#30

434 16 1
                                    

Thania berjalan menuju suara itu. Berjalan dengan mengatur segala emosi yang ada. Mencoba mensterilkan semua perasaan.

"Kakak" kata pertama yang keluar dari mulut Thania saat mendapati 3  orang yang ada disana.

Yang dipanggil menoleh dan tersenyum. Lega. Setidaknya adiknya sudah mau kembali memanggil kakak.

"Sini" ujar Azka sambil menepuk kursi yang ada disebelahnya.

Namun Thania menjawab dengan gelengan. Dia melihat 2 orang lain disitu. Mereka memasang ekspresi datar pada Thania.

"Kenapa?" Azka berdiri dan berjalan menghampiri Thania yang terlihat ketakutan melihat dua orang itu.

Namun satu langkah yang diambil Azka semakin membuat Thania mundur. Entah apa yang dia rasakan saat ini.

"Thania" selembut mungkin Azka memanggil Thania agar gadis itu mau menemui dua orang yang masih duduk dengan ekspresi datar itu. Tidak, hanya satu yang memasang ekspresi datar, satu orang lagi menatapnya benci.

Thania berbalik dan lari menuju kamarnya dilantai atas membiarkan panggilan Azka menguap begitu saja. Air mata menggenang dipelupuk matanya.

Thania menelungkupkan badanya dikasur setelah mengunci pintu. Menangis sejadi-jadinya. Suara tangisnya terendam oleh bantal yang sengaja ia tutupkan dikepala. Tatapan itu, ekspresi itu benar-benar membuatnya sakit.

"Thania" Thania mendengar itu. Ketukan dan panggilan dari Azka. Tapi dia enggan membukakan pintu  dia ingin waktu. Ingin sendiri. Hanya dengan perasaannya.

Hingga 5 menit kemudian suara ketukan dan panggilan itu hilang bersama dengan tangis Thania yang mulai terkendali. Dia memandang lagit kamarnya dan bayangan orang tadi muncul diputihnya langit kamar.

Thania terus berfikir apa salahnya? Kenapa hingga dua orang tadi membencinya? Masihkah kesalah pahaman yang dulu?

Mungkin jika tatapan itu diberikan oleh orang lain Thania tidak akan sesakit ini. Tapi ini dari orang yang sangat dia sayang. Orang pertama yang dia lihat dulu saat membuka mata. Orang yang sangat berarti baginya. Kini membenci Thania.

Thania bangun dari tidurnya menuju lemari buku dipojok kamarnya. Lalu menarik salah satu buku yang ada disana. Dan yang terjadi selanjutnya lemari buku itu bergeser secara otomatis. Menamakan pintu yang selama ini dia tutup rapat-rapat. Thania membuka pintu itu.

Pintu itu adaah pintu yang dulunya sering dia gunakan untuk pergi kekamar kakaknya. Ya pintu penghubung antara kamar Thania dengan Azka.

Mendengar pintu dibuka Azka segera mencari keberadaan orang itu. Tadinya dia sedang melakukan hal yang sama dengan Thania sebelum gadis itu pergi kepintu penghubung.

Azka tersenyum melihat kehadiran adiknya. Lalu menyuruh Thania tidur disebelahnya.

Thania menurut dan mendekati Azka. Tidur disamping tubuh yang sangat dia rindukan kehangatannya.

Keduanya masih diam memandang langit kamar hingga Thania memilih membuka suara.

"Maafin Nathania"

Kalimat Thania membuat Azka memalingkan padangannya menghadap adik satu-satunya itu. Dan Azka melihat ada air mata yang mengalir dari mata jernih Thania.

"Nathania ga pernah salah buat kakak. Kamu adik kakak yang baik. Jangan nangis oke?" dihapusnya air mata dipipi Thania.

"Nathania ga sebaik itu kak. Nathania pernah benci sama kakak tanpa melihat dari sisi kakak"

"Listen it. Kakak ga permasalahin itu. Kamu sendiri punya hak buat benci sama kakak setelah perlakuan kakak sama kamu. Kakak yang salah karena ga ngasih tahu kamu dari dulu penyakit kakak. It's oke Nathania" Azka mengelus lembut rambut Thania.

I Lost You [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang