Tolonglah Anda simak baik-baik. Islam adalah salah satu agama di dunia yang dikembangkan dari abad ke-7. Ia mentransisikan peradaban bangsa itu dari komunitas primitif menuju masyarakat kelas satu di bawah suatu pemerintahan khalifah yang teokratis feodal. Kredo Islam bernama Quran, yang merupakan gabungan antara elemen-elemen Judaism, Kristen, dan Zoroastrianism. Muhammad adalah seorang peramu dan manipulator ulung. Islam menyuruh pemeluknya percaya Tuhan, bertemu dengan-Nya setiap hari, membayar pajak, dan pergi haji.
Tuhan itu sendiri adalah suatu konsepsi imajiner tentang subjek supranatural yang dianggap menciptakan alam ini dan mengendalikannya. Karena itu, orang Islam cukup mengandalkan kepasrahan dan kesabaran terhadap nasib yang menimpa. Sebab, segala sesuatu akan dihitung kelak melalui tabung surga dan neraka. Orang tak perlu berusaha karena toh semua sudah dititahkan oleh Tuhan. Orang Islam tak perlu melawan segala yang buruk yang menimpa mereka. Cukup sabar saja karena orang tertindas besok-besok masuk surga.
Nilai-nilai Islam bisa berbeda atau berbarengan, bergantung anggota kelas sosial mana yang menginterpretasikannya. Ada Islam yang tolak-menolak sosialisme dan komunisme. Ada Islam yang menerimanya, bahkan mengandalkan term ideologi "Islam Sosialis" atau "Sosialisme Islam" sebagai alat gerakan sejarah mereka.
Pengembangan Islam itu sendiri dilakukan dengan "politik pedang". Islam pernah merupakan semacam imperialisme teokratik, penindas kaum wanita, pembius banyak sekali masyarakat dan bangsa-bangsa.
Kalimat-kalimat itu saya kutip dari kamus filsafat resmi terbitan Moskow, 1967, 1980, dan tahun-tahun ketika buku yang terbit haruslah "buku wajib", karena ketika itu orang bersin pun harus seizin partai. Sesudah Gorbachev berlaga sebagai The Hero of the Century, pemikiran semacam itu tentu perlahan-lahan kena "dis". Ingin saya "menganalisis" atau "memistik"-nya, tapi selendangan wall pass tidaklah cukup.
Yang jelas, itulah salah satu akibat psikologis dari sejarah Abad Pertengahan Eropa yang buram dan pethuk, di mana agama justru menjadi alat utama penindasan. Generasi-generasi yang lahir sesudahnya menjadi sedemikian jinjo dan kapok terhadap "bau" agama. Revolusi pemikiran dan pilihan sistem-sistem nilai sosial yang tumbuh sesudah itu sangat bermata rabun dan buta warna terhadap kesejatian agama. Islam yang nggak ikut-ikut "makan nangka" sepanjang Middle Ages itu harus "kena getah" sampai hari ini. Sikap apriori dan ketidakadilan pandangan Islam seperti itu ditunggangi pula oleh kaum orientalis. Islam jadi pelanduk.
Susahnya, bau napas, keringat, dan darah dua gajah yang bertarung itu merasuk pula ke dalam tubuh pelanduk. Peradaban kaum Muslim yang mengalami stagnasi berat tak bisa mengelak dari penetrasi alat-alat sejarah "si duo Mastodon" tersebut melalui media komunikasi, pendidikan, serta wuwu-wuwu kekuasaan strategis lainnya.
Maka, tak heran amat banyak orang Islam sendiri memiliki kondisi dan persepsi terhadap Islam hampir persis seperti yang difitnahkan di atas. Di tengah peradaban Mastodon, kaum Muslim tak benar-benar sempat mengenali Islam secara memadai. Kita mualaf tak habis-habis. Kenal Tuhan memang sebatas "konsepsi imajiner", mengartikan Islam sebagai "pasrah" dalam arti parsial dan pasif, gampang berang bak mata pedang, tak kunjung paham harkat wanita, informasi tentang Quran-Hadis sejauh yang difatwakan oleh beliau-beliau yang memang dibatasi wawasannya oleh bawah sadar kepentingan maqom stratifikatifnya.
Karena kita terikat dan subordinatif sebagai aparat dari perpolitikan Mastodon dan konglomerasi perekonomian gajah, sering kali sebagai Muslim kita memelandukkan diri sendiri. Membonsai pertumbuhan Islam dalam jiwa kita. Mengayam-horn-kan Islam dalam mentalitas jihad kita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Tulisan Emha Ainun Nadjib
SonstigesSebuah permenungan dari Emha Ainun Nadjib akan berbagai tema kehidupan. Menumbuhkan nuansa kemanusiaan di tengah gejala yang melunturkannya. Ini hanyalah tetes kecil, dari guyuran khasanah kehidupannya... Selamat memesrainya.