Author Pov
Sampe detik ini Thania bahkan belum berhenti tersenyum setelah kejadian yang paling membahagiakan bagi dia.
"Lo masih waras kan Than?" Vella yang emang ga tau apa yang terjadi tadi pagi merasa heran dengan tingkah ajaib sahabatnya itu.
"Gue waras" bahkan saat menjawab semua pertanyaan dari Vella maupun guru yang sejak pagi mengajar Thania tetap tersenyum seakan apa yang terjadi memang apa yang dia tunggu-tunggu.
"Jangan senyum-senyum mulu kali. Gue ngeri liatnya. Apa sih yang bikin lo kaya gitu?"
"Ga ada" Thania mengarahkan pandangannya kearah lain sebelum Vella mengetahui apa yang dia sembunyikan. Perasaanya hingga detik ini tidak ada yang tau kecuali dirinya dan Tuhan
Gue cuma pengen nikmatin sakit hati, kecewa, tangis dan rasa sayang itu sendirian.. Gue ga mau ada pihak lain yang tersakiti akan apa yang gue rasain.-Thania-
"Jangan sembunyiin apa-apa dari gue ya Than" Bukan Vella tak tahu bahwa Thania memang menyembunyikan sesuatu darinya tapi dia akan menunggu hingga Thania sepenuhnya percaya pada dirinya.
Gue bakalan nunggu sampe lo siap nyerahin semua rahasia lo sama gue, semua isi hati lo yang ga pernah gue tau. Gue bakal tunggu itu sampe lo bener-bener nganggep gue sahabat sepenuhnya.-Vella-
"Ke kantin yuk" Thania terus memasang senyum bahagia yang tak ingin ia lunturkan sedetikpun.
"Lo aja duluan. Gue males" entah kenapa mood Vella hancur begitu saja
"Ya udah gue duluan" Thania yang tak pernah peka akan keadaan sekitar, Thania yang tak pernah peka akan perasaan disekitarnya. Itu ga akan berubah sampai ada yang menyadarkannya.
Dari sisi lain kelas, seseorang bangkit berdiri mengikuti langkah kaki Thania. Dia Nathan.
"Nath" panggil Nathan pada Thania.
Saat itu juga langkah gadis itu terhenti dan berbalik melihat seseorang yang memanggil nama depannya itu.
"Jangan pernah panggil gue sama nama itu" senyum dan nada ramah yang sejak pagi dia pertahankan gugur begitu saja hanya dengan satu kata yang sangat sensitif terhadap perasaannya.
"Senyum lo ilang"
"Kenapa kalo ilang? Itu juga gara-gara lo" Thania dengan nada tegasnya yang memang selalu dia tunjukan hanya jika bertemu orang yang benar-benar sudah merubah mood menjadi buruk
"Gue ga mau jadi alesan lo buat kehilangan senyum lo" Berbeda dengan Thania yang sedang naik pitam. Nathan hanya menjawab dengan senyum.
"Kalo gitu. Seharusnya lo tau diri" Thania memalingkan wajahnya dari tatapan hangat mata Nathan.
"Iya gue tau diri. Gue harus pergikan? Gue pergi" Tapi gue ga bisa pergi terlalu jauh dari lo Nathan hanya mampu melanjutkannya dalam diam. Entah apa yang Nathan rasakan saat ini. Yang dia tau semenjak pertama liat Nathania, Nathan hanya ingin melihat gadis itu tersenyum setiap saat.
"Bagus kalo gitu. Sekarang tunggu apa lagi?"
Tanpa menunggu jawaban Nathan, Thania berjalan meninggalkan laki-laki itu dari titik terdiamnya.
Kaki yang awalanya akan menuju kantin berubah arah tujuan. Thania hanya mengikuti keinginan kakinya melangkah. Dan kakinya berhenti di taman belakang sekolah, yang sepi oleh manusia. Hanya ada rumput yang terdampar dan pohon yang berdiri angkuh.
Dengan langkah panjangnya Thania berjalan mendekati sebuah pohon yang menjanjikan ketenangan. Dan setelah sampai di bawah pohon itu secara refleks Thania mendudukan dirinya di atas rumput lembut itu.
"Gue pengen keadaan tenang kaya gini" gumamnya dan mulai menutup mata. Kalimat ambigu yang hanya dia yang tau maksud semuanya.
"Gue ga mau ada satu perasaan pun yang mengusik" kalimat itu entah kenapa meluncur keluar dari bibir Thania.
"Gue pengen tidur" dan setelah mengatakan 3 kata itu Thania benar- benar tertidur. Menghilang dari alam nyata kemudian muncul di alam mimpi.
***
Hampir satu jam Thania tertidur dibawah pohon itu dan setelah terbangun Thania benar-benar panik karena dia telah menunggalkan pelajaran yang sangat di takuti.
"Bego.. Kenapa gue bisa tidur disini coba? Trus gue harus balik kekelas habis ninggalin pelajaran Mtk-W itu? Mana jam segini pasti pak Eko masih dikelas lagi. Tapi bodo amat lah. Nikmatin masa bolos aja sih" dalam ditik itu juga Thania memutuskan untuk membolos.
"Tapi gawat kalo mamah sampe tau" detik selanjutnya kaki Thania mulai berjalan menelusuri koridor menuju kelasnya.
Benar dugaan awalnya Pak Eko memang masih ada di dalam kelas. Dan saat itu juga keberadaanya tertangkap oleh mata Pak Eko.
"Nathania Anggraeni. Dari mana saja kamu? Kenapa baru hadir di kelas saya? Kamu pake jam tangan tapi ga bisa baca jam" sindiran dari Pak Eko membuat Thania sedikit kesal.
"Saya tadi habis ke UKS pak. Tiba-tiba ga enak badan. Dan ini baru enakan tadi, trus saya langsung kekelas" ide gila entah dari mana Thania dapat.
"Baik sekaran kamu masuk dan kerjakan soal no 3 dari a sampai c didepan." mungkin berita baik yang kalian baca tapi itu berita yang sangat buruk bagi seorang Thania.
Memang terlihat sepele hanya 3 nomer tapi percaya atau tidak satu nomer dari pak Eko akan menghabiskan dua papan tulis didepan. Ditambah lagi Thania tidak bisa mengerjakan hanya bisa berdiri kaku menghadap papan tulis.
Sepuluh menit berlalu dan Thania hanya bisa menuliskan rangkaian huruf yang membentuk soal. Dan sialnya teman satu kelas dia tudak ada yang membantu.
"Kenapa Thania? Kenapa baru beberapa angka yang kamu tulis di papan tulis? Bukannya kamu meninggalkan kelas saya karena kamu sudah menguasai materi yang saya berikan?" seketika wajah Thania berubah semerah tomat. Perpaduan antara kesal dan malu.
"Pak boleh saya membantu Thania didepan?" cowo yang tadi sempat berdebat dengan Thania membuka suaranya yang sejak tadi membeku.
"Silahkan kamu bantu dia" rasanya sekarang Thania benar-benar ingin mencabik muka Pak Eko. Nada suara itu seperti menyindir ketidak cerdasannya di Matematika.
Dan Nathan segera bangkit dari duduknya menuju tempat dimana Thania berdiri menatap tak suka pada Pak Eko.
"Udah kerjain aja. Yuk sama gue" sesampainya di depan Thania, Nathan berusaha menenangkan Thania. Dia mengatakan itu sambil menuntun Thania agar kembali menghadap papan tulis. Tapi Thania langsung menangkis tangan Nathan yang berusaha memegangnya.
Nathan hanya menarik nafas dalam-dalam. Entah kenapa rasa sesak di hatinya kembali muncul setiap Thania menolak semua niatan baiknya.
Dan keduanya saling membantu mengerjakan ke tiga soal itu. Dibelakang sana Vella bergumam.
"Emang mungkin udah waktunya lo buat buka hati ke cowo, Thania. Karena saat ini ada hati yang siap lengkapin potongan hati lo"
Tbc
Pasti banyak kurangnya. Aku cuma mau minta maaf😂🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
I Lost You [COMPLETE]
Teen FictionWARNING!! CERITA INI TIDAK PERNAH MENGALAMI MASA REVISI. JADI... SAYA MINTA MAAF JIKA BANYAK KESALAHAN PENULISAN DAN SEBAGAINYA. CERITA AMAN UNTUK SEMUA KALANGAN. "kenapa untuk sebuah hubungan harus ada hati yang terluka?" "karena itu tahapan sebu...