral." susul teman Bella.

Oh ya? Siapa yang menyebarkannya? Dan bagaimana cara mereka tahu? Mereka tidak sedang menguntitku saat aku dan Gazlan di taman belakang sekolah, kan? Lalu menyaksikan apa saja yang kami lakukan disana? Termasuk saat Gazlan mengecup puncak kepalaku.

"Jawab aja, kali. Gue nggak bakal marah-marah, kok. Santai aja."

"Memang kenapa? Kenapa aku harus jawab pertanyaan kamu?" Aku giliran bertanya. Menatap matanya dengan sedikit tajam.

"Karna itu penting buat gue." jawabnya sambil cengengesan, "Gini, lho. Gue itu penasaran aja. Nah, daripada gue penasaran terus dan akhirnya itu malah bikin gue gak tahu cara ngatasinnya, gue putuskan aja untuk tanya ke lo. Biar gak jadi hoax."

"Tapi buat apa? Nggak ada untungnya buat kamu, kan?"

"Dia mantan gue. Lo tahu, kan?"

"Terus? Kan sudah mantan. Kenapa masih diurusin?"

"Ya suka-suka, dong. Namanya aja penasaran. Sekarang gue tanya. Kenapa lo gak mau ngasih tahu gue yang sebenarnya? Bukannya itu juga gak akan jadi masalah buat lo?"

"Itu urusanku Bella. Bukan urusan kamu."

"Pelit, ih!" Bella terlihat menyipitkan matanya, berlagak sok menciptakan suasana ramah di antara kami berempat disini. Ya aku, sih, tidak berburuk sangka. Tapi, dibuli olehnya beberapa kali membuatku paham sikapnya yang sebenarnya. Dan itu tidak boleh membuatku kembali terjerumus olehnya.

"Ya udah, lah, kalo lo gak mau ngasih tahu. Gue akan berusaha untuk gak penasaran lagi. Tapi, gue ada sesuatu buat lo."

Aku mengernyit, sesuatu apa lagi?

"Ini." kata Bella sembari menyodorkan sebuah undangan mini kepadamu. Aku mengambilnya secara perlahan. Lalu, setelah tiba sepenuhnya di tanganku, aku segera membuka lipatan kertas itu membacanya. Rupanya, itu undangan pesta ulang tahun. Pesta ulang tahun Bella.

Hening. Sampai akhirnya, Bella memunculkan suaranya. Membuatku mendongak dan kembali menatap wajahnya.

"Rin, gue sadar kalau gue salah. Gue udah buli lo. Gue emang pantes dipermaluin Gazlan di muka umum waktu itu. Gue udah nyia-nyiain dia. Gue yang udah bikin dia berpaling ke cewek sebaik dan setulus lo. Cewek yang gak pernah mandang seseorang berdasarkan harta atau kepopuleran. Gue minta maaf, ya, Rin. Lo mau, kan maafin kita bertiga?"

Jujur, wajahnya sungguh melas. Aku bisa melihat secercah ketulusan di wajah Bella. Semua kelakuan yang pernah aku terima darinya, seakan sirna begitu saja bekas lukanya.

"Bel, aku udah maafin kalian jauh-jauh hari kok. Bahkan sebelum kalian minta maaf ke aku. Kamu nggak perlu sampai mohon-mohon atau muji aku kayak gini. Soal Gazlan, biar itu jadi pembelajaran buat kamu. Pembelajaran untuk menghargai perasaan dan nggak memandang seseorang dari luarnya aja."

"Jadi... Lo udah maafin kita bertiga?"

Aku mengangguk seraya tersenyum, "Iya sudah."

"Makasih, ya, Rin. Gue emang goblok banget udah buli lo waktu itu."

"Ya udah gak usah dibahas lagi."

"Jadi, tiga minggu lagi adalah pesta ulang tahun gue. Lo datang, ya? Ajak Gazlan juga gak apa-apa. Suruh antarin pacar kesayangannya, hehe."

"Iya, nanti aku ajak dia." kataku sambil mengulum senyum, "Eum... gak ada dresscode, kan?"

"Enggak. Bebas." balasnya.

Hingga pada akhirnya obrolan kami terhenti. Bella dan dua temannya pergi dari kelasku untuk makan di kantin. Entah kenapa, aku merasa seperti punya teman baru. Bukannya aku mengesampingkan Milka, karena Bella sudah baik padaku. Tidak. Bukan seperti itu. Aku hanya bersyukur karna temanku bertambah lagi. Aku suka berteman, karna dengan teman kita bisa bercerita apapun tanpa harus ragu dan malu. Kita juga bisa berbagi lewat hal-hal sederhana yang tidak pernah terpikirkan.

Contohnya jawaban soal ulangan.

Bercanda.

Harapannya, semoga Bella benar-benar tulus.

Bab 21 selesai juga akhirnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bab 21 selesai juga akhirnya... nggak nyangka banget lho bisa nulis sebanyak ini. Semoga nggak lebih dari 40 ya. Syukur bisa pas sampai 30 bab. Semoga. Doain, ya.

Setelah ini, akan banyak kejutan tak terduga kawan². Jangan neting dulu sama Bella. Karna kita nggak tau apa yang nanti akan terjadi. Intinya, nikmatin aja Elevar seperti kamu nikmatin cokelat panas di kala hujan.

Thank you!

ELEVARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang