[] 10 []

282 29 1
                                    

"Bi Ijah, jalan-jalan, yuk!" seruku pada Bi Ijah yang sedang membersihkan lemari bifet televisi yang ada di ruang tamu. Bi Ijah menoleh ke belakang lalu menaikkan sebelah alisnya, "Jalan-jalan kemana, Non?"

"Ya terserah Bibi. Yang penting keluar  rumah." jawabku. "Soalnya udah jarang, kan, Bi, kita keluar rumah? Jadi Karina pingin refresh aja sejenak. Mumpung udara masih sejuk dan matahari juga belum terik banget." tambahku.

Aku melihat Bi Ijah berpikir sebentar, kemudian berkata, "Tapi kerjaan Bibi belum kelar, tuh, Non. Bibi belum cuci piring segala. Nanti kalau jalan-jalan sama Non, kerjaan Bibi bisa keter semua, atuh."

Aku terkekeh mendengarnya, "Kalau soal itu mah gampang kali, Bi. Karina bisa bantuin Bibi, kok. Masa Karina jalan-jalan sendiri? Nggak ada yang temenin gitu? Ayolah, Bi...."

"Tapi, Non—"

"Nggak ada tapi-tapian! Pokoknya Bibi harus temenin Karina jalan-jalan!" ucapku sambil cengengesan. Jangan pikir aku seperti anak seorang majikan yang kurang ajar pada asisten rumah tangganya sendiri. Aku hanya bercanda dan batasnya masih normal, jadi tidak masalah.

"Y-ya udah, deh, Non. Kita jalan-jalan."

Yey! Gadis dalam batinku berteriak heboh. Akhirnya akhir pekanku kali ini tidak dipusingkan oleh tugas-tugas sekolah. Beruntung aku sudah mengerjakan beberapa tugasku di hari biasa bahkan pernah sampai larut malam. Jadi.. hari Sabtu ini aku bisa santai sebentar.

"Yuk, Non!" Bibi memutar kursi rodaku lalu mendorongnya hingga  keluar sampai teras. Kutunggu Bi Ijah selama lima menit untuk mengunci pintu rumah. Setelah itu, barulah kami berdua meninggalkan rumah yang sudah seutuhnya aman.

Aku tinggal di sebuah perumahan yang cukup elit; yaitu Dandelion Residence. Rumah-rumah disini dibandrol dengan harga cukup tinggi. Makanya, jika ada orang yang sudah membeli rumah ini lalu ingin menjualnya, jarang sekali ada yang mau beli meski rumahnya masih bagus. Tak terkecuali rumah tetangga baruku kemarin itu.

Sekitar setahun lebih rumah itu menganggur. Paling-paling hanya dijenguk oleh pemilik aslinya saat rumah itu belum terjual. Itu pun tidak rutin, mungkin hanya sebulan sekali.

Disini, jarang ada kasus kemalingan. Sistem keamanan dan ketertiban disini sangat oke punya. Security yang jaga di perumahan ini juga sudah teruji kredibilitasnya, nggak seperti security-security di tempat lain yang sukanya main tidur dan malah tidak tanggung jawab pada tugasnya.

"Nanti kalau Bi Ijah capek, bilang ya." ucapku pada Bi Ijah.

"Iya, Non."

Bi Ijah kembali mendorong kursi rodaku. Kini, aku telah tiba di taman Dandelion. Taman Dandelion adalah jantung perumahan ini. Selain tempatnya yang luas dan juga asri karena banyak ditumbuhi tanaman hijau, taman Dandelion juga terdapat tempat bermain untuk anak-anak.

"Bi Ijah duduk aja disitu." kataku pada Bi Ijah.

"Iya, Non," sahut Bi Ijah.

Pagi ini taman lumayan ramai. Isinya adalah anak-anak yang sedang bermain dan beberapa orang yang berolahraga. Aku memandangi mereka semua yang sedang beraktifitas. Andaikan aku punya fisik yang sempurna, sebahagiakah hidupku sekarang?

Dua mataku terhenti pada seorang gadis yang sedang bermain ayunan di sudut taman. Seperti aku pernah lihat... tapi siapa ya?

"Chelsea, habisin dulu makanannya!" seruan itu membuatku menoleh ke arah samping. Ah, iya! Chelsea namanya! Gadis itu yang menempati rumah baru di seberang rumahku itu! Ya ampun... dia lucu sekali dalam balutan baju tidurnya. Apa dia belum mandi, ya?

"Chelsea kenyang!"

"Kenyang? Baru tiga sendok udah kenyang, ya? Mau coba-coba bohongin Mami?"

ELEVARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang