#5

849 30 4
                                    


Menyayangi dalam diam bukan
Sebuah perkara yang mudah
Untuk dilalui, maka hargai
Mereka yang masih berusaha
Mempertahankanmu dalam ketidak pastiaan


Autor Pov

Di sepanjang jalan jangan tanya apa yang Thania rasakan. Karena satu yang jelas dia rasakan, perasaan yang sejak dulu ada, perasaan yang membuat hatinya selalu bergetar ketika menyebut namanya.

Dan setelah sampai di pagar rumah Thania buru-buru turun dari motor seorang Abyan Dwi Pratama. SEPUPUNYA.

"Ga mau ngucapin makasih dulu?" sindir Abyan

"Lo... Ngomong sama gue?" Thania hanya menjawab pertanyaan Abyan dengan pertanyaan.

"Bukan, gue ngomong sama kunti dibelakang lo" katanya sinis.

"Ya udah sih lanjutin" Thania kembali melangkahkan kakinya menuju pintu rumah. Dibelakangnya Abyan melakukan hal yang sama.

"Lo ngapain mau ikut masuk? Pulang aja sana gih"  Yang Abyan tahu Thania detik ini mempunyai detak jantung yang normal. Tapi apa yang bisa kita liat dari luar keadaan yang ada di dalam?

"Gue mau main lah sama kakak lo" Dan Abyan tak pernah tahu bahwa ada kepinhan hati yang kembali hancur hanya dengan apa yang dia ucapkan.

"Kakak gue belum pulang dari Yogya. Sana gih balik ke habitat. Males gue liat muka lo" terkadang kata yang terucap selalu menghianati apa yang hati inginkan.

"Kakak lo udah pulang tadi kali. Lo aja yang belum liat. Makanya punya kakak tuh sering dihubungi biar tau kabar dia." again. Thania cuma cape kok terus dibilangin gitu.

"Ya udah sana masuk" Thania melebarkan pintu yang tadi sempat dia buka. Seakan mempersilahkan Abyan agar masuk ke dalam rumah dengan gampang.

Setelah itu Thania segera pergi ke dalam kamar. Tapi sayangnya depan tangga menuju kamarnya Thania melihat kakaknya.  Azka Orizkiana Anggraeni.

"Baru pulang Than?" sapanya pada sang adik

"Kaya yang lo liat" Thania hanya menjawab tanpa menoleh pada kakaknya

Dan hembusan nafas sebagai reaksi atas ketidak pedulian Thania kepada Azka. Abyan yang berada di belakang Thania hanya bisa menggeleng tidak paham dengan sikap sepupunya itu yang tidak peduli pada kakaknya.

"Nathania kek gitu sama lo terus dari dulu. Dan sampe sekarang baik lo maupun gue atau orang lain ga ada yang tau penyebabnya." Abyan yang telah duduk di samping Azka heran dengan sikap Thania yang memang berbeda jika berurusan dengan Azka.

"Gue ga tau Yan. Udah sering gue tanya tapi dia ga mau jawab mulu. Gue juga udah nyari kesalahan gue tapi ya ga ada yang fatal banget" suaranya mulai bergetar menahan tangis yang ingin segera di suarakan.

"Gue ga bisa bilang kalo gue bisa ngerasain apa yang lo rasain. Tapi setidaknya gue tahu apa yang lo rasain sekarang. Di benci sama orang yang lo anggap penting itu ga gampang. Dan gue tau itu" tangan Abyan mulai bergerak merengkuh bahu sepupunya itu yang mulai bergetar karena tangis.

Mungkin tidak selalu kata yang bisa jadi penenang tapi diam mungkin lebih baik. Diam bukan berarti tidak peduli. Tapi memang ketenangan dalam kebisuan yang seseorang butuhkan.

Nathania pov

"Baru pulang Than" Azka, kakak gue yang emang lagi duduk nyapa gue.

"Kaya yang lo liat" sebenernya gue juga ga mau kaya gini sama dia. Tapi satu memori telah menghancurkan rasa kepedulian gue sama dia.

Dari pada gue marah sama lo ka, gue lebih milih pergi.

Gue masih bisa denger kalo Abyan nyamperin kakak. Dan gue kesel ternyata Abyan emang bener, kesini buat nemenin Azka. Sqmpe dikamar gue lupa kenapa ga sekalian bawa makanan ke atas. Gue emang gitu abis sekolah pasti langsung makan.
Tanpa bisa di kompromi peliaraan gue terus demo. Dan berakhir dengan kaki gue yang langsung turun dari kasur.

"Buset lama-lama perut gue mengecil ini mah. Dari pada kaya perut berbie turun aja lah"

Sampai di anak tangga terakhir gue liat Azka sama Abyan lagi pelukan. Gue emang ga ada hak nglarang itu. Dan seharusnya itu wajar kan mereka sepupuan. Tapi kenapa hati gue ga wajar liat ini.

"Yan, kakak gue jangan di apa-apain" ogeb kenapa kesannya gue khawatirin Akza

Dan mungkin gara-gara suara gue yang mengganggu mereka akhirnya pelukan tadi berakhir. Tapi gue masih gondok sama mereka.

"Tumben perhatian sama Azka?" Abyan yang pertama kali membuka suara

"Gue cuma ga mau dimarahin mama kalo Azka diapa-apain" ngeles. Ya cuma itu yang bisa gue lakuin. Otak gue tumben encer gini.

"Kenapa lo bukan gue?"

"Banyak nanya, kaya Dora" gue lagi sensi sama lo Yan. Jangan buat gue marah sama lo maupun Azka.

Gue kesel dan gue ga mau ngladenin kaya gini. Gue tinggalin mereka lagi dan nerusin langkah ke dapur. Kalo lagi marah emang makan gue jadi banyak, dan gue merasa untung.

Dari sini gue bisa liat kalo Abyan sama Azka lagi ketawa. Ngetawain gue kali ya. Ka mungkin gue bisa maaf in lo tentang hal ini tapi ga dengan apa yang terjadi dulu, gue belum siap maaf in lo.

Dengan kecepatan maksimal gue makan sama minum dan akhirnya 5 menit gue selesai. Ada sesuatu yang kalo gue terus disini bakal keluar. Amarah gue. Dan gue tau ga seharusnya gue marah-marah itu cuma bikin masalah baru.

"Udah selesai Nath makanya?" langkah gue terpotong oleh sebuah suara.

"Udah. Kenapa? Mau lanjut peluk-pelukan lagi? Silahkan"  dan gue pergi

Maaf  mungkin banyak typo saya masih amatir

I Lost You [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang