[] 02 []

433 50 9
                                    

Bel istirahat kedua berbunyi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bel istirahat kedua berbunyi. Miss Niken langsung menghentikan aktifitas belajar-mengajarnya di kelasku. Aku menghela nafas pelan sembari meletakkan penaku yang kali ini berwarna hijau di atas meja. Akhirnya, selesai sudah pelajaran paling susah menurutku; Fisika.

Aku melirik Milka yang masih dengan kacamata tebalnya menyalin beberapa soal PR yang ditulis Miss Niken di papan tulis. Ngomong-ngomong soal Milka, selama kurang lebih dua bulan ini, aku betah duduk dengannya.

Berhubung dia masih asyik dengan soal-soal Fisika yang ada di papan tulis, aku memutuskan untuk memasukan terlebih dahulu buku-buku Fisikaku ke dalam tas. Baru setelah itu, aku mengemasi alat tulisku ke dalam dusgrip.

"Akhirnya selesai juga!" terdengar suara Milka yang menyiratkan kelegaan. Dia melihat ke arahku lalu tersenyum manis padaku.

"Kamu udah selesai, Rin?" tanya Milka heran.

Aku mengangguk, "Iya, sudah. Aku lapar banget. Mau makan di kantin?" Kini, giliranku yang bertanya dan dia menjawabnya dengan kata 'ya'.

Jujur saja, aku terbiasa makan di istirahat kedua. Maklum, setiap pagi sebelum berangkat ke sekolah, aku selalu sarapan masakan Bi Ijah. Tentunya hal yang aku lakukan juga dilakukan oleh teman sebangkuku, Milka. Dia juga jadi terbiasa sarapan pagi di rumah dan makan siang di jam istirahat kedua.

Aku mengeluarkan satu tas mini berisi tempat bekal dan satu botol minum dari dalam laci. Setelah aku dan Milka siap pergi ke kantin, Milka berdiri dan mendorong kursi rodaku hingga keluar kelas.

Sesampainya di kantin, kami langsung menghampiri tempat yang kosong untuk makan disana. Kebetulan, tempat yang kosong adalah tempat dekat stand mi ayam.

"Hari ini sangu, apa, Rin?" tanya Milka kepadaku sembari membuka tutup tempat makannya.

"Nggak tahu, nih. Kayaknya dibawain semur ayam sama telur goreng." kataku menjawab.

Kami pun sama-sama menikmati makanan yang telah dibawa dari rumah masing-masing. Milka sangat lahap dengan nasi goreng yang katanya buatan kakak laki-lakinya itu. Tapi memang benar, sih. Harum nasi gorengnya tercium sampai hidungku.

SMA Bunga Bangsa aku akui memang sekolah yang punya fasilitas yang baik. Kantinnya pun luas, seolah mereka paham bahwa akan ada anak-anak yang nantinya banyak menghabiskan waktunya di kantin.

Setiap ruangan yang ada disini pun letaknya juga strategis. Seperti contohnya kantin sekolah yang dekat dengan lapangan basket dan perpustakaan yang dekat dengan ruangan bahasa.

Saat sedang menikmati semur ayam dan telur goreng bikinan Bi Ijah, tiba-tiba mataku terarah ke sebuah kerumunan di tengah kantin. Aku cukup melongo dibuatnya. Baru kali ini aku melihat sebuah kerumunan di tengah lapangan dan anehnya yang ada disana hanya cewek-cewek saja.

Aku bertanya-tanya dalam hati. Apa sedang ada demo masak? Atau ada yang jualan pakaian? Aku jadi penasaran. Tetapi, seketika lamunanku buyar karena Milka mengucapkan satu kata yang justru membuatku semakin kebingungan.

"Gazlan,"

Aku menolehkan kepalaku ke arahnya, "Gazlan?" tanyaku bingung.

Milka mengangguk, "Salah satu cowok di SMA Bunga Bangsa yang pesonanya bak Dewa Yunani." Milka menberitahuku. Aku diam sejenak.

Kulihat dia bersendawa pelan. Lalu, dalam satu gerakan cepat, ia menutup tempat bekalnya dan memasukan benda kotak persegi panjang itu ke dalam tas mini-nya. Tangannya meraih botol minum tupperware yang berwarna ungu lalu meneguk hampir setengah dari isi botol tersebut. Aku bergantian mengamati dirinya dan kerumunan yang ada di lapangan itu.

"Gazlan itu murid 11 IPS 3," ujar Milka setelah ia selesai minum, "Hampir semua siswi disini mengidolakan dia. Bahkan, ada yang berharap jadi pacarnya Gazlan, kecuali aku. Gazlan itu sempurna menurut mereka. Makanya, mereka sampai bela-belain bawa segala macam untuk dikasih ke Gazlan."

Aku melongo. Benarkah seperti itu? Sesempurna apa sosok Gazlan, sampai-sampai hampir seluruh siswi disini mengidolakan dia?

"Dia itu anak dari salah satu pemilik saham terbesar di Indonesia. Malahan, aku dengar-dengar dia barusan pulang dari liburannya ke Kanada."

"Kok kamu banyak tahu tentang dia, sih, Mil?" tanyaku memberanikan diri.

"Bukan cuma aku aja yang notabene murid biasa tahu banyak tentang Gazlan. Tapi semuanya juga pada tahu, Rin. Nggak terkecuali guru-guru yang ada disini."

"Maksudnya? Maksudnya guru-guru perempuan disini juga suka sama Gazlan?" Aku bertanya dengan polosnya.

"Ish, bukan." Milka menggeleng tegas, "Bukan gitu maksud aku. Maksud aku, guru-guru disini juga tahu kalau Gazlan itu jadi idola banyak cewek."

"Oalah," Aku manggut-manggut paham. "Tapi... kok aku baru tahu Gazlan sekarang, ya? Padahal aku udah hampir dua bulan sekolah disini."

"Kan udah aku bilang dia habis liburan ke Kanada,"

"Oh, iya, ding!" Aku menepuk jidatku sendiri karena tidak menyimak omongan Milka tadi.

Kami berdua kembali diam. Aku melanjutkan acara makanku yang belum selesai. Sementara itu, Milka bermain dengan ponsel miliknya. Agak sedikit risih makan dihadapan seseorang yang sedang main ponsel. Karena biasanya, aku, Papa dan Bi Ijah tidak suka main ponsel ketika sedang ada momen bersama.

Sebelum suapan terakhir, aku melirikkan mataku lagi ke arah lapangan. Masih ramai. Ramai seperti beberapa menit yang lalu. Kalau dipikir-pikir, enak juga, ya, jadi Gazlan? Dia selalu jadi nomor satu, apa-apa selalu namanya yang disebut. Dia juga diidolakan banyak orang. Mungkin bila ia melakukan kesalahan, kesalahan itu tidak akan pernah dipandang.

Sedangkan aku?

Aku bahkan dikucilkan oleh keluarga Mama. Kehadiranku bahkan tidak diperhitungkan lagi di keluarga Mama. Sudah kubilang, hanya Papa yang mengerti aku, juga Bi Ijah dan saat ini bertambah satu orang lagi, Milka. Hanya mereka yang sampai detik ini selalu ada untuk gadis minus sepertiku.

Aku harap, aku bisa bersama mereka terus selamanya. Sampai El-maut menjemput kita.

Sumpah, aku ngebut ini ngetiknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sumpah, aku ngebut ini ngetiknya. Semoga kalian suka ya sama cerita ini. Jangan lupa untuk vote dan comment juga, hehe.

ELEVARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang