#38

520 18 0
                                    

Aku tersenyum untuk membuatmu tersenyum.

:v

Hari berikutnya Thania memilih berangkat sekolah. Mungkin itu akan menghilangkan sejenak rasa kecewanya.

Namun sama, saat di sekolah fikiran gadis itu merujuk pada satu objek. Orang yang saat ini sedang merenung memandangi kaca ruang inapnya.

Melihat berbagai gedung menjulang didepan mata cowo itu. Dia terus memikirkan semua hal yang berhubungan dengan masa depannya sendiri. Ya, jika dia punya masa yang disebut depan.

Nathan terasnyum miring memikirkannya. Masa depan? Apa kah dia diberi waktu untuk merasakan masa depan?

"THAN" seruang Vella mengagetkan gadis yang sedang duduk melamun itu.

"Gue masih pengen punya masa depan Vell. Jangan bikin jantungan" Thania menatap malas pada Vella.

"Aelah. Lo mati aja banyak yang bahagia" Thania tahu perkataan Vella hanya main-main tetapi entah bagaimana caranya saat ini Thania sedikit sensi dengan kata itu. Mati.

"Shut up!" bentak Thania sambil menggebrak meja. Membuat semua pasang mata mengarah padanya.

Vella yang kaget masih diam mematung saat melihat Thania yang pergi keluar menyangking tas ranselnya. Bahkan ini masih jam istirahat pertama. Tidak mungkin gadis itu kabur. Karena itu bukan tipe Thania.

Tersadar, Vella berlari menyusul kepergian Thania.

"THANIA! BERHENTI GUE BILANG" teriakan Vella nampaknya tidak digubris oleh Thania.

"WOY. THANIA KUTIL BADAK" seru Vella lagi.

Melihat Thania mengarah ke gerbang belakang Vella semakin berlari kencang.

Crap

Vella berhasil menangkap tangan Thania. Ditariknya tangan itu sampai kedua wajah mereka berhadapan. Vella jelas melihat kilatan aneh dimata gadis itu.

"Kenapa?" Vella menanyakan selembut mungkin. Entah mengapa dia merasa Thania yang dulu kembali lagi. Thania yang kasar dan tidak peduli dengan lingkungan sekitar.

Tatapan Thania melemah. Lalu tiba-tiba gadis itu menangis sesegukan. Vella yang melihat itu buru-buru membawa Thania ke bangku taman belakang. Beruntung sekali keadaan taman saat itu sangat sepi.

"Nathan sakit" kalimat itu yang pertama kali keluar dari bibir Thania.

"Iya Nathan demam kan? Makanya ga masuk" Vella mengerutkan keningnya bingung. Dari kabar yang dia tahu Nathan tidak masuk karena demam.

"Bukan. Dia ga demam. Dia sakit parah" jawab Thania dengan air mata yang terus mengalir. Sekarang dia paham kenapa Nathan merahasiakan sakitnya. Karena memang seperti ini sakitnya menceritakan luka sendiri.

Vella bingung tapi tidak bertanya. Dia akan mendengarkan dan menjawab jika memang dibutuhkan. Yang diperlukan Thania saat ini hanya pendengar.

"Dia sakit kanker tulang stadium akhir" penjelasan singkat Thania sangat tidak bisa dipercaya oleh Vella. Mana mungkin cowo bringasan kaya Nathan sakit parah?

"Demi apa?!"

"Demi oppa korea yang ga bakal nikah sama lo" jawab Thania lemah.

Vella tidak membantah omongan Thania. Karena memang sepertinya begitu. Vella merengkuh tubuh Thania. Gadis itu bahkan tidak lagi menangis. Dia merasa rasa sakitnya tidak bisa dijabarkan dengan apapun termasuk air mata.

"Ada kemungkin dia sembuh kan?" tanya Vella.

"Satu-satunya jalan cuma operasi. Tapi Nathan nolak, kata dia operasi ini masih dalam tahap pencobaan jadi belum pasti setelah dioperasi pasien akan sembuh malah bisa jadi operasi ini buat pasien meninggal" jelas Thania.

I Lost You [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang